28. Daftar Motivasi Hidup

371 95 21
                                    

Tidak ada yang abadi di dunia ini.

Sesuatu bisa saja ada dalam genggamanmu di suatu moment, lalu hilang pada detik berikutnya semudah air menetes dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.

Uang, misalnya, gampang berpindah tangan karena hasratmu yang menginginkan bermacam-macam benda, hutang, atau serangkaian kecelakaan. Uang seperti pil tidur; kadang membantu dan bermanfaat, tapi bila terlalu banyak justru membawa dampak merugikan. Lagipula semakin banyak uang yang kamu rengkuh, semakin banyak pula kadar stres yang kamu tanggung.

Contoh lain adalah kesehatan. Kamu bisa saja membeli alarm terbaik, menyewa petugas-petugas paling terlatih, tapi tubuh sehat yang kamu banggakan pada akhirnya akan direnggut seorang pencuri handal bernama kematian.

Tidak ada yang abadi di dunia一namun rasa syukur kepada Tuhan ibarat sumur yang airnya tidak akan pernah mengering.

Kita hanya harus memastikan takkan ada yang menutup atau menimbun sumur itu, sebab tidak seperti material lain, rasa syukur sejatinya tidak bisa diambil, hanya terlupakan meski tanpa sengaja.

Kita hanya harus memastikan takkan ada yang menutup atau menimbun sumur itu, sebab tidak seperti material lain, rasa syukur sejatinya tidak bisa diambil, hanya terlupakan meski tanpa sengaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar nomor 2 dari pojok di lantai 5 sedang ramai.

Bukan karena tawuran, arena lomba debat yang berpindah lokasi atau pasien yang tidak berhasil diselamatkan, namun seorang pemuda yang mencerocos dalam 2 bahasa sekaligus seiring emosi yang memuncak.

Lucunya, saat Yeeun masuk, dia melihat pemuda itu berbaring di tempat tidur pasien sementara pasiennya sudah terusir ke kursi dan senyum-senyum saja ketika dimarahi karena barangkali tidak sepenuhnya mengerti.

Huang Renjun juga tengah makan apel merah ranum dan mengunyahnya dengan lahap. Apel itu sepertinya hadiahnya untuk Jeno, tapi dia lupa dan memakannya sendiri. Benar-benar tipikal teman dekat.

"Apa aku ganggu?" Yeeun mengetuk daun pintu pelan-pelan, tak ingin mengejutkan para penghuni kamar.

"Wah, sunbaenim." Renjun tersenyum padanya. Teman baru yang menyenangkan. "Nggak kok. Aku baru ceramahin Jeno tentang alasan kenapa kita nggak boleh meninggal dulu sebelum ngelihat salju."

"Bagus." Yeeun menitipkan tasnya di atas ranjang. Lama-lama capek juga membawa itu kemana-mana, meski isinya berkisar ke selimut, makanan, dan minuman. Dia memperhatikan Jeno dan kaget menyadari perban Jeno sudah diganti. Tidak ada lagi infus, tangannya tidak terhubung dengan apa-apa. "Tangan kamu? Kenapa dilepas?"

Jeno mengenakan sarung tangan di pangkuannya. "Bukannya hari ini kita mau jalan-jalan?"

"Bukan berarti kamu boleh pulang."

"Dia yang pengen." Celetuk Renjun. "Udah dikasih izin sama dokter walaupun terpaksa."

"Dan udah terlanjur," sambung Jeno, memperlihatkan mantel dan syal yang melilit lehernya. Warna putih kedua benda itu akan menyatu secara sempurna dengan tempat yang hendak mereka datangi. "Aku nggak betah di sini kalau jadi pasien."

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang