05. Dia Dan Misterinya

594 179 40
                                    

Membuat lava cake sebenarnya tidak sulit一setidaknya itu menurut Yeeun, yang kerap memperhatikan ibunya yang punya toko kue memasak.

Lava cake hanya butuh perhatian lebih banyak karena tidak boleh dikukus terlalu lama一cukup 8 sampai 10 menit saja一karena cokelat di dalamnya bisa-bisa mengeras dan tidak lumer.

Memberikan lava cake itu pada orang yang kamu inginkan adalah masalah lain yang lebih rumit.

Emangnya aku siapa?

Yeeun menanyakan itu pada refleksi dirinya di jendela dapur, sambil bertanya-tanya apakah memasak untuk orang yang tidak ia kenal dekat itu berlebihan. Dia dan Jeno  baru jadi tetangga selama 2 hari, dan di kampus, mereka sebatas saling mengangguk kalau berpapasan di koridor, tidak pernah saling bicara.

Tapi, Jeno baik padanya.

Kalau tadi pagi dia terlambat lebih lama di pelajaran dosen Joo, dia pasti diusir dan itu akan jadi kali ketiga dia absen一yang pasti berpengaruh terhadap nilainya. Lagipula, kunci sepeda cowok itu masih ada di sakunya dan dia harus mengembalikannya.

Mungkin ini takdir.

Mungkin dia harus mengecek keadaannya.

Untuk memastikan dia baik-baik saja. Tidak ada salahnya kan?

Ehem.

Yeeun membersihkan tenggorokannya, akhirnya memberanikan diri untuk berdiri di depan tempat tinggal Jeno dan mengetuk pintunya.

Tok tok.

"J-jeno?"

Dalam hati dia berdoa semoga tindakan ini tidak dikategorikan sebagai sikap sok akrab.

Tok tok.

"Jeno? Ini一"

Pintu mengayun terbuka. Wajah Jeno muncul dari celah yang tercipta dan dia tersenyum. "Senior. Ada apa?"

Sekali lagi, Yeeun berdeham tidak nyaman. "Panggil Yeeun aja. Kita kan nggak lagi di kampus."

"Oke..." Jeno ragu-ragu. "Eun? Boleh aku panggil gitu?" Yeeun setuju. "Ada apa?"

"Aku mau balikin kunci. Sama ngasih ini." Secara bergantian, Yeeun menyodorkan kunci sepeda dan piring berisi lava cake-nya. "Siapa tahu kamu laper...?"

Yeeun kira, usai mengumpulkan keberanian, urusan ini akan mudah saja; dia tinggal menyerahkan kunci dan cake, lalu minggat secepatnya dari hadapan Jeno untuk selanjutnya mencicil tugas yang harusnya ia bagi 2 dengan Hendery.

Tapi yang terjadi, Jeno justru membuka pintunya lebih lebar dan mengedikkan dagu ke dalam. "Ayo masuk."

Tidak bisa berbohong, Yeeun sebenarnya gugup masuk ke tempat tinggal seorang cowok, bahkan meski cowok itu terlihat sebaik dan sepolos Jeno.

Namun ada sesuatu pada Jeno. Perasaan murung yang bersarang di matanya, bahunya yang terkulai, dan senyumnya yang sendu, yang mempengaruhi Yeeun sehingga dia luluh dan mengikutinya.

Dia pikir, ada orang-orang yang butuh teman tapi tidak tahu cara mengatakannya.

"Whoa, jadi ini rumah kamu, ya?"

Jeno membenarkan. "Maaf, agak berantakan."

Tidak seburuk itu. Ruang duduk dan ruang tamu Jeno yang desainnya sama dengan rumah Yeeun berwarna kuning cerah, dan sebenarnya tergolong rapi. Ada sofa panjang yang kelihatan terlalu mewah untuk ukuran mahasiswa, yang kini jadi arena bermain-main 2 ekor kucing. TV menyala menayangkan salah satu film legendaris Ryan Gosling; The Notebook.

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang