Salah satu keuntungan menjadi mahasiswa adalah, kamu jadi punya jadwal yang lebih fleksibel dibanding masa-masa SMA yang diharuskan duduk berjam-jam. Terkadang, Yeeun hanya punya 2 atau 3 kelas dalam sehari yang rata-rata berlangsung 2 jam. Setelah itu? Dia bebas.
Bebas menderita.
Kuliah memang santai, tapi tidak lantas membuatnya punya banyak waktu luang. Akan selalu ada tugas dan deadline yang menghantuinya setiap kali ia ingin bermain-main. Kuliah kedokteran, terutama, adalah jembatan penuh rintangan yang harus ia sebrangi demi sebuah cita-cita mulia mengabdi pada masyarakat.
Oleh karena itu, sebelum siang menjelang, Yeeun sudah ada di perpustakaan, bersama sebuah buku referensi yang terlalu mahal bila harus ia beli sendiri. Tugas adalah tugas, dan ia harus mengerjakannya meski tanpa anggota kelompok yang sangat ingin dia hajar.
Kalau sampai bertemu Hendery, Yeeun akan mengambil gunting rumput dan memotong rambut panjangnya yang sangat ia sayang itu.
Biar tahu rasa dia!
Yeeun menunduk. Matanya berpindah-pindah antara halaman buku dan layar laptopnya. Semua yang ada di internet tidak bisa dipercaya, itulah sebabnya buku tetap diperlukan. Yeeun baru saja sampai pada bagian yang menjelaskan contoh kasus tugasnya ketika suara roda-roda yang menggelinding di atas lantai menyusup ke telinganya.
Belum lagi mendongak, dia sudah tahu siapa pelakunya.
Hendery Huang datang dengan skateboard kebanggaannya, dan cengiran lebar yang membuat Yeeun ingin melemparnya ke luar jendela.
"Hai, Sayang." Sapanya, sambil membuka jas labnya dengan gaya berlebihan yang sengaja ia perbuat untuk menarik perhatian cewek-cewek di sekitar situ. "Abis praktikum mikrobiologi tadi, capek."
Lumayan berhasil, cewek dalam radius 5 meter sepertinya terkagum-kagum pada Hendery, yang harus Yeeun akui, memang tampan. Semua, kecuali Yeeun yang hanya memajukan bibir bawahnya, sebal. "Udah nggak sakit?"
Hendery terkekeh, mengambil tempat di kursi yang ada di depan Yeeun. "Jangan marah dong. Ntar aku traktir deh."
"Traktir apa?"
"Permen 1 bungkus."
Buju referensi di meja menghantam kepala Hendery keras-keras saat Yeeun berdiri dan mengangkatnya. "Ayo serius sekarang," katanya, memutar laptop ke arah Hendery. "Nih, aku udah milih penyakitnya, Hen. Nggak apa-apa kan? Datanya udah ada sebagian, tinggal dilengkapi sama disusun."
Hendery tersenyum tanpa sama sekali menengok laptop. "Emang paling enak 1 kelompok sama anak yang rajin."
"Rese'. Kamu kerja juga, jangan cuma numpang nama!"
"Iya, iya. Sini, apanya yang kurang?"
Merebut laptop, Hendery mulai membaca hasil kerja Yeeun dengan keseriusan yang jarang ia tunjukkan, sesekali ia harus menepis rambutnya yang nyasar ke mata dan mengganggu penglihatannya.
Saat diteliti dari dekat, Hendery jadi semakin tampan. Dia jangkung walaupun tidak melebihi Lucas. Kepercayaan diri adalah senjata terbaiknya. Hendery punya wajah seperti bangsawan. Banyak orang bilang dia mirip pangeran Eric dalam film The Little Mermaid. Hanya saja, Yeeun yakin, Eric tidak punya cita-cita terpendam menjadi pelawak seperti Hendery.
Merasa diamati, Hendery mendongak. "Apa? Baru nyadar aku enak diliat?"
Hasrat untuk memukul Hendery bangkit lagi, 2 kali lipat lebih kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA : Past Sins ✔️
FanfictionBagaimana rasanya bisa mengetahui waktu kematian orang lain? Jang Yeeun bisa melihat warna aura, dan melalui itu memperkirakan waktu kematian seseorang. Suatu hari, dia mendapati Lee Jeno, salah satu orang yang ia kenal, diselubungi aura berwarna hi...