08. Karma Mungkin Terlambat

573 172 49
                                    

Matahari sudah merangkak naik, tinggi di atas kepala, sewaktu Yeeun dan Hendery kembali ke Dongguk.

Perjalanan kali ini terasa lebih singkat dan hening karena keduanya sama-sama diam, memilih membiarkan keheningan menang dan memikirkan mengenai apa saja sudah mereka dengar.

Ada banyak keping puzzle yang harus disatukan dan terlalu sedikit petunjuk, hal itu membuat mereka dirundung perasaan bingung yang membungkam mulut mereka dan memaksa otak bekerja lebih keras.

Park Mirae telah meninggal.

Yeeun tidak tahu apa yang sebetulnya dia harapkan, tapi yang pasti bukan ini. Ia tidak menduga gadis yang disebut-sebut Hyuk dan membuat Jeno sedih itu rupanya sudah tidak berada di dunia ini. Ada yang ganjil dengan informasi itu, Yeeun hanya terlalu takut untuk mengira-ngira.

Barangkali Hendery benar; akan lebih bijaksana bila ia tidak ikut campur.

"Jadi?" Hendery yang sudah menukar motor dengan skateboard-nya tampak senang. Dia menginjak salah satu ujung papan itu hingga sisi lainnya terangkat. Kaki kanannya lantas membentuk satu garis miring di tepi satunya一sentuhan yang sangat ringan一dan skateboard itu berjungkir balik sekali di udara. Si papan mendarat di bagian yang tepat dan Hendery kembali memijakkan kakinya dengan sempurna. "Kickflip." Dia menginformasikan. "Belajar dari youtube."

Yeeun berlagak jengah. "Dasar tukang pamer. Tapi bagus kok."

Hendery tergelak. "Bukan soal trik ini, Eun. Tapi acara jalan-jalan kita tadi."

"Aku kira ... oke." Meski dia agak kecewa pada sikap Taeil yang kurang terbuka dan menyembunyikan banyak hal. "Lain kali kita harus main jadi detektif lagi."

"Seru juga, ya?" Hendery menyetujuinya dengan wajah merenung. Tergolong mahir, dia mampu menstabilkan skateboard meliuk-liuk melewati banyak orang. "Walaupun kita belum tahu kenapa Mirae meninggal atau alasan Jeno dipanggil pembunuh. Menurut kamu, apa itu ada hubungannya?"

"Aku ... nggak tahu." Menebak-nebak hal itu ibarat melompati batu licin di sebuah sungai berarus deras yang mampu menyeretnya hingga tenggelam. "Mungkin kamu bisa ngewawancarain Renjun?"

Mereka berhenti di depan lab histologi dan Hendery mengerem di depan pintunya. "Dia biasanya cerewet. Nanti aku coba deh."

Sekali lagi, Yeeun berterima kasih pada cowok itu. Sikap Hendery yang berkebalikan dengan Xiao Jun menghiburnya. "Kamu mau ke mana abis ini?"

"Cari makan." Hendery menekuk tangannya seumpama orang yang sedang memukul drum. "Biasanya kalau lagi banyak pikiran, ngeband bisa jadi solusi. Alternatifnya ya makan."

"Aku suka Linkin Park," celetuk Yeeun. "Lagu mereka yang Final Masquerade sering aku dengerin."

Hendery menggesekkan jari jempol dan telunjuknya. "'Cause I can't see forgiveness and you can't see the crime ... yang itu?"

Yeeun terperanjat. Pertama kali mendengar Hendery menyanyikan sebuah lagu cukup untuk membuatnya tidak bisa bicara sekejap. "Ya ... yang itu. Suara kamu bagus juga ternyata."

Dengan bangga, Hendery membusungkan dadanya. "Alasan aku nggak jadi vokalis cuma karena takut aku makin terkenal, Eun."

"IIIH!" Yeeun mencibir. "Males aku liatnya kalau drummernya kepedean gini."

"Tapi kamu nggak pernah nonton kan?"

"Besok gimana?" Yeeun melakukan tawar-menawar, dibarengi dengan lirikan ke lab yang akan dijadikan lokasi penyiksaan mahasiswa dengan seabrek tes sebentar lagi. "Nanti kamu nyanyiin lagu itu, baru aku mau dateng."

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang