"Boo!"
Yeeun menjerit一jeritan lantang bernada tinggi yang menjadi semakin kencang ketika ia tak sengaja menjatuhkan bukunya dan buku itu mendarat di jari kakinya yang paling kecil. "Aw, aw." Dia berbalik marah, menghadap orang yang mengejutkannya dan sambil melompat-lompat, mengambil kembali buku yang jatuh untuk dijadikan senjata pembunuh. "HENDERY!!"
Yang dipanggil namanya menggunakan kaki kirinya seperti dayung untuk menggerakkan skateboard dan kabur. "Kebiasaan ngelamun sore-sore. Mikirin apa?"
"Cara matahin skateboard kamu." Karena sudah jelas akan gagal, Yeeun melanjutkan niatnya mengemasi barang-barang. Kelas resmi berakhir, ia dan Hendery adalah 2 penghuni yang tersisa, sementara teman-temannya telah keluar, tak mau berada di ruangan itu lebih lama.
Hendery mengetuk-ngetuk permukaan benda yang mereka bahas dengan ujung sepatu. "Jangan dong, Sayang. Ini hadiah."
"Dari siapa?"
"Ayah." Rasa sayang yang kuat mengalir melalui satu kata itu. "Waktu keluarga aku pindah ke sini, aku ngambek berat. Nggak mau ngomong, nggak mau makan. Jadi Ayah ngajak aku jalan-jalan, sama Renjun."
Yeeun memeriksa kelengkapan isi tasnya sekali lagi sebelum menutup ritsletingnya. "Abis itu dibeliin skateboard?"
"Nggak juga." Hendery bercerita, lantas menutup pintu di belakang punggung Yeeun. "Awalnya mau beli sepeda. Tapi aku masuk ke toko yang salah terus ketemu ini. Akhirnya cuma Renjun yang dapet sepeda. Dan kamu tahu? Dia beli sepeda cewek一"
"Sepeda yang ada keranjangnya?"
"Bener!" Hendery terbahak. "Mau dibeliin sepeda cowok tapi kakinya nggak nyampek. Dia kecil sih orangnya."
Dengan lagak duo penjahat yang sedang mendiskusikan topik terlarang, Yeeun berbisik, "Untung udah tumbuh, ya?"
Sebelah tangan Hendery menutupi sisi samping mulutnya. "Nyalinya juga. Dia berani walaupun kecil-kecil gitu."
"Persis yang dibilang Kak Moon."
"Oh ya. Kakak ipar kamu. Apa kabar?" Deretan tangga berubin putih polos yang akan mengantar mereka ke lantai bawah membuat Hendery harus menenteng papan tersayangnya. "Jeno sendiri gimana keadaannya, Mata Ajaib?"
Yeeun melompati dua anak tangga sekaligus, berpikir, jika dia punya hak mendesain properti kampus, dia pasti menggambar apapun, termasuk motif okultisme, hanya agar tangga itu tidak jadi membosankan. "Terakhir kali aku ketemu dia kemarin, pagi ini nggak."
"Kenapa nggak?" Hendery mengawasi situasi sekitar dengan seksama, lalu usai yakin takkan ada yang menegurnya, dia menyunggingkan senyum nakal khas para pembuat onar, dan bersandar sesaat di susuran tangga sebelum meluncur turun dari sana dengan teriakan, "Woohoo!" yang menyita perhatian para penghuni kampus lainnya.
Si "Mata Ajaib" menonton atraksi sederhana itu seraya menggeleng-geleng. "Aku sibuk sama Xiao Jun, dan tadi pagi berangkatnya buru-buru."
Bila dirinci seperti ini, boleh dikata Yeeun tidak melakukan banyak hal berarti untuk mengubah pikiran Jeno selain menerobos diam-diam ke masa lalunya, memberi kue, dan oh, tentu saja, menyeretnya ke pusaran rumit masalah percintaannya. Bukan benar-benar perbuatan terpuji, tapi Hendery tidak menyudutkannya. "Aku punya ide."
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA : Past Sins ✔️
FanfictionBagaimana rasanya bisa mengetahui waktu kematian orang lain? Jang Yeeun bisa melihat warna aura, dan melalui itu memperkirakan waktu kematian seseorang. Suatu hari, dia mendapati Lee Jeno, salah satu orang yang ia kenal, diselubungi aura berwarna hi...