Anne Bronte, seorang penulis dan penyair asal Inggris, pernah berkata, "He, who dares not grasp the thorn, should never crave the rose".
Dengan kata lain, bukan mustahil sesuatu yang menawan punya bagian tajam yang akan membuatmu terluka.
Tidak hanya mawar, tengok saja laut, yang menawarkan ketenangan memabukkan lewat perpaduan simfoni arus air dan anginnya. Atau api, yang menyerupai tangan-tangan jingga, merah dan oranye yang menari-nari dengan percikan yang bisa melayang hingga ke bulan.
Saat melihatnya, kita cenderung lupa kalau laut hanya memerlukan satu sapuan ombak saja untuk merenggut nyawa. Laut penuh dengan hewan pemangsa. Kedalamannya menyimpan misteri berbahaya. Api bahkan lebih ganas; kerusakannya sulit diperbaiki. Sekali lepas dari pengawasan, dia akan menghancurkan apapun dan siapapun yang menghalanginya.
Barangkali, Tuhan menciptakan mawar tidak sekedar untuk menjadikannya lambang cinta atau penghias kebun, melainkan juga sebagai pengingat agar ketika kita akan menerima seseorang sebagai teman atau kekasih, kita pun harus merangkul kekurangannya.
Laut yang menghanyutkan dan menenggelamkan. Api yang menghancurkan dan menghangatkan. Mawar dan durinya. Tanpa suara, ketiganya sudah berkata, siapa bilang kecantikan dan keburukan tidak bisa bersanding membentuk suatu keindahan?
"Gimana?"
Hendery melepas topinya. Saat musim gugur, udara di luar jadi terlalu dingin tapi di dalam ruangan justru terlalu panas. Rambutnya yang sebelumnya terbungkus jadi mencuat ke segala arah. "Dia bilang makasih buat salmonnya. Dia ngaku bangun kesiangan, tapi aku nggak percaya."
Yeeun mengeluarkan salah satu jaket Xiao Jun dari lemarinya. Enaknya jadi cewek, dia bisa memakai jaket perempuan atau laki-laki tanpa takut ada yang menatapnya dengan tatapan ganjil. "Kenapa?"
"Matanya. Dia kelihatan kayak orang yang nggak tidur semaleman."
"Oh."
"Cuma 'oh'?"
Sekarang giliran tas. Yeeun butuh sesuatu yang warnya tidak terlalu cerah agar tidak bertabrakan dengan paduan pakaiannya. Biru pastel? Itu bagus. "Kamu mau aku ngomong apa?"
Hendery memandangnya lama dan penuh pertimbangan. Dia tidak mengatakan apa yang ia pikirkan, namun ekspresi wajahnya sudah menjadi pertanda dia tidak sedang berpikir tentang hal-hal yang ingin Yeeun dengar. "Kamu nggak khawatir sama sekali? Dari cerita kamu, bukannya kalian akhir-akhir ini jadi lebih deket?"
"Biasa aja."
"Tapi dia kelihatan seneng waktu aku nganter makanan dari kamu. Kelihatannya dia nganggep kamu kayak cara Lucas."
"Kakak?" Yeeun tertawa, memberikan sentuhan terakhir lip cream ke bibirnya. "Jangan deh, aku udah pusing sama Lucas."
"Eun noona?" Hendery mencoba-coba kata itu di lidahnya dan terkekeh. Bahkan sejak mereka pertama kali kenal, dan tahu Yeeun setahun lebih tua darinya, dia tidak pernah memanggil Yeeun begitu. Yang ada hanya senior, Eun, kemudian sayang. "Lucu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA : Past Sins ✔️
FanfictionBagaimana rasanya bisa mengetahui waktu kematian orang lain? Jang Yeeun bisa melihat warna aura, dan melalui itu memperkirakan waktu kematian seseorang. Suatu hari, dia mendapati Lee Jeno, salah satu orang yang ia kenal, diselubungi aura berwarna hi...