Prolog

2.8K 403 119
                                    

Katanya, "Being normal is boring."

Tapi kalau kamu adalah aku, menjadi normal pasti masuk dalam daftar cita-cita yang kamu impikan.

Begini, kalau mau menulis daftar keuntungan mengapa normal jauh lebih baik daripada eksentrik, kurasa aku bisa membuat salah 1 buku paling tebal di dunia.

Alasan nomor 1, tentu saja, karena aku jadi tidak perlu punya rahasia.

Biar kuberitahu, menyimpan rahasia itu tidak enak. Bayangkan mengunyah donat yang sudah berumur setengah tahun, kurasa agak mirip seperti itu. Tapi kalau aku mulai mengoceh tentang kemampuanku melihat aura, yang tiap warnanya punya makna berbeda tergantung sisa umurmu, semua teman-temanku pasti akan menawarkan tumpangan ke rumah sakit jiwa一gratis, mungkin.

Aku ragu ada yang bisa menerima hal itu tanpa berpikir aku sudah gila atau kena sindrom chunnibyou atau terlalu banyak menenggak alkohol, kecuali keluargaku yang terdiri dari 4 manusia dan 1 anjing.

Namun percayalah, aku tidak bohong.

Bagaimana aku akan menjelaskan ini?

Darimana?

Dulu, aku anak yang normal kok. Aku sama seperti anak-anak lain; menangis di hari pertama sekolah, benci sayuran, dan sesekali merancang skenario jahat mengikat kakak perempuanku di sebuah roket agar ia pergi dan tak pernah kembali.

Kemampuan ini muncul secara bertahap. Awalnya berupa warna putih buram mirip asap lilin; meliuk-liuk cantik, tapi tidak hilang di bawah sinar matahari terik atau hujan rintik-rintik.

Menurut Yuri一penyihir jahil yang bergelar kakakku一aku berhalusinasi. Dia tertawa, mengira itu hayalan anak kecil yang terlalu kompleks dan tidak masuk akal.

Oh, betapa aku sangat berharap dia benar!

Tapi ibuku tidak sependapat. Sebagai dewi yang melahirkan dan mengenalku dengan baik一kadang melebihi diriku sendiri一ibu tahu aku bukan penghayal atau pencari perhatian.

Ibu membujuk, "Yeeun, kita ke dokter mata, ya? Nanti dokternya pake baju princess Annalise lho!"

Yang tentu saja bohong, tidak ada dokter yang memakai pakaian princess Annalise. Juga tidak ada jawaban atas penglihatanku yang tidak logis.

Hasil pemeriksaan : semua normal.

Aku tidak mengidap penyakit apapun. Syaraf-syaraf mataku berfungsi dengan baik. Warna pupilku tidak jauh berbeda dengan pupil dokternya dan berjuta-juta orang lain di dunia ini; cokelat terang. Aku cuma anak manis yang ingin bertemu Annalise dan akhirnya diberi permen untuk meredakan tangis.

Ibu bilang aku akan baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Dia memang benar, sekaligus salah di saat yang sama. Karena seiring waktu, warna yang kulihat malah semakin jelas. Dia tumbuh. Dia meningkat, seakan dia makhluk hidup yang ikut berkembang bersamaku.

Dan yang lebih aneh, warnanya turut berubah.

Ada biru, merah, hijau, dan hitam, membuat orang-orang jadi tampak bagai kumpulan krayon berjalan.

Menurutku itu sedikit lucu.

Terlebih aku masih bisa melihat dengan jelas. Tidak terganggu sedikitpun. Jadi aku tidak mempermasalahkannya.

Hingga menjelang remaja, aku mulai curiga ketika semua orang yang tubuhnya diselimuti aura merah meninggal karena kecelakaan. Kebanyakan tertabrak di jalan raya (kalau beruntung, sempat masuk TV sebentar), sebagian sial saat hendak bersenang-senang dan terlempar dari wahana taman hiburan, yang lain tewas terjebak dalam lift yang rusak.

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang