Epilog

599 82 29
                                    

2021.

Home sweet home, seperti kata Jeno, tidak ada yang senyaman rumah. Terutama saat kamu diperlakukan seolah kamu lebih muda setengah dari umurmu yang sebenarnya. Hei, sekali-kali jadi anak manja itu menyenangkan.

Musim semi kali ini datang seperti musim yang dibawa oleh Tinker Bell dan teman-teman perinya. Temperaturnya hangat dan cuacanya cerah. Berbaring di tempat tidur, dengan selimut biru yang membalut tubuh, aku nyaris tidak punya alasan untuk mandi dan keluar. Nyaris. Hari ini, setelah bekerja keras menyelesaikan tugas-tugas, harusnya aku bermalas-malasan saja, tapi jadwalku tidak sependapat.

Mau tidak mau, aku bangun, meninggalkan selimutku yang merengek-rengek memohon dengan nyanyian yang berbunyi, nggak, nggak! Jangan tinggalin aku, Eun!

Aku emang ratu drama, cih.

Kemungkinan besar itu bukan suara selimut, tapi suara batinku yang belum puas ngorok 14 jam. Apa mau dikata? Aku ini suka tidur.

Sayup-sayup, dari kamar mandi, aku mendengar gaung percakapan Yuri yang berbaur dengan suara ayah dan kak Moon. Agak terlambat, aku baru selesai mandi saat makanan sudah terhidang di meja, yang membuat Yuri jengkel karena ini mestinya tugas kami berdua. Kakakku tersayang berkacak pinggang, menontonku dengan mata melotot kejam ketika aku mengobral ciuman.

"Apa kabar, ganteng?" Aku menyapa ayah, yang semalam terlelap saat aku tiba dan muach, mengecup pipinya. "Jangan terlalu sering minum kopi, oke?"

Ayah menggerutu. Jika diingatkan tentang kesehatannya, biasanya dia mengeluh, tapi aku tahu diam-diam dia membanggakanku pada kawan-kawannya. "Uang saku kamu kurang?"

"Nggak kok, cukup. Mana Mama?"

"Di toko bareng pacar kamu." Kak Moon mengatakannya sambil senyam-senyum. Baginya, lelucon Yeeun-akhirnya-pacaran-dengan-Xiao-Jun memang tak pernah basi. "Oh, dan ada Jeno."

Mengambil sumpit, aku mencomot sepotong bulgogi karya Yuri dan pura-pura merasa mual. "Hoek, masakan calon ibu kenapa nggak ada enak-enaknya."

"Aku nggak hamil!" Yuri membantah cepat, terlalu cepat, dan Kak Moon tiba-tiba batuk. "Jangan ngarang, jangan ngarep keponakan. Pergi sana, aku sumpahin kamu muntah di pesawat."

"Ih, nggak bakal."

"99% iya, ini kan pertama kalinya buat kamu."

"Nggak ada hubungannya, nggak."

"Iya."

"Nggak."

"IYA!"

"NGGAK!"

Begitu seterusnya sampai aku kabur dengan ranselku yang menggembung. Aku tebak, bahkan saat kami berusia 65 dan 61, kami akan tetap terjebak pertengkaran konyol seperti ini disaksikan cucu-cucu kami yang keheranan.

Untuk saat ini, biarlah bayangan mengenai cucu menjadi sebatas fantasi semata.

Aku buru-buru pergi ke toko, yang berjarak beberapa langkah saja karena tepat berada di sebelah rumah.

Di minggu pagi yang senggang, toko kue kami belum terlalu ramai. Aku menghitung, tak lebih dari separuh total meja yang terisi, yang salah satunya paling berisik sebab berisi 5 orang sekaligus yang sarapan kue berlapis gula sambil bercengkerama; Jeno, Renjun, Shuhua, Hendery, dan, si pacar.

Xiao Jun melambai padaku.

Hari ini si pacar kelihatan tampan sekali, seperti kemarin dan kemarinnya lagi. Dari musim gugur ke musim semi, dia sudah sembuh total, dan rambutnya, seperti rambutku, telah bertambah panjang. Belum lama ini dia mengecatnya jadi pirang pasir, dan aku bingung, kenapa tak pernah terpikir olehku untuk memintanya melakukan itu sejak dulu? Xiao Jun + rambut panjang + cat rambut pirang = tampan luar biasa.

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang