Bab 36

2.5K 377 28
                                    


Prilly memasuki kamar hotel dengan sikap cerianya seperti biasa berbanding terbalik dengan Ali yang sejak memarkirkan mobilnya di basement sudah kewalahan menahan dentuman di dadanya.

Jantung Ali tak henti berdetak kencang sejak insiden anting tersangkut itu. Ia benar-benar merasa seperti pria mesum yang terus mengintai Prilly bak predator yang mengincar mangsanya.

Setiap lenggak-lenggok pinggul Prilly yang berjalan ke sana kemari mengitari kamar pengantin mereka tak pernah lepas dari tatapan Ali. Matanya begitu betah melihat keindahan tubuh istrinya padahal Prilly tidak mengenakan pakaian seksi lingerie apa lagi.

"Mas kamu kenapa sih?"

Ali nyaris terjungkal ketika Prilly tiba-tiba berdiri didepannya. Kening Prilly terlihat berkerut saat melihat wajah merah dan tingkah gugup suaminya.

"Kenapa sih?" Tanyanya lagi. Ia benar-benar merasa aneh dengan sikap suaminya yang lebih banyak diam sejak ia mengajak pulang ke hotel tadi.

Memangnya ada yang salah dengan ajakannya itu?

"Ti..dak apa-apa. Mas ke kamar mandi dulu." Ali langsung ngacir menuju kamar mandi meninggalkan Prilly yang masih terpaku menatap bingung kepergian suaminya.

"Aneh banget sih laki gue itu padahal ini malam pertama kami eh dia malah kayak orang kesurupan gitu. Jangan-jangan Ali kesurupan lagi?" Prilly dengan pemikiran ngawurnya.

Di dalam kamar mandi terlihat Ali yang berjalan mondar-mandir sambil sesekali memukul kepalanya. Ali tak habis pikir dengan otak pintarnya yang terus saja memutar kilasan mulusnya kulit leher istrinya.

Ali tidak pernah memikirkan malam pertama mereka benar-benar akan terjadi malam ini ia masih menunda untuk itu kenapa? Karena mereka sama-sama masih harus fokus pada sekolah mereka.

Ia tidak ingin istrinya putus sekolah karena mengandung anaknya. Lagipula tinggal beberapa bulan lagi sekolah mereka sudah selesai.

Ali harus menahan diri setidaknya sampai mereka sama-sama lulus sekolah. Benar, minimal setelah ujian nasional selesai ia baru akan memikirkan kembali perihal malam pertama mereka.

Tapi bagaimana caranya menunggu ujian berakhir yang masih beberapa bulan lagi sedangkan malam ini saja ia sudah seperti cacing kepanasan begini?

Ali benar-benar tidak kuat iman menahan pesona istrinya.

Tok!

Tok!

Ali nyaris menabrak wastafel ketika pintu kamar mandi tiba-tiba diketuk dari luar dan ia sudah tahu siapa yang melakukannya.

Berdehem pelan Ali baru bersuara untuk menyahut panggilan istrinya. "Sebentar."

"Mas cepatan dong! Udah nggak tahan aku ini! Kebelet Mas!"

Mata Ali sontak membulat sempurna saat mendengar suara rengekan istrinya. Apa tadi katanya nggak tahan? Prilly nggak tahan?

Dengan susah payah Ali menelan ludahnya. Jika Prilly saja sudah tidak tahan apa kabar dirinya yang sejak tadi berusaha menahan-nahan diri padahal sebenarnya jiwa kelakiannya sudah meronta-ronta sejak tadi.

Menarik pelan nafasnya dengan tangan bergetar Ali membuka pintu kamar mandi. Begitu pintu terbuka tanpa basa-basi Prilly langsung menerobos masuk.

"Lama banget sih Mas. Aku udah udah kebelet pipis dari tadi tau." Gerutu Prilly sambil mendorong tubuh suaminya keluar dari kamar mandi.

"Mas keluar dulu aku mau pipis!" Masih dengan wajah terkejutnya Ali dengan mudah didorong keluar dari kamar mandi.

Brak!

Ali tersentak kaget saat mendengar dentuman pintu kamar mandi di belakangnya. "Astagfirullah." Ali mengusap wajahnya. "Prilly kebelet pipis bukan yang lain." Desahnya dengan wajah nelangsa. "Ya ampun Ali kamu ini berdosa banget." lanjutnya sambil mengusap dada.

****

Agung menyambut gembira kabar kehamilan Clarista. Mereka berdua sudah kembali dari liburan panjang dan sekarang Agung sedang duduk berhadapan dengan Ibunya Clarista.

"Jadi kapan rencananya Nak Agung akan menikahi putri Ibu?" Tanya Endang -Ibunda Clarista- pada Agung calon menantu idamannya.

Clarista melirik Agung dan Ibunya, pria itu terlihat menghela nafasnya. "Secepatnya Bu." Jawabnya gamang terlihat sekali Agung tak begitu yakin dengan jawabannya hingga membuat Endang mendengus pelan.

"Kalau tidak berencana menikahi Clarista lalu kenapa Nak Agung berani sekali menghamili putri Ibu?"

"Saya berencana bahkan sangat berencana namun tetap saja untuk sementara waktu saya belum bisa mengikat Clarista dalam sebuah pernikahan Bu. Maaf." Agung menundukkan kepalanya. Ia benar-benar belum bisa melangkah sejauh itu apalagi sampai saat ini ia belum berterus terang pada Ibunya tentang niatnya untuk menikahi Clarista.

Endang sontak berdiri dari duduknya menatap tajam Agung yang semakin terlihat bersalah terutama pada Clarista yang menatapnya dengan pandangan terluka tanpa pria itu tahu Clarista bukan terluka karena ia tolak untuk dinikahi melainkan wanita itu kecewa karena lagi-lagi rencananya gagal terlaksana.

"Keluar dari apartemenku sekarang!" Usir Endang, wanita paruh baya itu lupa jika apartemen yang ditempati bersama putrinya itu adalah milik Agung pria yang baru saja dia usir.

Agung menganggukkan kepalanya sebelum beranjak dari duduknya. "Mas pulang dulu. Kamu jaga baik-baik calon anak kita ya? Mas akan transfer kebutuhan kalian rutin setiap minggunya." Ucapnya sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu Agung menyempatkan diri untuk mengusap perut rata Clarista dan membenamkan satu kecupan di kening wanita itu.

"Mas sangat mencintai kamu." Ucapnya tulus yang tak dijawab oleh Clarista karena di dalam hati Clarista sedang bergumam.

Aku juga mencintai tapi bukan kamu melainkan uang dan kekuasaan keluarga kamu Mas.

Clarista dan Endang sontak kalang kabut setelah Agung pergi dari apartemen mereka.

"Bagaimana ini Rista? Kamu hamil dan Agung belum bisa menikahi kamu? Kamu kenapa bodoh sekali jadi perempuan sih?!" Endang mengomeli putrinya yang terlihat sama kalutnya dengannya.

"Mama bisa diam nggak?!" Marah Clarista. "Mama pikir aku mau hamil kalau bukan untuk mengikat Mas Agung?! Nggak Ma. Aku nggak mau hamil. Anak ini cuma akan menyusahkan aku saja nantinya." Cerca Rista sambil memukul perutnya.

Endang sontak menghentikan tangan putrinya. "Jangan! Anak itu senjata kita untuk melumpuhkan Agung." Katanya yang dibalas dengusan oleh Rista.

"Sudahlah Ma. Mending sekarang Mama buatin aku makanan. Aku lapar! Kepalaku rasanya mau pecah dengan semua rentetan masalah ini." Clarista langsung beranjak meninggalkan Endang yang menatap putrinya dengan tak percaya.

"Kalau bukan karena ingin hidup enak aku benar-benar malas tinggal bersama putri tukang perintah sepertimu Clarista. Dasar anak sialan!" Umpatnya sebelum beranjak ke dapur dan melaksanakan apa yang Clarista perintahkan.

*****

Di watt menuju ending yaaa..

Aku tiba-tiba berubah pikiran kayaknya masa sekolah mereka bakalan aku cepetin deh soalnya rada aneh kalau sampe Prilly hamil ya nggak sih?

Aku benar-benar mikir sekarang kalau ternyata aku benar-benar nggak cocok nulis cerita kisah anak SMA gini ngerasa nggak sih? Hahahaha...

Aku ngerasa kok kayak feel-nya nggak dapat ya aku juga sering kebingungan pas ngetik tapi kalau cerita ttg rumah tangga gitu ide aku juga lancar jaya.. Hadeuh...

Bingung aku sumpah..

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang