Bab 37

2.4K 386 26
                                    


Tidak ada yang terjadi di malam pertama pengantin baru ini. Ali dan Prilly terlelap sampai pagi menjelang.

"Mas bangun.."

Ali mengerang dalam tidurnya, semalam ia tidak bisa tidur nyenyak terlebih ketika Prilly memeluk tubuhnya tanpa sadar. Prilly tertidur terlebih dahulu sebelum dirinya hingga gadis itu tak sadar jika tubuhnya terus saja memepeti suaminya hingga membuat Ali tak bisa tertidur pulas bahkan menjelang pagi dan sekarang ketika dibangunkan rasanya ia malas sekali membuka mata.

"Mas bangun dong! Kita mau pulang ini." Ajak Prilly lagi. Tangannya dengan lembut menyentuh wajah suaminya.

"Mas.."

"Sebentar Sayang."

Prilly tersenyum malu-malu saat dadanya kembali berdesir saat mendengar suara serak suaminya yang kembali memanggilnya Sayang. Walaupun bukan pertama kalinya tapi tetap saja hatinya selalu berdebar.

Prilly tersentak kaget saat tangannya digenggam lembut oleh suaminya. Ternyata Ali sudah membuka matanya dan mendapati istrinya yang melamun dengan wajah memerah.

"Kamu kenapa?"

Prilly menggelengkan kepalanya dengan ragu. "Enggak apa-apa Mas." Prilly kembali merasakan wajahnya memerah saat melihat tubuh tegap suaminya yang terpampang jelas di depan matanya.

Ali bertelanjang dada dan Prilly baru menyadarinya sekarang.

"Mandi Mas. Aku siapin bajunya." Prilly beranjak dari sisi ranjang menuju koper mereka dan meraih pakaian suaminya lengkap dengan pakaian dalam Ali.

Ali sudah beranjak dari ranjang dan begitu terdengar pintu kamar mandi tertutup seketika Prilly menghembuskan nafas lega.

Prilly meraba dadanya yang berdegup kencang semalam ia sempat merasa bersalah karena ketiduran dan meninggalkan suaminya padahal tadi malam adalah malam pertama mereka.

"Aish! Prilly bego!" Prilly menepuk pelan kepalanya. "Padahal gue udah nunggu lama malam ini." Desahnya kecewa pada dirinya sendiri.

Prilly tidak merasa rendah atau hina karena menginginkan suaminya. Toh mereka sudah halal dan sudah menjadi hak Ali apapun yang melekat pada tubuhnya begitu juga sebaliknya.

Namun sialnya ia justru ketiduran. Benar-benar menyebalkan.

Drt.. Drt..

Prilly yang sedang memilih pakaian untuk suaminya menoleh saat mendengar deringan yang berasal dari ponselnya.

Beranjak meninggalkan koper yang masih terbuka, Prilly berjalan menuju meja kecil di sisi ranjang dimana ponselnya dan Ali berada.

"Tumben Papa pagi-pagi udah nelpon." Ujarnya bingung saat melihat nama Hendra terpampang di layar ponselnya.

"Jangan-jangan Papa mau tanya proyek 5 cucu lagi?" Tebaknya dengan wajah merengut. Ada-ada saja permintaan Papanya itu.

Menghela nafasnya Prilly akhirnya menerima panggilan dari Hendra.

"Halo Pa?" Sapanya setelah ponsel miliknya tertempel di telinga kanannya.

"Kamu masih di hotel?"

Prilly kembali mengerutkan keningnya, tumben sekali Papanya berbicara dengan suara serius seperti ini.

"Iya Pa. Ini masih di hotel kenapa Pa?"

Terdengar helaan nafas berat Hendra di seberang sana yang membuat Prilly semakin kebingungan saja.

"Ada apa Pa? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Prilly lagi.

"Kamu dan Ali bisa langsung ke rumah Eyang setelah ini?"

"Ke rumah Eyang? Bukannya aku sama Ali pulang ke rumah kita Pa?" Rumah kita yang dimaksud oleh Prilly adalah rumah yang selama ini Prilly tempati bersama Hendra.

"Iya nanti. Tapi sekarang kamu ke rumah Eyang dulu ada hal penting yang harus kita bicarakan Nak."

Prilly menoleh ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka matanya melirik sekilas tubuh tegap suaminya sebelum kembali memfokuskan dirinya pada Hendra yang masih berbicara melalui sambungan telepon.

"Papi kamu ada di rumah Eyang."

Mata Prilly sontak melebar saat perkataan terakhir Hendra memasuki gendang telinganya.

"Papi?" Ulangnya kali ini juga menarik perhatian Ali yang sedang mengeringkan rambutnya.

Prilly memutuskan sambungan telponnya dan beranjak mendekati suaminya. "Mas kita ke tempat Eyang ya? Papi ada di sana." Katanya dengan mata berbinar.

Prilly berfikir Ayahnya kembali karena sudah menyadari jika apa yang selama ini beliau lakukan salah.

Prilly jelas sangat berbinar karena merasa Ayahnya sudah kembali namun Prilly lupa jika tak semua harapan akan selalu sesuai dengan kenyataan bukan?

***

"Apa yang ada di otak kamu Agung?!" Rita tak bisa menahan amarahnya saat melihat putra sulung kembali namun bukan untuk mengakui kesalahannya melainkan meminta haknya sebagai keluarga Laksana karena ia ingin menikahi kekasihnya yang kini sedang berbadan dua.

Rita dan Hendra nyaris tumbang saat Agung dengan bangganya menceritakan perihal kehamilan kekasihnya.

"Aku akan tetap menikahi Clarista Ma." Putus Agung. Ia tidak bisa kehilangan Clarista. Tidak apalagi setelah ia tahu jika kekasihnya sedang mengandung buah cinta mereka saat ini.

"Tidak! Mama tidak akan memberi restu Mama jika kamu benar-benar menikahi wanita murahan itu!"

"MAMA!!"

"Jangan pernah membentak Mama Mas?!" Peringat Hendra dengan jari mengacung ke arah Agung. Rasa hormatnya pada pria ini sudah hilang sejak pertama kali pria ini menyakiti putrinya hanya karena membela wanita murahan itu.

Agung menghembuskan nafasnya. Ia benar-benar tidak suka jika ada yang menghina kekasihnya tidak tepatnya calon istrinya.

Rita menatap putranya dengan kekecewaan yang sangat kentara. Ia tidak menyangka jika Agung putra kebanggaannya akan sedalam ini menceburkan dirinya ke dalam kubangan dosa.

"Aku tidak akan menerima anak harammu sebagai cucuku." Ucap Rita lagi yang kembali membuat Agung naik pitam.

"Papi.."

Semua yang ada di sana menoleh menatap Prilly dan Ali yang baru saja tiba. Prilly tersenyum lebar saat melihat Papinya namun senyuman itu menghilang saat Agung memalingkan wajahnya.

Kaki Prilly membeku namun dengan cepat senyumannya ia lebarkan kembali saat Agung menoleh menatap kearahnya.

"Mama tidak adil. Mama bisa menerima dan menyayangi Prilly tapi kenapa tidak dengan anakku yang lain."

Tubuh Prilly tegang luar biasa saat Ayahnya membicarakan anak. Anak siapa?

"A..anak?" beo Prilly tak percaya.

Ali menggenggam erat tangan istrinya. "Tenang dulu Sayang." Bisiknya pelan pada telinga istrinya.

"Benar. Papi akan segera memiliki anak yang lain bersama calon istri Papi, Clarista." Jawab Agung masih dengan gestur bangganya. Matanya berbinar saat mengingat calon anaknya yang sedang tumbuh di rahim wanita yang sangat ia cintai.

Tubuh Prilly seketika oleng jika tidak ada Ali mungkin wanita itu sudah terjungkal ke belakang. Tatapan tajam Rita dan Hendra sama sekali tidak mengurungkan niat Agung untuk melanjutkan perkataannya.

"Dan sebentar lagi Papi berencana untuk menikahi Clarista dan itu artinya kamu akan segera memiliki Mama baru. Kamu senangkan Nak?" Bak orang yang sudah kehilangan kewarasannya Agung justru tersenyum lebar menatap putrinya yang sudah pias.

"Tidak mungkin.."

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang