Bab 13

2.4K 380 18
                                    


Ali melajukan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Ia masih ingat bagaimana suara khawatirnya Hendra saat menghubungi dirinya tadi.

Ali tidak tahu apa yang terjadi tapi ia yakin pasti sudah terjadi hal buruk sampai Prilly kritis seperti ini. Ali kembali memacu laju mobil Avanza milik Ayahnya.

Perjalanan menuju rumah sakit dimana Prilly di rawat lumayan jauh namun karena sudah tengah malam jalanan yang Ali lalui sedikit lengang jadi ia tidak perlu berlama-lama di jalan.

Tak sampai satu jam kemudian, Ali sudah tiba di parkiran rumah sakit dimana Prilly berada. Setelah memarkirkan mobilnya Ali segera keluar dan berlari menuju loby rumah sakit.

Ali merogoh saku celananya untuk meraih ponselnya, ia berniat untuk menghubungi Om Hendra namun sebelum ia menekan nomor pria itu Ali sudah terlebih dahulu melihat sosok Hendra dan seorang pria lainnya yang berjalan mondar-mandir di depan UGD.

"Om.."

Hendra dan Agung sontak menoleh ketika Ali memanggil Hendra. "Ali. Syukurlah kamu datang." Hendra segera meraih bahu Ali dan memeluknya pelan.

Belum sempat Ali bertanya lebih lanjut perihal keadaan Prilly, tiba-tiba pintu UGD kembali terbuka dan memperlihatkan seorang perawat yang tadi menemui Hendra dan Agung.

"Gimana Pak? Apa Bapak sudah mendapatkan kantong darah?" Tanya perawat itu dengan ekspresi tegang.

"Saya Sus. Saya yang akan mendonorkan darah saya." Ali segera menjawab bahkan tanpa sadar Ali sudah menyeret perawat tersebut untuk segera mengambil darahnya.

Perawat itu langsung sigap membawa Ali ke ruangan lain untuk melakukan donor. Tinggal lah Hendra dan Agung yang menatap kepergian Ali dengan ekspresi berbeda.

"Lihat Mas. Orang lain saja begitu perduli pada Prilly tapi kenapa Mas yang Ayah kandungnya bisa setega itu menyakiti putri Mas?" Suara Hendra terdengar lirih namun Agung masih dengan jelas mendengarnya.

"Siapa pemuda itu?" Hendra bisa merasakan dari suara Kakaknya yang tidak bersahabat ia yakin Kakaknya itu tidak begitu menyukai kehadiran Ali.

Namun Hendra tidak perduli. Di saat seperti ini hanya Ali yang bersedia datang untuk memberikan darahnya untuk putrinya jadi setelah ini apapun akan ia lakukan sebagai tanda terima kasihnya pada pemuda bernama Ali itu.

"Untuk saat ini teman."

"Maksud kamu?"

Agung menoleh menatap Adiknya. Hendra ikut menoleh dan matanya langsung bertemu dengan mata tajam Kakaknya.

"Ali temannya Prilly setidaknya untuk saat ini, kedepannya entahlah tapi aku berharap Ali bisa menjadi bagian terindah dari kehidupan putriku yang sangat memprihatinkan itu." Hendra berkata dengan lugas sekaligus menyindir hingga membuat Agung mendengus pelan.

Hendra tak menghiraukan ekspresi masam Kakaknya. "Mas masih tetap ingin menikahi perempuan itu?"

"Rista. Namanya Clarista."

"Persetan dengan nama wanita sialan itu!" Maki Hendra dengan wajah mulai merah, ia sedang menahan emosinya disaat seperti ini Kakaknya ini masih saja memperdebatkan perihal nama wanita yang  Hendra sebut sialan itu.

"Jangan pernah sebut Rista sialan! Clarista bukan wanita seperti itu!" Bela Agung yang nyaris membuat Hendra melayangkan pukulannya pada Kakak kandungnya sendiri.

"Mas benar-benar udah nggak waras!" Hendra menghela nafasnya. "Tidak apa-apa nikahi wanita itu dan aku akan membawa Prilly pergi bersama ku." putus Hendra yang membuat Agung membulatkan matanya. "Tidak bisa! Kamu tidak bisa membawa putriku begitu saja."

Hendra berdecih sinis. "Kita lihat setelah ini bisa atau tidaknya aku membawa Prilly Mas. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi aku berharap Mas tidak akan kembali dan mengemis maaf pada Prilly putriku."

***

"Mas istirahat saja. Setelah ini akan datang perawat yang akan mengecek kondisi Mas."

Ali menganggukkan kepalanya ia sudah terbaring di sini beberapa saat dan ia sudah mendonorkan dua kantong darah miliknya untuk Prilly.

"Maaf Sus."

"Iya Mas?"

Ali menelan ludahnya sebelum kembali membuka suara. "Sebenarnya apa yang terjadi pada pasien yang bernama Prilly Mbak? Saya temannya. Teman dekatnya." Ali buru-buru menyatakan kedekatannya dengan Prilly supaya Perawat itu tidak curiga.

"Pasien kehilangan banyak darah setelah melukai urat nadinya Mas."

Layaknya petir di siang bolong Ali benar-benar terkejut dan kaget setengah mati setelah mendengar apa yang baru saja Perawat ini katakan.

"Maksud Suster tindakan Prilly bisa disamakan seperti percobaan bunuh diri begitu?" Tanya Ali dengan wajah piasnya.

"Saya tidak tahu pasti Mas tapi melihat luka sayatan di pergelangan tangan pasien sepertinya iya ini merupakan tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh pasien." Jelas Perawat itu sebelum undur diri dari hadapan Ali yang sepertinya sudah kehilangan setengah kesadarannya.

Ali benar-benar tidak menyangka jika Prilly sampai senekat ini. Bunuh diri? Demi Tuhan kenapa Prilly sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Kenapa? Apa yang salah? Apa karena sikap dan kata-katanya tadi siang?

Tapi apa mungkin Prilly sampai memilih mengakhiri hidupnya hanya karena dirinya? Siapa ia? Ali hanya pemuda biasa sedangkan Prilly? Bagi Ali Prilly bak mahkota di kepala Raja yang tidak mungkin bisa ia sentuh.

Perbedaan di antara mereka terlalu kentara jadi tidak mungkin hanya karena dirinya Prilly sampai menghabisi nyawanya sendiri.

"Aku tidak bercanda. Karena ketika mulutku mengatakan aku suka sama kamu maka hatiku juga demikian. Aku bukan orang yang munafik Li."

Sialan!

Ali memejamkan matanya erat-erat saat bayangan Prilly mengungkapkan perasaan padanya kembali terlintas di kepalanya.

"Aku sudah jatuh cinta sama kamu dipertemuan pertama kita dan aku harap perasaanku akan segera bersambut."

"Tidak akan. Aku tidak akan membuka hatiku untuk kamu. Ingat itu!"

Itulah salah satu jawaban yang sering Ali berikan pada Prilly jika gadis itu sudah mulai mengungkapkan perasaan padanya. Prilly seolah tidak bosan mengungkapkan rasa cintanya pada Ali.

Namun sialannya, Ali justru sebaliknya pria itu justru tidak pernah bosan menyakiti hati Prilly dan sekarang lihat. Ali tersenyum miris ketika melihat perban kecil di lengannya.

Ia baru saja mendonorkan darahnya untuk Prilly, gadis yang selama ini ia sakiti hatinya. Gadis yang selalu ia tolak kehadirannya dan sekarang Ali justru berharap jika Prilly bersedia kembali setelah darah mereka bercampur.

Ali berdoa semoga tubuh Prilly tidak menolak darah yang ia donorkan. Kali ini Ali benar-benar memohon kepada Tuhan supaya Prilly diberikan kesempatan untuk hidup bersama mereka lagi.

"Aku mohon jangan pergi Prilly. Aku..aku tidak akan pernah mengizinkan kamu pergi. Sadarlah Prilly! Buka mata kamu, aku mohon."

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang