Bab 10

2.5K 364 25
                                    


Hendra baru beberapa langkah berbalik meninggalkan pintu kamar Prilly, perasaannya tiba-tiba tidak enak hingga ia kembali memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Prilly.

Dan hasilnya nihil, Prilly tetap tidak menyahuti panggilan darinya dan pintu kamar gadis itu juga tak kunjung terbuka.

Perasaan Hendra tiba-tiba berdegup kencang, ia merasa seperti deg-degan berdebar tak jelas hingga ujung kaki dan tangannya mulai mendingin.

"Ada apa ini kenapa perasaanku benar-benar tidak enak." Desahnya pada dirinya sendiri. Tangannya terangkat ke dada untuk merasakan debaran jantungnya yang semakin menggila.

Tak tahan dengan perasaannya akhirnya Bima memutar knop pintu kamar Prilly mencoba peruntungan siapa tahu pintu kamar Prilly tidak dikunci.

Tak!

Senyum Hendra mengembang lebar saat pintu kamar Prilly ternyata tidak dikunci.

"Sayang.. Papa masuk ya?" Hendra bersuara sebelum memasuki kamar putrinya biar bagaimanapun kamar adalah wilayah pribadi Prilly jelas ia harus meminta izin terlebih dahulu.

Saat tak mendengar jawaban apapun dari putrinya akhirnya Hendra memilih untuk tetap memasuki kamar Prilly.

Dan matanya sontak membulat saat melihat tubuh putrinya tergeletak di lantai dengan genangan darah di sekitarnya.

"PRILLY!!!"

Hendra segera berlari menyongsong tubuh putrinya. "Sayang bangun Nak! Ini Papa!" Hendra terus berteriak panik saat melihat wajah pucat Prilly.

"Astagfirullah. MAS AGUNG! MAS AGUNG!" Teriaknya memanggil Agung yang tak lama sudah memasuki kamar Prilly.

"Ya Tuhan! Prilly!" Agung juga tak kalah terkejut saat melihat kondisi Prilly yang begitu mengenaskan.

Hendra meledakkan dasi yang melekat di lehernya lalu ia balut pergelangan tangan kiri Prilly yang terdapat luka menganga di sana.

"Kita harus segera ke rumah sakit Mas!" Hendra segera membopong Prilly menuju garasi mobil mereka.

Agung duduk tercenung di depan genangan darah putrinya. "Prita, Mas mohon jangan bawa putri kita. Biarkan dia tetap di sini bersama Mas." Ujarnya di sela lelehan air mata.

Teriakan keras dari Hendra menyentak kesadaran Agung hingga membuat pria itu buru-buru beranjak menyusul Adiknya.

Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Agung dan Hendra berdoa supaya Tuhan tidak mengambil Prilly dari mereka. Darah segar masih terus mengalir disela balutan dasi Hendra di pergelangan tangan Prilly.

Hendra seperti orang kesetanan mengemudikan mobil layaknya orang gila. Hendra tak perduli jika setelah ini ia akan berurusan dengan polisi karena yang ada di kepalanya saat ini adalah segera tiba di rumah sakit supaya putrinya segera mendapat penanganan medis.

"Sialan!" Hendra mengumpat kasar saat mobil di depannya tiba-tiba berbelok tanpa lampu menghidupkan lampu sen hingga nyaris membuat mobil Hendra menabrak mobil tersebut.

"WOI ANJING! LO BISA BAWA MOBIL NGGAK HAH?!" Teriak Hendra tak perduli jika suaranya mampu mengundang perhatian pengguna jalan yang lain.

Hendra kembali memacu mobilnya, jika Hendra sibuk meracau mengumpat tak jelas berbeda dengan Agung yang sejak tadi tak mengeluarkan satu patah katapun.

Perhatian pria itu hanya tertuju pada putrinya yang ada di pangkuannya. Wajah pucat Prilly mengingatkan dirinya pada Prita, almarhumah istrinya yang memilih kembali ke sisi Tuhan setelah memberikan dirinya bidadari cantik.

Namun sayang hari ini tangan Agung sendirilah yang melukai bidadari yang di titipkan oleh istrinya.

"Jangan bawa Prilly Sayang, Prita tolong jangan bawa putri kita bersamamu. Mas tidak akan bisa hidup tanpanya. Mas mohon.'

***

Semalaman Ali tidak bisa memejamkan matanya. Dadanya terus berdebar kencang dan rasanya benar-benar tidak nyaman.

Ali merasa gundah dan gelisah sepanjang malam perasaannya berkata jika sudah terjadi sesuatu yang buruk tapi pada siapa?

Ali belum pernah merasakan hal seperti ini bahkan ketika ia harus kehilangan cintanya dulu. Ali pernah mencintai seseorang dulu meskipun usianya masih sangat muda kala itu namun Ali sudah sangat yakin dengan perasaannya namun sayang mana mungkin ada yang mempercayai cinta dari seorang bocah seperti dirinya.

Ali beranjak dari ranjangnya lalu ia usap wajahnya dengan perlahan. Ia benar-benar tidak tenang saat ini. Hatinya seperti merasakan denyutan yang rasanya sakit sekali.

Ada apa ini?

Ali benar-benar merasa tidak tenang apalagi ketika tiba-tiba muncul bayangan wajah kecewa Prilly padanya tadi siang.

Sial!

Kenapa bayangan wajah kecewanya Prilly silih berganti terlintas di kepalanya.

"Ini aku bawain minum buat kamu."

"Nggak perlu aku bisa beli sendiri."

Ali memejamkan matanya saat kejadian di lapangan beberapa bulan lalu terlintas kembali. Kala itu ia baru saja selesai bermain volly saat Prilly datang dengan membawa satu botol minuman yang dengan tega ia tolak.

Ali tidak menerima botol itu dan memilih membeli minuman yang lain. Kenapa jika diingat sekarang Ali merasa dirinya benar-benar jahat pada Prilly?

"Li ajarin aku soal ini dong! Aku masih nggak ngerti."

"Males. Tanya aja sama Ibu Melly memangnya aku guru kamu apa?"

Sialan!

Ali kembali mengumpat kali ini ia tujukan untuk dirinya sendiri. Ali benar-benar tidak sadar jika selama ini ia begitu kejam bersikap pada Prilly.

Ia tak pernah memperlakukan gadis itu dengan baik.

Dada Ali kembali bergemuruh dan rasanya sakit sekali. "Ya Tuhan sakit sekali." Lirih Ali sambil memegang dadanya.

Bertepatan dengan Prilly di sebuah rumah sakit sedang berjuang untuk bertahan. Prilly belum melewati masa kritisnya. Denyut nadi gadis itu semakin melemah hingga membuat para Dokter yang menanganinya berteriak pada perawat untuk menyiapkan alat kejut jantung.

Denyut jantung Prilly semakin melemah.

Dokter kembali meletakkan alat pacu jantung di dada Prilly untuk memancing detak jantung gadis itu karena impuls listrik kecil dari alat tersebut dapat menstimulasi otot jantung untuk mempertahankan denyut jantung yang cocok untuk Prilly yang masih belum melewati masa kritisnya.

Kondisi gadis itu benar-benar mengkhawatirkan.

"Dokter pasien kembali membutuhkan transfusi darah." Kata perawat yang melihat kantong darah kedua yang mereka gunakan untuk Prilly sudah habis.

"Segera minta keluarganya untuk mencari donor darah!"

"Baik Dokter."

Dirumahnya Ali masih terus mengerang menahan sakit karena jantungnya terus berdetak kencang hingga membuat rongga dadanya seperti didobrak dari dalam.

Ali memejamkan matanya, ia berharap tidak ada sesuatu hal yang buruk yang terjadi saat ini terutama pada Prilly. Benar, Ali sedang mengkhawatirkan Prilly saat ini entah karena alasan apa ia pun tidak tahu.

Yang pasti Ali benar-benar cemas dan ketakutan saat ini.

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang