Bab 5

2.4K 324 7
                                    


"Assalamualaikum tuan putrinya Ibu.."

Aisya yang sedang bermain dengan salah seorang karyawan toko kue Ibunya sontak menoleh dan tersenyum lebar saat melihat Ibunya datang bersama sang Abang.

"Ibu.." Pekiknya ceria. Aisya meninggalkan boneka-bonekanya lalu berlari sambil memekik ceria kearah Ibunya.

Wulan tertawa pelan melihat bagaimana aktifnya sang putri. "Hati-hati Nak." Ujarnya yang sama sekali tak dihiraukan oleh Aisya.

Wulan segera membawa putrinya ke dalam gendongannya lalu ia kecup gemas seluruh wajah Aisya hingga membuat putri cantiknya itu tertawa karena kegelian.

Melihat tawa Ibu dan Adiknya membuat tawa Ali ikut menguar, ia benar-benar menyukai pemandangan ini. Tawa dua wanita ini adalah kebahagiaan untuk Ali.

"Maaf Bu, bolu gulungnya stocknya sudah habis."

Wulan yang sedang menciumi Aisya sontak menoleh menatap karyawannya. "Oh iya tunggu sebentar ya." Karyawan itu mengangguk pelan sebelum keluar dari kamar Aisya itu.

"Nah sekarang Adek main sama Abang ya, Ibu mau buat kue dulu." Walaupun sudah bisa Bos di tokonya itu, Wulan tak benar-benar melepaskan area dapur kesayangannya itu. Bagi Wulan dapur adalah salah satu tempat yang bisa membuatnya bahagia dan melupakan semua kepelikan hidupnya.

Di dapur lah ia bisa bebas berekspresi tanpa perlu menjaga imej atau apapun jadi ketika memutuskan untuk membuka toko tak semata-mata hanya karena untuk uang tapi juga untuk kebahagiaan dirinya.

Dan sejak tokonya di buka kurang lebih sekitar 3 atau 4 tahun lalu, Wulan sendirilah yang selalu membuat kue-kue dengan aneka model dan rasa. Syukurnya semakin hari semakin banyak peminat kue-kue buatannya itu terutama bolu gulung yang sejak dulu menjadi andalan toko kue ini.

Ali meraih Aisya lalu dibawa Adiknya ke ranjang. "Nah sekarang saatnya Ais bobo ya?" Aisya tak lagi menolak sepertinya gadis kecil itu memang sudah mengantuk sejak tadi.

Tanpa protes Aisya segera membaringkan tubuh mungilnya di atas ranjang bahkan sebelum Ali menemukan cerita yang cocok untuk ia dongengkan pada Adiknya, Aisya sudah terlebih dahulu terlelap.

Ali tersenyum gemas saat mendengar dengkuran halus dari gadis kecilnya itu. Hidupnya semakin berwarna sejak kehadiran Aisya, berbeda dengan teman-temannya yang dulu rata-rata tidak menginginkan kehadiran Adik lagi setelah usia mereka beranjak remaja, Ali justru sangat senang saat Ibunya melahirkan seorang Adik cantik untuknya.

Meskipun usianya berselisih sampai 13 tahun dengan Adiknya, Ali tidak merasa malu atau apapun ia justru merasa sangat bahagia.

(Usia Aisya aku ubah jadi 5 tahun ya)

Setelah memastikan Aisya benar-benar tertidur pulas, Ali mulai beranjak dari posisinya sebelum menyusul Ibunya ke dapur Ali membereskan semua mainan Aisya dulu.

Ali memang sering membersihkan kamar itu supaya Aisya lebih betah berada di sini dan setelah semuanya tersusun rapi, Ali melangkah meninggalkan Aisya yang terlelap dan menyusul Ibunya ke dapur.

***

Prilly memandang ke sekelilingnya, ia pikir Papa Hendranya akan mengajaknya berburu makanan manis di sebuah mall atau toko kue terkenal yang terletak di pusat kota tapi alih-alih ke mall pria yang sudah ia anggap sebagai Ayah kandungnya itu justru mengajaknya ke sebuah toko kue mungil yang terletak nyaris ke pinggiran kota.

"Papa yakin beli kue di toko ini?" bukan maksudnya untuk menghina hanya saja ketika melihat kehidupan mewah Hendra, Prilly merasa ragu jika pria itu bersedia berbelanja di tempat biasa seperti ini bukan tempat elit seperti mall-mall yang biasanya mereka kunjungi.

Hendra melepas sabuk pengamannya lalu menatap toko kue mungil di depannya. "Kue di sini juara. Papa jamin! Bahkan lebih enak dan mantap dari pada toko kue langganan Eyang." Ujarnya seolah bangga karena bisa menemukan toko kue ini.

Prilly melirik Hendra sekilas sebelum menganggukkan kepalanya. Jika Hendra sudah seantusias ini berarti kue di toko ini memang juara dan Prilly jadi ikut penasaran ingin mencoba aneka kue di toko ini.

"Ayok kita turun! Kamu bebas mau makan kue apa aja Papa yang bayarin." Ujar Hendra dengan gayanya yang sombong hingga membuat Prilly mendengus.

Hendra tertawa pelan, ia bahagia sekali melihat ekspresi wajah Prilly yang mulai ceria kembali.

"Ayok Papa!"

"Ah iya ayo Sayang!"

Prilly dan Hendra melangkah memasuki toko kue itu. Sambutan ramah dari para karyawan menjadi nilai plus dimata Prilly. Ia menyukai keramahan karyawan toko ini.

Ah, sepertinya toko ini akan menjadi salah satu tempat favoritnya setelah ini.

"Mbak saya pesan bolu gulungnya 50 kotak ya." Prilly menoleh menatap Hendra dengan pandangan ngeri. "50 kotak memangnya Papa mau buat acara apa?"

"Ya buat sendirilah. Nyetok aja di kamar, di dapur terus di kantor juga pokoknya Papa harus punya banyak stok bolu gulung di toko ini. Enak banget sih." Hendra berbicara dengan mata berbinar-binar membayangkan kelembutan tekstur bolu gulung itu ketika menyentuh lidahnya.

Dua karyawan toko terlihat sumringah karena ada pelanggan tampan yang memuji kue dari toko mereka.

"Alhamdulillah Pak. Tapi untuk 50 kotak Bapak harus menunggu karena stok kue yang jadi hanya 10 kotak Bapak."

"Enggak apa-apa Mbak sampai besok pun mau saya tunggu untuk bolu enak itu." sahut Hendra yang membuat Prilly memutar matanya.

Prilly memilih mengelilingi toko sambil melihat aneka macam kue yang ada di rak-rak kaca yang benar-benar menggugah seleranya. Toko ini terlihat mungil namun nyaman sekali dengan tatanan kursi kecil yang berjejer di sudut toko.

Sepertinya toko kue ini juga menyediakan aneka minuman segar dan hangat yang cocok untuk menemani pelanggan yang ingin menyantap kue-kue di sini.

"Kamu mau apa Sayang?" Prilly menoleh menatap Hendra lalu menunjuk kearah deretan kue coklat keju yang sejak tadi menarik perhatiannya.

"Baiklah. Mbak putri saya mau yang ini." Hendra memanggil karyawan toko yang tadi melayani mereka.

Prilly memilih beranjak menuju sofa mungil yang ada di sudut toko sampai akhirnya ia mendengar pintu di sebelahnya terbuka.

"Loh Ali kok kamu di sini?"

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang