Bab 17

2.4K 377 18
                                    


"Kamu yakin nggak apa-apa aku tinggal sendiri?"

"Iya."

"Aku cuma pulang bentar aja sekalian ganti baju."

"Nggak balik lagi juga nggak apa-apa."

"Masak? Nanti kalau kamu nangis nggak ada aku siapa yang peluk?"

"Ish.."

Ali tertawa kecil melihat Prilly yang mengeram kesal padanya. "Ya udah aku pulang ya? Om Hendra juga udah dijalan mau ke sini katanya." Ali terlihat mengutak-atik ponselnya sebelum berbalik untuk menerima panggilan.

"Halo Om."

Prilly yakin Ali sedang menelpon Papa Hendra. Pria itu sejak tadi begitu khawatir padanya bahkan Ali tidak bergerak sedikit pun dari ruangannya. Pria itu benar-benar tidak ingin membuatnya merasa sendirian.

Jujur, Prilly terharu, Prilly bahagia dengan apa yang Ali lakukan padanya meskipun hatinya tetap saja belum tenang melihat wajah tampan itu ia masih belum rela jika Ali sampai dimiliki oleh wanita lain termasuk Salsa.

Prilly terlihat menghembuskan nafas lelahnya. Bukankah kemarin ia yang begitu ngotot untuk melupakan Ali? Membiarkan pria itu hidup tanpa bayang-bayang dirinya? Lalu kenapa justru ia sendiri yang merasa berat untuk itu.

Apalagi setelah Ali memperlakukan dirinya sebaik ini. Prilly benar-benar tidak rela tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa jika waktu bertahun-tahun yang lalu ia lalui dengan memperjuangkan Ali tapi tidak bisa membuat pria itu menerima dirinya ia bisa apa selain menyerah? Benarkan?

Lalu bagaimana ia bisa menyerah pada perasaannya ketika Ali begitu manis dalam bersikap dengannya sejak pagi tadi.

Apa Ali sudah berubah? Apa ini hikmah dari semuanya?

"Baik Om. Ali cuma sebentar pulangnya setelah itu Ali balik ke sini lagi jagain Prilly." Prilly mengerjapkan matanya saat telinganya kembali mendengar suara Ali rupanya pria itu sedang berjalan mendekat ke arah ranjangnya.

Sepertinya Ali sudah selesai berbicara dengan Papa Hendra.

"Aku pulang ya."

"Iya loh udah dari tadi juga kamu izin terus." Prilly tidak tahu kenapa ia jadi sewot sendiri, entah karena Ali terlalu lama di sini atau hatinya tak rela Ali pulang dan meninggalkan dirinya sendirian di sini.

Benar-benar membingungkan.

Prilly membuang tatapannya menolak menatap Ali yang sejak tadi begitu intens jika sudah menatap dirinya. Ada dengan Ali sih?

"Ngapain sih liatin gitu banget?" Protes Prilly yang membuat Ali menghela nafasnya. "Apa kita akan bahagia jika hidup bersama?"

"Apa?" Prilly seperti mendengar Ali berbicara namun begitu samar dan tidak jelas. Ali menggeleng pelan. "Tidak ada. Ya sudah aku pulang ya."

"Heum."

"Heum doang?" Tanya Ali dengan mata mengerling, Prilly tahu pria itu pasti akan kembali menjahili dirinya. Entah sejak kapan Ali yang kaku ini jadi senang sekali menjahili dirinya.

"Lah terus kamu mau apa?"

"Yes! Kamu lagi."

"Elo maksudnya." Prilly buru-buru meralat perkataannya yang membuat wajah ceria Ali sontak kuyu kembali. Di dalam hati Prilly nyaris meledakkan tawanya, ekspresi wajah Ali saat ini benar-benar lucu.

"Ya udah aku pulang." Ali kembali berpamitan entah untuk ke berapa kalinya namun belum juga beranjak dari sisi ranjangnya.

Prilly baru akan membuka suara untuk bertanya saat tiba-tiba Ali memajukan wajahnya dan melabuhkan sebuah kecupan manis di pelipisnya.

Cup!

"Cepat sembuh dan jangan sakit lagi. Aku pulang dulu." Ali langsung berbalik meninggalkan Prilly yang hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali.

Benarkah yang barusan mengecup dirinya itu Ali? Pria kaku yang menyebalkan itu?

Luar biasa.

***

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam Nak."

Alo tersenyum lebar menatap Ibunya, dengan penuh hormat ia cium punggung tangan Ibunya. "Ayah kemana Bu?"

"Ke toko Nak sama Adek." Ali mengangguk pelan menanggapi jawaban Ibunya.

Wulan menatap putranya yang sepertinya sedang menguarkan aura lain dari wajahnya. "Kamu kenapa Bang?"

Ali mengernyit bingung menatap Ibunya. "Kenapa gimana Bu? Abang ke kamar dulu ya." Ali baru akan beranjak ke kamarnya namun tangan Wulan terlebih dahulu menahan lengannya. "Tunggu dulu. Kamu belum jawab pertanyaan Ibu loh."

"Pertanyaan apa Bu?" Ali ingin segera tiba di kamarnya lalu bersih-bersih dan kembali ke rumah sakit. Kasihan Prilly di sana sendirian.

Mengingat Prilly, tanpa bisa dicegah senyum manis terbit di bibirnya. Ali benar-benar tidak menyangka dirinya akan seberani itu mengecup pelipis wanita yang berhasil membuat jantungnya berdetak kencang.

Ali tidak tahu kenapa tapi itulah yang sejak semalam ia rasakan jika semalam mungkin karena khawatir tapi sekarang?

Tanpa sadar Ali menyentuh dadanya dan semua tingkah laku Ali itu tidak luput dari perhatian Ibunya, Wulan. Wulan yang sejak awal merasa ada yang aneh dengan putranya semakin ke sini semakin yakin jika memang terjadi sesuatu pada Ali.

Tapi apa?

"Abang!"

"Iya Prilly?"

"Apa Prilly? Kamu lagi-lagi manggil Ibu Prilly?" Wulan tidak bisa menahan senyumannya saat melihat tingkah malu-malu putranya. Terlihat sekali Ali sedang salah tingkah saat ini.

"Maaf Bu."

"Nggak apa-apa Ibu maafin. Asal kamu jawab jujur ada hubungan apa kamu sama Prilly Bang?" Wulan kembali mengerling menggoda putranya hingga membuat wajah Ali semakin merah saja.

"Abang ke kamar dulu nanti Abang jelasin." Ali langsung ngacir ke kamarnya meninggalkan Wulan yang tertawa terbahak-bahak ia benar-benar geli melihat kelakuan putranya itu.

Ditengah tawanya tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan memperlihatkan suaminya di sana. "Loh udah balik Mas? Aisya mana?"

"Nggak mau pulang katanya Sayang mau main sama Mbak-mbak di toko." Jawab Hutama suami Wulan.

Wulan mengangguk pelan. "Biar aja Mas nanti biar aku yang jemput ke toko."

"Abang udah pulang?" Tanya Hutama saat melihat mobilnya yang semalam di gunakan oleh putranya kini terparkir di depan rumah.

Wulan mengangguk pelan. "Udah Mas. Ada yang aneh loh sama Abang."

Hutama sontak mengernyit bingung. "Aneh gimana Sayang?"

Wulan terkikik geli bukannya langsung menjawab pertanyaan suaminya. Wajah penasaran suaminya sedikit membuatnya bahagia.

"Kenapa sih kayaknya kamu senang banget deh?" Hutama ikut tersenyum melihat wanitanya tersenyum. Senyuman Wulan adalah kebahagiaan untuknya.

"Sepertinya kita akan segera punya mantu deh Mas."

"Maksudnya?"

"Abang sedang jatuh cinta loh Mas."

"Iya? Alhamdulillah.."

Kedua orang tua itu saling tertawa membicarakan putranya yang tanpa mereka sadari sejak tadi Ali mendengar semuanya. Benarkah dia jatuh Cinta?

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang