Bab 4

2.4K 324 9
                                    


"Ayok dong Sayang. Papa lagi pengen banget nih makan yang manis-manis."

"Liat aku aja Papa pasti hilang pengennya Papa kan aku manis." Jawab Prilly bergurau. Ia sudah bisa tertawa dan semua berkat Hendra.

Pria itu tak beranjak sedetikpun dari kamarnya. Prilly sudah membersihkan diri dan juga sudah memakan makan siang yang dibawa oleh Hendra. Dan sekarang mereka sedang duduk bersantai sambil menatap kolam renang melalui dinding pembatas yang terbuat dari kaca di sisi kiri kamar Prilly.

Hendra berdecak pura-pura kesal pada jawaban Prilly padahal ia sudah merasa sangat lega melihat Prilly sudah kembali mengajaknya bercanda.

"Ayo dong Sayang! Papa beneran pengen ini." Hendra kembali merayu keponakannya itu.

"Kayak ngidam aja sih Pa." Ejek Prilly yang kembali dibalas dengusan oleh Hendra. "Aku lagi diet loh Pa. Jangan buat dietku gagal ya karena kegoda liat Papa makan kue nanti." Ancam Prilly yang justru membuat tawa Hendra mengudara.

"Diet apa sih Sayang? Badan kamu udah mungil begini masih aja diet-dietan segala." Protes Hendra yang memang tidak pernah setuju dengan keinginan putrinya yang begitu fokus pada dietnya padahal Prilly tidak gendut bahkan cenderung kurus kalau menurut Hendra.

Prilly memutar matanya pelan, ia benar-benar sangat tahu jika Papanya ini tidak suka dengan diet yang sedang jalani. Sebenarnya Prilly tidak benar-benar diet hanya saja akhir-akhir ini ia seperti tidak bernafsu pada makanan apalagi setelah tahu jika Ayah kandungnya akan segera menikah.

Prilly harus mencari cara supaya bisa menggagalkan rencana pernikahan Ayahnya itu. Prilly tidak bisa menerima wanita itu sebagai Ibunya. Tidak!

Air mata Prilly kembali menetes ketika mengingat bagaimana sang Ayah begitu kekeuh pada keinginannya untuk menikahi wanita yang nyaris seumuran dengan putrinya.

"Sudah jangan menangis lagi. Sekarang ayo ikut Papa! Kamu butuh udara segar untuk menenangkan hati dan pikiran kamu Nak."

Kali ini Prilly tidak membantah, ia benar-benar melakukan apa yang Hendra minta. Dengan perlahan Prilly bangkit dari tempat duduknya meraih sling bag coklat miliknya lalu menerima uluran tangan Hendra.

Mereka bersiap untuk keluar dari kamar saat pintu kamar Prilly tiba-tiba terbuka. Mata Prilly langsung menoleh ke samping ia menolak menatap Ayahnya ia masih sangat kecewa pada keputusan yang Ayahnya ambil bahkan tanpa mempertimbangkan perasaannya.

"Nak--"

"Ayok Pa kita pergi dari sini. Prilly benar-benar butuh udara segar." Prilly memeluk lengan Hendra sebelum menyeret pria itu keluar dari kamarnya meninggalkan Agung yang mematung di dekat pintu kamar putrinya.

"Sayang.."

"Aku tunggu di mobil ya Pa." Prilly langsung beranjak meninggalkan Hendra dan Agung. Ia tahu Papa Hendra nya sedang berusaha membujuknya untuk berbicara dengan Papinya namun untuk saat ini Prilly tidak ingin membicarakan apapun dengan Papinya terlebih perihal pernikahan sang Papi.

Hati Prilly kembali berdenyut nyeri mengingat Papinya yang lebih memilih wanita itu daripada dirinya. Di dalam mobil Hendra, Prilly kembali menumpahkan air matanya.

"Mami... Mami....Hiks.. Hiks.." Rintihan hati Prilly begitu memilukan memenuhi seantero mobil Hendra.

***

"Mas kenapa Mas melakukan semua ini?" Hendra menatap Abangnya dengan tatapan tak percaya.

Agung mengusap wajahnya dengan kasar. "Mas tidak bisa melepaskan Rista Hendra! Mas terlalu mencintainya. Mas akan tetap menikahnya." putus Agung yang membuat Hendra menggeleng kepala. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Abangnya ini.

"Bahkan dengan mengorbankan perasaan putri Mas sendiri?" Tanyanya dengan nada mencemooh. Agung diam, pria itu bungkam seolah membenarkan apa yang Adiknya tanyakan.

Hendra tersenyum miris. "Baiklah. Lalukan apa yang menurut Mas itu yang terbaik. Jangan khawatirkan Prilly karena aku Papanya akan melakukan apapun demi kebahagiaan putriku!" Ucap Hendra dengan mata memicing tajam. Ia tak segan memberikan tatapan penuh perhitungan pada Abang kandungnya satu-satunya saudara yang ia miliki.

Agung menatap Hendra dengan tatapan sendu. "Maaf."

"Bukan padaku Mas harus meminta maaf tapi pada Prilly putri satu-satunya yang Mas miliki dan hari ini Mas benar-benar total dalam menyakiti hati putri Mas, darah daging Mas sendiri." Hendra memasukkan tangannya ke saku celananya lalu ia tatap Agung dengan tatapan dalam.

"Aku yakin saat ini Mbak Prita pasti sedang menumpahkan air matanya di sana melihat pria yang ia cintai setengah mati sepanjang usianya ternyata lebih memilih menyakiti darah daging yang mati-matian ia perjuangkan untuk melihat dunia bahkan sampai mengorbankan nyawanya sendiri namun hari ini dengan begitu tenang Mas menyakiti hatinya." Hendra memperlihatkan senyuman mirisnya. "Semoga Mas tidak menyesali keputusan Mas hari ini suatu saat nanti." Hendra menepuk pelan bahu Abangnya sebelum melangkah meninggalkan Agung yang terpaku didepan pintu kamar putrinya.

Prita apa kau sedang mengutukku saat ini karena sudah menyakiti hati putri kita?

Agung memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Sakit sekali.

"Maafkan aku Prita. Maaf aku tidak bermaksud menyakiti mu dan anak kita tapi aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku pada Rista aku benar-benar telah jatuh cinta pada gadis itu. Maafkan aku Prita. Maaf." Agung berbicara sendirian dengan meremas erat bagian dadanya yang terasa sakit.

Di dalam mobil, terlihat Hendra sedang menenangkan putrinya. Prilly menangis terisak-isak di pelukan Om-nya. Prilly ingin sekali saat ini Ayahnya datang menghampiri dirinya lalu mengatakan akan membatalkan pernikahannya demi putrinya.

Demi Prilly.

"Aku memang tidak memiliki arti apapun untuk Papi, Pa." Lirihnya dengan penuh kesedihan. Hendra mengeratkan pelukannya ia tidak tahu harus memberikan tanggapan seperti apa karena rasanya apa yang Prilly racaukan saat ini tidak sepenuhnya salah.

Hendra menatap kearah pintu rumahnya dengan hati berdarah. Kamu benar-benar tega menyakiti putrimu hanya demi Cinta yang belum jelas peruntungannya itu Mas.

"Sabar Sayang. Papa akan selalu buat kamu." Hendra merenggangkan sedikit pelukannya pada Prilly, hatinya berdenyut sakit saat melihat wajah Prilly yang kembali bersimbah air mata.

Sekuat tenaga aku membuatnya tersenyum tapi dalam hitungan menit kamu bisa membuatnya menangis seperti ini Mas. Dimana hati kamu sebenarnya Mas? Kenapa kamu tega menyakiti darah daging mu sendiri? Kenapa Mas?

"Jangan menangis Sayang. Hati Papa sakit sekali melihat kamu menangis seperti ini." mohon Hendra dengan mata berkaca-kaca. Prilly berusaha memperlihatkan senyumannya meskipun air matanya tetap mengalir setidaknya ia lega sekaligus bahagia karena masih ada Hendra yang menyayangi dan perduli padanya.

"Aku sayang Papa."

"Papa juga sayang kamu Nak. Sayang sekali."

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang