Bab 12

2.6K 342 21
                                    


Tengah malam itu disebuah rumah minimalis terlihat kegaduhan yang berasal dari seorang pemuda yang tiba-tiba menggedor tepatnya memukuli pintu kamar orang tuanya.

"Ayah!"

"Ibu!!"

Teriaknya layaknya orang gila. Jantungnya jangan ditanyakan lagi sejak menerima telepon dari seorang pria bernama Hendra, nyawanya seperti terbang ke awang-awang.

Prilly kritis.

Hanya kalimat itu yang terus melekat di otaknya.

Prilly butuh transfusi darah secepatnya.

Dan kalimat itu yang membuat denyut jantungnya semakin bertambah sakit.

Ia tidak tahu apa yang terjadi, tadi siang walaupun terlihat kuyu tapi Prilly baik-baik saja. Senyum cantiknya masih mengembang lebar ketika melihatnya.

Meskipun setelahnya ia berhasil menyurutkan senyuman itu karena mulut lancangnya yang begitu lancar jika dalam menyakiti hati gadis mungil itu.

Ali mengacak rambutnya yang sudah berantakan sejak tadi. Ia tidak tahu harus bersyukur karena memberikan kartu nama toko kue Ibunya tadi atau menyesal karena kartu tersebut ia jadi kalang kabut begini tapi yang pasti Ali tidak merasa keberatan atau direpotkan dengan kabar buruk ini.

Kabar buruk? Ya Tuhan sebenarnya apa yang terjadi sampai gadis cerewet itu bisa kritis seperti ini?

"Aku cerewet bikin gemes tahu."

Ali kembali mengingat kilasan interaksi mereka beberapa waktu lalu. Tangannya yang sejak tadi menggedor pintu kamar orang tuanya sontak terhenti karena rasa sakit kembali mendera dirinya.

"Kenapa harus kritis Pril? Kenapa harus kamu? Apa yang sebenarnya terjadi Prilly?" Desahnya pilu.

Ali nyaris kembali menggedor pintu kamar orang tuanya tiba-tiba pintu kayu itu terbuka dan memperlihatkan raut wajah mengantuk Ibunya.

"Kenapa Bang? Ini masih tengah malam loh Nak." Wulan bertanya sesekali terlihat wanita menutup mulut karena menguap.

"Abang harus ke rumah sakit Bu."

Mata Wulan sontak melebar. "Ngapain? Siapa yang sakit Bang? Abang sakit iya?" Wulan langsung panik. "Ayah! Ayah bangun! Ini anak kita sakit loh Yah!" Wulan kini justru berteriak memanggil suaminya.

Ali kembali dibuat pusing dengan tingkah Ibunya. "Bu dengerin dulu bukan Abang yang sakit tapi temen Abang yang tadi siang ke toko." Ali langsung menjelaskan kepada Ibunya.

Sontak Wulan terdiam. "Gadis cantik itu?"

"Iya Bu. Prilly namanya dan sekarang Prilly kritis Bu." Ali menelan ludahnya kasar saat kembali mengingat bayangan kecewa di wajah Prilly tadi siang. "Dia butuh transfusi darah dan kebetulan darah kami cocok Bu jadi Abang ingin ke rumah sakit untuk donorin darah Abang buat Prilly." Ali tak memiliki waktu lagi untuk menjelaskan secara urut pada Ibunya termasuk mengenai telpon Om Hendra beberapa waktu lalu.

Wulan menutup mulutnya. "Ya Tuhan apa yang terjadi pada gadis manis itu." Wulan hanya melihat sekilas gadis itu tadi siang namun ia yakin Prilly adalah anak baik. "Semoga teman kamu cepat pulih ya Bang."

"Amin. Ya sudah Abang ke rumah sakit dulu ya Bu." Ali meraih tangan Ibunya mengecup hormat punggung tangan wanita yang sangat ia cintai itu.

"Pakek mobil Ayah aja Bang. Hati-hati di jalan Nak jangan lupa kabarin Ibu ya!"

"Iya Bu. Nanti Abang kabarin kalau udah sampe rumah sakit."

***

"Ck! Udah tengah malam gini Mas Agung masih belum ngehubungin gue! Nyebelin banget sih tuh laki-laki tua!"

Clarista terlihat mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia sengaja ngambek sama Agung supaya pria itu membujuknya seperti kemarin-kemarin. Jalan-jalan keluar negeri lah, beli tas, apartemen malahan merajuknya beberapa hari lalu ia diberikan mobil oleh Agung supaya ngambeknya mereda.

Sial! Lalu kenapa malam ini Agung tidak membujuknya sama sekali sih?

Rista kembali menatap ponselnya yang sejak tadi berada di dalam genggaman tangannya. Jika bukan karena kekayaannya ia jelas tidak akan mau dengan Agung.

Ganteng sih tapi tetap saja tua. Cocoknya mereka jadi Ayah dan anak bukan sepasang kekasih. Tapi apa boleh buat hidupnya sudah terlalu lama menderita jadi inilah kesempatan untuknya bangkit dan keluar dari lubang kemiskinan.

Rista dan Ibunya bukan dari lahir miskin hanya saja kehidupan mereka berubah melarat seperti ini tepat setelah Ayah kandungnya meninggalkan dia dan sang Ibu dengan membawa seluruh harta kekayaan mereka. Ayahnya memilih menikahi wanita lain dan meninggalkan anak dan istrinya.

Rista masih ingat bagaimana Ibunya menangis meraung-raung meratapi nasib rumah tangganya kala itu, Rista sudah dewasa jelas ia tahu ada yang tidak beres pada orang tuanya sampai akhirnya semua terjawab setelah dua orang preman datang mengusir mereka karena rumah yang mereka tinggali sudah dijadikan jaminan hutang oleh Ayahnya.

Tak cukup hanya dengan mobil dan emas Ibunya yang dicuri tapi Ayahnya bahkan tega menggadaikan rumah yang menjadi satu-satunya tempat tinggal dia dan Ibunya supaya mereka menderita. Miris sekali bukan?

Clarista menyeka air matanya. Ia tidak akan menangisi lagi Ayah tidak tahu diri seperti Ayahnya. Ketika susah mereka berjuang sama-sama namun dikala senang Ayahnya memilih pergi dan mencampakkan mereka.

"Gue nggak perduli dengan apapun yang pasti gue harus segera jadi Nyonya Agung." Desahnya penuh tekad. Jika saja bukan karena putri dari kekasihnya yang sialan itu mungkin saat ini ia dan Agung sudah sah menjadi suami istri.

Dan Rista tidak perlu lagi tinggal di apartemen ini. Mewah sih tapi tetap saja istana Agung Laksana lebih menggoda.

Clarista menerbitkan senyuman culasnya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan saat ini supaya Agung segera menyambangi apartemennya. Ia akan kembali merayu Agung supaya pria itu segera menikahi dirinya.

Benar. Dia dan Agung harus segera menikah lalu setelah itu ia akan pindah ke kediaman konglomerat itu dan setelahnya baru ia pikirkan lagi rencana apa yang akan ia lakukan untuk menendang putri pria itu dari rumahnya.

Tawa sinis Clarista terdengar menggema memenuhi kamar mewahnya sebelum tangannya bergerak mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Setelah itu dengan santainya ia melemparkan ponselnya dan bersiap untuk tidur. Ah, ia pasti akan mimpi indah malam ini.

Mas, aku benar-benar rindu kamu. Aku harap besok kita akan bertemu dan melepas rindu. Aku sakit karena rindu ini Sayang. Please, temui aku besok.

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang