"Kondisi pasien saat ini sudah stabil. Pasien berhasil melewati masa kritisnya. Kita hanya perlu menunggu pasien sadar dan membuka matanya."Hendra dan Ali langsung mengucap syukur setelah Dokter memberitahu mereka kabar baik itu. Keduanya saling berpelukan mereka benar-benar bahagia mendengar kabar itu.
Setelah Dokter pergi, Hendra mengajak Ali untuk duduk di kursi depan UGD sambil menunggu Prilly dipindahkan ke ruang VVIP. Prilly masih memerlukan pantauan khusus meskipun sudah dipindahkan ke ruang inap.
"Maaf Om. Sebenarnya apa yang terjadi pada Prilly?" Ali memberanikan diri untuk bertanya pada Hendra.
Meskipun masih terlihat lesu namun secercah senyum terlihat di wajah lelah itu. "Panjang ceritanya Li dan sekarang yang terpenting tolong kamu jawab pertanyaan dari Om."
Wajah Ali sontak menegang tanpa perintah, jantungnya mulai berdebar tak karuan meskipun Ali bisa dengan mudah menguasai dirinya. "Ada apa Om?" Tanyanya dengan ekspresi wajah yang sudah terlihat biasa saja.
Hendra menatap dalam pemuda didepannya, ia yakin pasti ada sesuatu antara Prilly dan Ali. Jika hanya teman biasa tidak mungkin Ali bersedia ditengah malam buta begini ia mintai tolong. Ayolah! Jangan kalian pikir Hendra ini sosok yang bodoh.
Dia sudah sangat tahu tabiat teman-teman Prilly selama ini mereka semua berteman dengan Prilly hanya untuk menaikkan pamornya dan juga keluarganya karena Prilly adalah putri dari Agung Laksana.
Tapi Ali, Hendra melihat ada sesuatu yang beda dari pemuda ini dan Hendra berharap Ali benar-benar tulus pada putrinya karena ia tahu setelah ini kehidupan Prilly pasti akan sangat berat terlebih mengingat Agung yang sepertinya tidak akan dengan mudah membatalkan pernikahannya dengan wanita murahan itu.
"Om ada apa?" Ali merasa risih karena sejak tadi Hendra begitu intens menatapnya.
Hendra menghela nafasnya. "Om tahu mungkin ini permintaan yang berat untuk kamu." Ali mengernyit bingung ia mulai cemas dengan apa yang akan Hendra katakan.
"Maksud Om gimana?" Ali masih terlihat santai saja padahal dadanya sudah berdebar kencang.
Hendra mengusap wajahnya, ia tidak punya pilihan Ali selain mengikutsertakan Ali dalam masalah keluarganya ini terlebih mengingat putrinya, Hendra benar-benar tidak punya cara lain selain meminta Ali untuk menikahi Prilly.
"APA OM?" Ali sontak berdiri dari kursinya menatap Hendra dengan tatapan tak percaya. "Om menikah bukan hal main-main dan saya belum siap untuk itu." Lanjut Ali yang membuat Hendra mendesah lesu.
"Om tahu dan Om tidak meminta kamu untuk bermain-main dengan pernikahan." Ali nyaris pingsan setelah mendengar permintaan Hendra yang menurutnya sama sekali tidak masuk akal itu.
"Tapi Om harus melakukan ini karena setelah ini kehidupan putri Om akan semakin berat dan Om tidak bisa selalu ada di sisinya." Hendra punya pekerjaan bukan berati Prilly tak lebih penting dari pekerjaannya tapi ia harus tetap profesional dalam bekerja karena ribuan karyawannya menggantungkan hidup pada perusahaannya.
Ali mengusap wajahnya dengan kasar. "Sebenarnya apa yang terjadi sih Om? Kenapa harus sampai menikah? Memangnya ada apa?" Ali tak lagi mengingat jika dirinya hanyalah orang luar di tengah keluarga Prilly.
Ia benar-benar tidak akan bisa terima jika Hendra tidak memberinya alasan yang masuk akal dan akhirnya mulutnya kembali terbuka lebar ia tidak menyangka jika saat ini Prilly sedang dalam kondisi pelik seperti itu.
"Hanya kamu yang Om percaya untuk menjaga putri kesayangan Om." Ucap Hendra lagi yang membuat hati Ali semakin bimbang.
Menikah? Disaat usianya belum mencapai 20 tahun? Wajarkah itu?
***
Menjelang subuh Prilly sudah membuka matanya senyum mirisnya langsung terbit saat melihat keadaan di sekitarnya rupanya ia benar-benar tidak jadi mati.
Prilly mendengus pelan saat melihat jarum infus tertancap di tangan kanannya dan perban putih di tangan kirinya. Prilly benar-benar gagal dalam usaha bunuh dirinya.
Prilly belum menyadari sosok pria yang sedang terlelap di sofa mungil dengan posisi tidurnya meringkuk karena sofa itu tidak bisa menampung bobot tubuh besarnya.
Dan juga sosok Hendra yang tertidur pulas di ranjang lain yang ada di sudut kamar itu. Prilly mengira dirinya sendirian toh ia sudah biasa seperti ini sejak dulu jika sakit ia hanya ditemani oleh Eyangnya atau Papa Hendra nya jika beliau tidak sibuk dan untuk kali ini Prilly berharap Hendra sibuk hingga ia tidak perlu mendengar omelan sang Papa.
Prilly yakin kali ini Hendra tidak akan melepaskan dirinya begitu saja. Prilly sudah duduk tegak di ranjangnya lalu menyenderkan tubuhnya pada dinding di belakangnya.
Tubuhnya masih lemah namun Prilly bukan gadis cengeng hingga rasa sakit yang mendera tubuhnya tak serta merta membuatnya menangis. Prilly masih sanggup menahan diri untuk tidak meneteskan air mata seperti kata Maminya dia anak kuat.
"Prilly tidak akan menangis Mi. Prilly kuat!" Ucapnya dengan mata berkaca-kaca, tatapannya fokus pada perban di pergelangan tangannya ia baru sadar jika apa yang ia lakukan adalah benar-benar sebuah kesalahan.
Mati dalam keadaan bunuh diri jelas tidak ada dalam kamusnya. Itu terlalu mengerikan.
Prilly masih fokus pada perban ditangannya hingga ia tidak sadar jika sosok yang meringkuk di atas sofa kini sudah terjaga dan berjalan mendekati ranjangnya.
"Kamu sudah bangun?"
Prilly nyaris terjungkal karena terkejut dengan suara serak yang tiba-tiba terdengar didekatnya. "A..ali?" Prilly mengerjap beberapa kali untuk memastikan jika yang berdiri didepannya saat ini adalah Ali.
"Iya ini aku." Jawab Ali dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Ngapain lo di sini?" Tanya Prilly judes, ia jelas belum lupa bagaimana kemarin siang Ali memperlakukan dirinya.
Ali mengusap wajahnya pelan sebelum memfokuskan dirinya pada Prilly yang kini justru menolak untuk menatap dirinya. "Kamu masih marah soal yang kemarin?"
"Menurut lo aja!"
Ali tersenyum geli, ia benar-benar tidak tahu sejak kapan tapi ia akui Prilly yang sedang merajuk didepannya ini benar-benar terlihat menggemaskan meskipun wajahnya masih sedikit pucat.
"Aku nggak suka loh sama Salsa."
"Bodo amat! Lo kira gue perduli? Nggak kali! Mau lo suka sama siapapun terserah lo!" cerocos Prilly yang membuat tawa Alit terdengar lirih.
"Aku baru tahu."
"Tahu apa?" Prilly terpancing dan menoleh menatap Ali dengan wajah penasarannya.
"Kamu cantik kalau lagi marah."
Blush!
Sialan!
Prilly merona.
*****
Hari ini ada promo ya jangan sampai kelewatan silahkan chat ke wa 081321817808
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Harta dan Ali
RomanceNext cerita aku kali ini aku bakalan nulis cerita tentang anak SMA gitu, semoga suka yaa.. Silahkan cek ceritanya jangan lupa vote dan komennya ya dear..