Bab 27

2.3K 357 14
                                    


Menjelang siang Agung tiba di rumah sakit di mana putrinya di rawat. Dengan terburu-buru ia melangkah memasuki lobby rumah sakit. Dengan penampilannya yang rapi membuat beberapa orang perawat menatapnya dengan tatapan memuja.

Agung masih cukup tampan meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Kegagahannya membuat wanita-wanita rela menjerit ketika mendapati senyuman darinya.

Agung memasuki lift yang akan membawanya ke kamar putrinya. Ia sedikit gelisah membayangkan sambutan yang akan ia dapat dari putrinya.

Prilly pasti tidak akan menyambutnya dengan hangat setelah apa yang ia lakukan. Namun, Agung juga tidak bisa mengabulkan permintaan putrinya. Ia tidak bisa meninggalkan Rista. Dia sudah terlanjur mencintai wanita itu.

Drrt....drtt...

Agung merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya.

Rista Sayang calling..

Senyuman di wajahnya seketika mengembang saat melihat nama kekasihnya terpampang di layar ponselnya.

"Halo Sayang?"

Agung semakin melebarkan senyumannya saat mendengar rengekan Rista diseberang sana yang mengeluh rindu padahal baru beberapa jam mereka berpisah.

Manjanya Rista ini yang membuat Agung 'kecanduan' hingga tidak bisa meninggalkan wanita itu.

"Mas juga rindu. Sabar ya nanti malam Mas ke apartemen kamu ya?" Agung berucap lembut dengan pandangan mulai menggelap. "Shit! Rista jangan mendesah! Desahan mu membuatku bergairah!" Agung tanpa malu mengumpat dan berbicara sefrontal itu ketika dengan sengaja ia mendengar desahan demi desahan sang kekasih melalui sambungan telponnya.

Agung sampai memejamkan matanya saat telinganya kembali menangkap suara rintihan kekasihnya yang memanggil namanya dengan begitu mesra. Agung benar-benar tidak bisa menahan dirinya.

"Stop sayang! Kamu membuat Mas tegang."Akunya tanpa malu bahkan tanpa sadar Agung sampai memegang bagian tubuhnya yang mengeras.

"Kamu pengen kan Mas? Kemari Sayang, aku di sini sedang menunggu kamu aahh.."

Agung dengan cepat mematikan sambungan ponselnya ketika pintu lift terbuka di lantai dimana putrinya berada. Dengan cepat ia keluar dari lift bukan untuk menyambangi kamar putrinya ia justru memasuki lift yang lain yang akan membawanya kembali ke lantai dasar.

Ia harus segera menemui kekasihnya. Dan lagi-lagi Agung memilih Rista dan  mengabaikan keberadaan putrinya yang sejak kemarin diam-diam menunggu kedatangan sang Papi.

***

Wulan dan Hutama datang bersama Aisya setelah dihubungi oleh putranya mereka buru-buru mendatangi rumah sakit di mana Eyangnya Prilly menunggu mereka.

Wulan membawa beberapa kotak kue dari tokonya sebagai buah tangan untuk calon mantunya. "Yah nggak nyangka ya Abang cepet banget gedenya mana mau nikah lagi." Ujarnya saat mereka sama-sama melangkah memasuki lobby rumah sakit.

Hutama yang menggendong putrinya menggeleng pelan. "Ya kan Ibu yang paling demen punya mantu kan?"

"Iya dong Yah. Ayah belum liat sih gimana cantiknya calon mantu kita." Sahut Wulan dengan ekspresi berbinar-binar.

"Abang mana?" Aisya menanyakan keberadaan Abangnya.

"Sebentar lagi kita ketemu Abang ya." Hutama mengecup pelipis putrinya.

"Mas kira-kira keluarga Prilly ngerestuin nggak ya pernikahan anak kita?" Wulan mulai cemas. "Kan Mas tahu sendiri kalau keluarga kita jauh banget dibawah keluarga Prilly yang konglomerat itu." Wulan tiba-tiba mengingat kejadiannya dulu yang ditolak oleh keluarga suaminya karena berasal dari kalangan bawah meskipun saat ini posisi Ali tidak sama dengannya namun dibandingkan dengan keluarga Laksana jelas mereka tak ada apa-apanya.

Hutama menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan istrinya, pria itu terlebih dahulu menekan tombol lift yang akan membawa mereka ke kamar Prilly dimana keluarga Prilly menunggu mereka.

Jujur Hutama sangat kaget ketika putranya menghubungi dirinya dan meminta ia dan istrinya segera ke rumah sakit karena Eyangnya Prilly sedang menunggu mereka. Eyangnya Prilly ingin membicarakan perihal pernikahan mereka.

Hutama sama sekali tidak keberatan putranya menikah di usia muda justru itu lebih baik untuk menghindarkan putranya dari pergaulan-pergaulan yang tidak jelas termasuk sex bebas.

Lagipula sebentar lagi Ali akan lulus sekolahnya dan ketika mempunyai tanggung jawab ia yakin putranya akan semakin terarah kedepannya.

Intinya Hutama dan Wulan hanya mengharapkan kebahagiaan untuk putra sulungnya itu saja.

"Jangan memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi Bu. Jika keluarga Prilly sudah menghubungi kita pasti mereka sudah menerima kita." Ucap Hutama kalem setelah lift yang akan membawa mereka ke lantai dimana kamar Prilly berada terbuka.

Wulan mengangguk setuju dan selama berada di dalan lift mereka mulai bercerita tentang pernikahan putranya.

***

"Rita."

"Wulan Bu."

Rita tersenyum hangat ketika melihat kedua orang tua Ali terlebih si kecil Aisya yang sejak tiba tidak mau melepaskan pelukannya dari sang Abang.

Ali begitu telaten mengurusi adiknya dan keyakinan Rita semakin besar jika sosok Ali adalah pria yang pantas untuk cucunya.

"Kenalan dulu ini Kak Prilly." Ali mengenalkan Aisya pada Prilly.

Prilly tersenyum lebar saat mata bulat Aisya menatapnya dengan pandangan berbinar. "Kakaknya cantik ya Bang kayak barbie yang sering Aisya liat di TV." Kata Aisya dengan wajah polosnya yang begitu menggemaskan.

Ali dan Prilly sontak tertawa setidaknya kehadiran Aisya diantara mereka sedikit mengurangi kegugupan mereka menunggu para orang tua yang sedang berbicara di ruang santai.

Kamar VVIP yang ditempati Prilly jelas memiliki fasilitas lengkap jadi jangan heran dengan banyaknya ruangan di kamar ini.

Prilly yang duduk bersandar di ranjangnya mengulurkan tangannya untuk menyambut Aisya. "Siniin Mas Aisya-nya." Pintanya pada Ali.

"Mas?" tanya Ali bingung.

"Ya kan bentar lagi nikah masak iya aku panggil suamiku nama doang." Ali kembali dibuat salah tingkah dengan kerlingan mata jahil Prilly.

Ia tahu Prilly sedang menggodanya namun ia tetap saja salah tingkah.

"Duduk Bang." Suara Aisya menghentak Ali dengan cepat ia serahkan Aisya pada Prilly.

Aisya dan Prilly sontak saling bercanda dengan pribadinya yang ceria jelas tidak sulit bagi Prilly untuk dekat dengan Aisya.

Ali tersenyum kecil melihat kedekatan Adik dan calon istrinya ini. Meskipun di dalam hati ia sedang cemas sekali ia takut jika keluarga Prilly menolak dirinya karena kedudukan keluarga mereka yang tidak setara sedangkan Prilly meskipun sedang tertawa bersama Aisya pikirannya juga sedang was-was ia takut jika keluarga Ali menolak dirinya karena hubungannya yang tidak baik dengan Ayah kandungnya.

Prilly tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi keluarga Ali jika mereka sampai tahu jika sebentar lagi Ayah kandungnya akan menikahi seorang wanita yang sepantaran dengan putrinya. Aib sekali.

Prilly benar-benar malu atas apa yang Ayahnya lakukan tapi apa boleh buat sekuat tenagapun ia sangkal dari yang mengalir dalam tubuhnya adalah darah yang sama dengan pria yang menyakiti hatinya.

Miris sekali.

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang