Pukul 11 malam Prilly membuka matanya karena desakan dari kantong kemihnya yang ingin segera dikeluarkan. Prilly kebelet pipis hingga ia tidak lagi bisa melanjutkan tidurnya.Prilly memaksakan matanya untuk terbuka dan hal pertama yang ia lihat adalah suasana kamarnya yang berubah remang-remang, Prilly tahu itu dikarenakan lampu utama sudah dimatikan hingga cahaya yang berasal dari lampu sudut membuat pencahayaan menjadi remang-remang ditambah lagi dengan tirai di jendela besar sebelah kirinya tidak di tutup.
Prilly bisa melihat sosok pria yang selama ini menghuni hatinya sedang menatap indahnya pemandangan malam, gemerlap lampu-lampu mobil di bawah sana serta di gedung-gedung yang bersisian dengan rumah sakit mampu memanjakan mata hingga membuat siapa saja betah berdiri di depan jendela itu termasuk Ali pria itu sepertinya belum sadar jika Prilly sudah terjaga.
Prilly tak langsung beranjak ke kamar mandi, ia memilih memastikan dulu keberadaan Papanya. Prilly takut jika kakinya yang masih belum kuat menopang tubuhnya karena Prilly merasa kondisi tubuhnya saat ini belum benar-benar pulih.
Prilly ingin meminta Hendra menolongnya, memapahnya ke kamar mandi, ia benar-benar sudah kebelet sekali.
Namun sialnya ia tak menemukan siapapun di sana selain Ali bahkan tidak juga Carla kemana mereka semua? Kenapa ia lagi-lagi ditinggal pergi dan hanya berdua dengan Ali?
"Kamu sudah bangun?"
Prilly refleks menoleh saat mendengar suara Ali rupanya pria itu sedang berjalan kearah ranjangnya. "Heum."
Ali tersenyum kecil sepertinya Prilly belum memaafkan dirinya sikap gadis itu masih begitu dingin padanya. Tidak apa-apa biar saja seperti ini yang penting gadis itu baik-baik saja.
Ali hanya ingin Prilly baik-baik saja ia tidak mau lagi melihat Prilly kesakitan seperti kemarin. Ia takut ia akui itu.
"Kamu mau kemana?"
"Kamar mandi."
"Terus?" Tanya Ali dengan wajah bingungnya, Prilly ingin ke kamar mandi kan? Lalu kenapa gadis itu masih duduk resah di atas ranjang?
Prilly nyaris memukul kepala Ali yang bego atau pura-pura bego demi menjahili dirinya. Prilly terlalu gengsi mengakui jika ia tidak mampu berjalan ke kamar mandi.
"Papa kemana?"
"Belum balik kayaknya macet mana mulai hujan lagi tuh." Ali mengarahkan dagunya ke jendela besar di kamar itu. Benar, Prilly melihat rintik-rintik hujan mulai membasahi kaca jendela.
Tanpa sadar Prilly mendesah kecewa. Ia sudah kebelet sekali dan ia tidak mungkin sanggup menunggu Papanya bisa-bisa ia ngompol di atas ranjang.
Iyuh! Memalukan sekali.
"Kamu butuh sesuatu?" Ali kembali bersuara saat melihat Prilly seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Aku mau ke kamar mandi."cicit Prilly dengan wajah merah padamnya.
Ini sudah nyaris tengah malam dan Prilly meminta Ali untuk membantunya ke kamar mandi kejadian memalukan macam apa ini Ya Tuhan.
Ali tersenyum kecil melihat wajah merona Prilly tanpa mengatakan apapun ia segera meraih Prilly ke dalam gendongannya.
"Kamu pegang sendiri infus kamu bisa?" Tanyanya setelah Prilly ada di dalam gendongannya.
Prilly shock luar biasa namun kepalanya tetap mengangguk. Rona merah mulai menjalar ke lehernya ketika melangkah pandangan Ali justru terpaku padanya.
"Ja..jangan liat." Pintanya dengan suara terdengar mencicit tak jelas.
"Kenapa?"
"Malu!" Prilly tanpa sadar justru membenamkan wajahnya di dada Ali untuk menyembunyikan wajahnya yang merona bahkan rona merah itu mulai menjalar ke telinga bahkan sampai ke lehernya.
"Kenapa harus malu dengan calon suami sendiri."
"Ya? Apa?!"
***
"Mau di tungguin di sini?"
"Ya nggak lah! Paan sih!"
Ali tertawa saja mendengar suara ketus calon istrinya. Prilly masih belum mengomentari lebih lanjut pernyataannya tadi. Ali akan menunggu sampai Prilly bertanya dan dia akan menceritakan semuanya.
Ali rasa tidak perlu Hendra karena ia yakin ia bisa menangani masalah ini sendiri hitung-hitung Ali sedang belajar menjadi kepala rumah tangga yang harus bisa menyelesaikan masalah keluarganya sendiri.
Ali keluar dari kamar mandi namun tidak beranjak dari depan pintu, Ali takut jika Prilly sudah selesai dengan urusannya di dalam sana nanti, gadis itu enggan memanggil dirinya dan memilih berjalan sendiri.
Ali takut jika Prilly kenapa-napa melihat wajah gadis itu yang masih sedikit pucat.
Ali kembali mengalihkan pandangannya ke arah jendela menatap rintikan hujan yang kini mulai deras membasahi kaca jendela kamar inap Prilly.
Ali sudah memikirkan semuanya dan ia memutuskan untuk menerima permintaan Hendra. Ia akan menikahi Prilly meskipun belum tentu Prilly menerima dirinya tapi setidaknya ia sudah melakukan sesuatu yang baik untuk gadis itu.
Anggap saja ini adalah balas budinya atas kebaikan Prilly selama ini. Ia merasa bersalah tentu saja namun ia akan berusaha menebusnya dengan menjaga Prilly sepanjang usianya.
Ali tidak menganggap pernikahan mereka nanti sebagai pernikahan palsu atau pura-pura karena Ali berniat untuk menjalani kehidupan rumah tangganya dengan sungguh-sungguh.
"Kamu ngapain di sini?"
Ali mengerjap pelan saat mendengar suara Prilly yang begitu dekat dengannya. "Kamu udah selesai?" Ali balik bertanya yang membuat Prilly mengangguk pelan. "Udah." jawabnya berniat melangkah menuju ranjangnya sambil memegang botol infusnya namun lagi-lagi ia kembali dikejutkan dengan tindakan Ali yang tiba-tiba menggendong dirinya.
"Turunin Li! Aku bisa jalan sendiri!" Prilly meronta pelan dalam gendongan Ali. "Tenanglah jika tidak ingin terjerembab ke lantai." Peringat Ali yang membuat Prilly seketika menghentikan gerakannya.
Prilly jelas tidak mau terjatuh tubuhnya sudah cukup sakit.
Dengan tenang Ali membaringkan tubuh Prilly di atas ranjang. "Hati-hati." Ingatnya saat Prilly memberikan botol infus padanya. Ali takut gadis itu lupa dan melukai tangannya.
Prilly sudah berbaring nyaman di ranjangnya dan sekarang adalah saatnya ia bertanya perihal maksud Ali tadi.
"Jadi bisakah kamu jelaskan maksud kamu apa tadi?" Tanya Prilly dengan wajah datarnya.
Ali menarik kursi hingga berdekatan dengan ranjang Prilly, lalu mendudukkan dirinya di sana. "Aku berniat menikahi kamu." Jawab Ali dengan wajah biasa saja padahal jantungnya sudah tak karuan sejak Prilly menatapnya dengan tatapan datar seperti itu. Jujur ia takut untuk mendengar jawaban Prilly jangan tanya kenapa karena ia sendiri juga tidak tahu.
"Kenapa kamu menikahiku?" Tanya Prilly setelah beberapa saat memilih diam. "Jika karena permintaan Papa atau siapapun aku menolak." sambung Prilly sebelum Ali membuka mulutnya.
"Dan sekarang kamu boleh pergi dari sini. Keberadaan kamu di sini tidak berarti apa-apa untukku. Jadi pergilah!" Usir Prilly sambil menoleh menatap jendela kaca mengabaikan Ali yang membeku di tempatnya.
Inilah jawaban yang harus ia terima?
*****
Jangan lupa ikut promo akhir tahun ya dear kapan lagi hanya dengan 350k kalian akan dapat 19 pdf aku termasuk cerita ini walaupun masih PO.
Berminat? Silahkan list ke wa 081321817808
Terima kasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Harta dan Ali
RomanceNext cerita aku kali ini aku bakalan nulis cerita tentang anak SMA gitu, semoga suka yaa.. Silahkan cek ceritanya jangan lupa vote dan komennya ya dear..