Bab 33

2.4K 387 23
                                    


Hari dimana Ali dan Prilly mengikat janji suci di depan penghulu dan keluarga mereka akhirnya tiba. Tepat pukul 10 pagi, Ali benar-benar resmi meminang gadis cantik yang terlihat berkaca-kaca saat kata 'sah' menggema di seluruh aula gedung dimana pernikahan mereka di laksanakan.

Keluarga Ali dan Prilly sepakat melaksanakan pernikahan anak-anak mereka di gedung selain menjaga privasi dari orang-orang sekitar mereka juga ingin acara ini khusus untuk keluarga inti saja.

Sehingga tak banyak yang hadir namun suasana kekeluargaan cukup kental di sana. Semua yang hadir di sana menadahkan tangannya mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh penghulu untuk kebahagiaan dan keharmonisan keluarga Ali dan Prilly.

Pasangan suami istri itu juga terlihat sangat khusu' dalam mengaminkan segala doa untuk kebaikan mereka.

Kebahagiaan terlihat terpancar di wajah keduanya hingga menular kepada Wulan dan juga Rita serta Hutama dan Hendra yang bahkan sudah menitikkan air matanya. Pria itu benar-benar masih belum percaya jika gadis kecil yang ia kasihi dengan sepenuh hati kini sudah resmi menyandang status baru sebagai seorang istri.

"Sabar Mas."

"Ah iya Mas." Hendra sedikit malu ketika Hutama mengangsurkan selembar tisu ke hadapannya. Dia benar-benar tidak ingin terlihat cengeng tapi apa daya ketika lelehan air matanya justru semakin deras alih-alih berhenti.

"Nih! Cengeng banget jadi laki!"

Kali ini bukan Hutama yang menyodorinya tisu melainkan wanita yang sudah berminggu-minggu ini menjaga jarak darinya. Carla.

"Terima kasih."

"Heum."

Gadis itu terlihat cantik dengan kebaya merah muda yang membalut tubuhnya. Wajahnya yang jutek justru semakin membuat Hendra terpukau dengan kecantikan gadis ini.

Gadis yang sampai saat ini belum memberinya kesempatan untuk menjelaskan kesalahpahaman terakhir mereka.

"Carl Mas--"

"Stop! Aku nggak mau dengar apa-apa dari mulut pendusta Mas itu ya." Carla mengangkat tangannya menahan mulut Hendra untuk melanjutkan perkataannya.

Alih-alih marah Hendra justru terkekeh geli melihat wajah cemberut gadis ini. "Kamu cantik."

"Udah dari dulu kali situ yang kagak sadar." Ketus Carla yang kembali membuat tawa kecil Hendra mengudara.

"Sstt.. Jangan ribut kalian berdua. Itu pengantin mau sungkeman dulu." Rita menegur anak dan sahabat cucunya yang sejak tadi ia perhatikan asik sendiri.

Carla sontak menundukkan kepalanya. "Maaf Eyang." Ucapnya pelan berbeda dengan Hendra yang sama sekali tidak mengindahkan peringatan Ibunya.

Hendra asik menatap Carla yang sudah mulai merasakan panas menjalar di wajahnya sekuat tenaga ia usahakan supaya ekspresi wajahnya tidak berubah. Ia sudah bertekad tidak akan memaafkan Hendra begitu saja setelah apa yabg pria itu lakukan padanya.

Cih! Apa dia pikir aku akan memaafkannya dengan mudah setelah ia menggandeng perempuan lain? Mimpi saja sana pria tua!

"Lihat ke depan jangan ke samping! Pengantinnya di sana bukan di sini." Ujar Carla ketus sambil melirik sinis kearah Hendra yang sejak tadi menatapnya dengan begitu intens hingga membuatnya jengah sendiri.

"Aku ingin melihat pengantinku."

Deg!

Carla berdehem pelan sebelum berdecih sinis apalagi ketika matanya tanpa sengaja melihat wanita yang digandeng Hendra di mall memasuki aula gedung. Kepalanya sontak berasap apalagi ketika melihat senyum lebar perempuan itu saat melihat Hendra matanya mendadak sakit ketika melihat lebarnya senyuman perempuan itu.

"Tuh pengantin mu datang!" Ketus Carla sebelum beranjak meninggalkan Hendra yang melongo tak percaya. Matanya mengikuti arah yang ditunjuk Carla seketika umpatan keluar dari mulutnya.

"Sialan! Padahal nyaris baikan sama Carla."

***

Isak tangis haru terdengar tak hentinya dari Wulan saat Ali mencium tangannya sebelum beranjak memeluk wanita yang sudah membesarkan dirinya itu.

Wulan bahagia? Sangat. Ia benar-benar bahagia melihat putra sulungnya kini sudah menjadi seorang suami.

"Ibu tidak akan berbicara banyak Bang. Ibu hanya minta cintai dan sayangi istrimu layaknya kamu mencintai dan menyayangi dirimu sendiri Nak." Ali menganggukkan kepalanya. Perlahan pelukan mereka terlepas dengan lembut Ali mengusap air mata Ibunya.

Wulan tersenyum di sela tangisnya. "Abang sudah punya tanggung jawab sekarang. Ibu yakin putra Ibu ini mampu menjadi seorang suami yang baik untuk istrinya." Wulan mengusap pelan wajah putranya. "Abang akan jadi pemimpin yang bijak dan bisa membimbing istri Abang menuju surganya Allah." sambungnya dengan isakan pelan.

Ali dan yang lainnya sontak mengamini perkataan Wulan. Prilly yang berada di samping Ali ikut menitikkan air mata. Ia benar-benar terharu dengan permintaan Wulan pada suaminya. Ia merasa begitu dicintai oleh mertuanya ini.

Ali bergeser ke pangkuan Ayahnya, kini giliran Prilly yang mencium tangannya Wulan dengan penuh hormat setelahnya tubuhnya ditarik oleh sang mertua. Prilly memejamkan matanya ketika merasakan pelukan hangat dari Ibunda tercinta suaminya.

"Ibu tidak tahu harus mengatakan apa yang penting harus kamu ingat sekarang kamu anak Ibu kamu putri Ibu dan Ayah jadi jika terjadi sesuatu jangan sungkan-sungkan untuk berbagi dengan kami ya Nak." Bisik Wulan dengan suara seraknya.

Prilly mengeratkan pelukannya pada Wulan, lelehan air matanya semakin deras. "Iya Bu. Terima kasih karena sudah menerima Prilly menjadi menantu Ibu."

"Tidak Nak. Ibu yang seharusnya berterima kasih karena kamu bersedia menjadi bagian dari keluarga kami yang tidak ada apa-apanya ini." Wulan tidak merasa rendah diri tapi jelas mereka semua tahu jika keluarganya tidak ada apa-apanya jika disandingkan dengan keluarga Laksana.

Setelah puas memeluk Ibu mertuanya kini Prilly beralih kepada Ayah mertuanya, beliau juga melakukan hal yang sama memeluknya dengan penuh kasih dan memberi pesan yang juga nyaris serupa dengan Ibu mertuanya. Beliau berpesan supaya dirinya tidak sungkan untuk berbagi dengan Ayah mertuanya beliau akan selalu ada untuknya yang sudah beliau anggap sebagai putrinya sendiri.

Ali sudah selesai dengan Eyang Rita kini ia berhadapan dengan Hendra yang matanya terlihat sembab karena terlalu lama menangis. Dengan penuh kehangatan ia tepuk pelan pundak Ali.

"Papa tidak akan berkata banyak karena Papa yakin kamu sudah tahu apa yang ingin Papa katakan bukan?" Ali menganggukkan kepalanya. "Iya Pa." Jawabnya kalem.

Hendra menganggukkan kepalanya dengan ekspresi serius ia tatap Ali lamat-lamat.

"Papa hanya ingin segera kasih Papa cucu. Kalau perlu kembar 5 sekaligus." Kata Hendra tanpa malu dengan suara cukup keras hingga mampu didengar oleh Rita dan kedua orang tua Ali serta Carla yang menatap jijik pria yang sampai saat ini masih ada di hatinya itu.

Sontak wajah Ali dan Prilly memerah hingga membuat tawa keluarganya terdengar akhirnya sepasang pengantin baru itu menjadi bulan-bulanan keluarga mereka.

Suasana yang awalnya haru biru kini berubah ceria diisi dengan canda dan tawa semua keluarga yang berkumpul di sana.

*****

Cinta, Harta dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang