Zia memandang ponselnya yang menampilkan grup bernama "GOES TO BANDUNG" yang dibuat teman-temannya untuk memudahkan mereka membahas trip sehabis Ujian Nasional. Rencana yang Kenan bilang waktu itu bukanlah sekadar wacana saja, tetapi memang benar direalisasikan meski Alif, Raka, dan Bagas tidak bisa ikut trip kali ini. Awalnya beberapa dari mereka tidak setuju apabila ada yang tidak ikut, namun ketiga orang itu berkata untuk tetap pergi sesuai rencana.
Grup yang berisi teman-teman sekolahnya juga Bayu dan kawan-kawan itu seperti sudah saling mengenal satu sama lain. Padahal mereka baru bertemu sekali pada acara makan-makan ulang tahun Kenan. Entah bagaimana caranya dalam waktu dekat mereka sudah seperti teman lama. Zia hanya sesekali menimpali kalau dirasa ia harus mengeluarkan pendapat. Zia ini tipe silent reader kalau dalam grup seperti ini.
Meninggalkan sosial medianya sejenak, Zia beralih pada orangtuanya yang sedang menonton acara televisi. Ia teringat kalau belum meminta izin untuk pergi liburan sehabis ujian.
"Ayah."
Sang Ayah menoleh pada putrinya yang baru terdengar suaranya sejak tadi. "Kenapa, Dek?"
"Abis UN aku sama temen-temen ada rencana ke Bandung, boleh?" Zia bertanya dengan hati-hati. Meski Ayahnya bukan tipe orang tua yang sering melarang anaknya, tetapi tetap saja Zia merasa was-was takut tidak diperbolehkan. Apalagi kali ini pergi ke Bandung yang perjalanannya lumayan jauh karena sebelumnya Zia belum pernah pergi sejauh ini hanya dengan teman-temannya saja.
"Siapa aja yang ikut?" Seperti yang sudah-sudah, pertanyaan pertama ketika Zia izin untuk pergi keluar adalah siapa saja yang ikut.
"Alita sama Niki ikut kok."
"Cowoknya?" Karena ini perjalanan jauh, Ayah Zia berpikir pasti ada cowok yang ikut dengan mereka.
"Ada Kenan sama temen-temen cowok yang lain, Yah. Oh iya, yang nyetir mobilnya juga Kakak Kenan kok," jawab Zia. Memang tadi Kenan sudah berkata bahwa kakaknya akan ikut dan bersedia menjadi supir mereka.
"Ya udah. Yang penting ada orang dewasanya ikut."
Zia tersenyum mendengar jawaban Sang Ayah. Sebenarnya ia sudah mengira kalau Ayahnya pasti akan mengizinkan, namun tetap saja harus izin terlebih dulu. "Makasih, Ayah!" pekiknya sambil memeluk lengan kiri Ayahnya.
"Nginep berapa hari kamu, Zi?"
Zia menoleh pada Mamanya yang sejak tadi fokus menonton televisi. "Rencananya cuma tiga hari, Ma." Dikarenakan ada yang tidak ikut, mereka yang ikut sepakat hanya tiga hari saja. Jadi, bisa dibilang ini hanya liburan singkat biasa. Nanti saat semuanya bisa mungkin akan mereka rencanakan lagi liburan yang lebih lama.
"Oh iya, itu pengumuman SNM kamu kapan?"
Mendengar pertanyaan Mamanya, Zia mengecek ponselnya untuk melihat tanggal pengumuman SNMPTN itu yang ternyata kurang lebih dua minggu lagi. "Tanggal 8 bulan depan, Ma."
"Bentar lagi ya." Zia hanya menjawab dengan anggukan kepala. Akhirnya setelah memikirkan dengan serius universitas juga jurusan yang tepat dan sesuai dengan nilainya, Zia memilih jurusan yang berhubungan dengan pendidikan dan bahasa asing seperti keinginannya sejak lama.
Semoga saja salah satu jurusan itu berpihak padanya.
***
Pukul setengah empat sore.
Bel pulang sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Kelas sepuluh maupun sebelas yang tidak punya kepentingan apa-apa lagi di sekolah sudah berhamburan pulang ke rumah masing-masing. Namun, tidak untuk kelas dua belas yang masih harus melakukan kelas tambahan. Mengingat senin depan sudah Ujian Sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Ficção Adolescente"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...