Tiga puluh dua

11 3 6
                                    

Memasuki semester terakhir, semua murid kelas dua belas di manapun berada pasti sedang sibuk-sibuknya dalam berbagai hal. Dihadapkan dengan berbagai jenis ujian, menyiapkan diri dalam SNMPTN, dan berjaga-jaga juga untuk SBMPTN. Semua mereka lakukan untuk mengakhiri masa sekolahnya. Ujian tulis yang berbeda di setiap minggunya cukup menguras otak, namun yang jauh lebih melelahkan jiwa dan raga ialah ujian praktik.

Di sekolah Zia, ada dua ujian praktik yang mengharuskan mereka menunjukkan keahliannya dalam berakting, yaitu pada pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bukan hanya itu, mereka juga harus menyiapkan sendiri properti yang digunakan dalam pentas tersebut. Ujian praktik itu akan dilaksanakan kurang lebih sebulan lagi. Sejak kedua guru dalam pelajaran itu memberi tahu, Zia dan murid lainnya sudah mulai membicarakannya.

Ujian ini akan menjadi salah satu yang terberat karena guru yang akan menguji mereka tidak main-main. Total guru yang akan menguji mereka berjumlah tiga orang, yaitu Pak Rama, Bu Rahma, dan Bu Siska. Deretan guru yang tidak perlu diragukan lagi ketelitiannya.

Sepulang sekolah Zia dan Alita memesan mie ayam di kantin sekolah karena saat jam makan siang tadi mereka belum sempat makan. Mereka menempati meja dan kursi yang kosong dengan membawa mangkuk berisi mie ayam. Setelah menaruh mangkuknya, Zia berdiri lagi untuk membeli minuman dingin.

Namun, sesudah membeli minuman dan akan kembali ke mejanya, ia melihat seseorang duduk di depan Alita juga dengan mangkuk mie ayamnya. Zia berjalan sambil membawa es teh di kedua tangannya sembari merilekskan tubuhnya agar tetap tenang. Tadinya ia menaruh mangkuknya di depan Alita, tetapi melihat orang itu duduk di sampingnya, Zia lebih memilih untuk berpindah posisi menjadi di samping Alita.

"Tumben lo belum pulang."

"Kelompok gue mau ngomongin ujian praktik."

"Oh, sama dong. Kita juga." Zia hanya mengangguk membenarkan ucapan Alita karena mulutnya sedang mengunyah mie.

Beberapa saat tidak ada yang bersuara karena masing-masing sibuk melahap makanan. Hingga ucapan orang itu membuat Zia tersedak mie ayamnya.

"Bayu ngajakin liburan nan-"

Langsung saja Kenan memberikan minumnya yang berada di meja yang langsung diambil Zia. Dibantu Alita yang menepuk-nepuk punggungnya, akhirnya setelah beberapa tegukan barulah batuknya mereda. Zia terkejut dengan ucapan Kenan yang mengajaknya liburan apalagi membawa nama Bayu.

"Lo tadi ngomong apa, Nan?"

"Bayu ngajakin kita liburan abis UN. Masih lama sih, tapi gue kasih tau aja duluan."

"Kita?"

Kenan mengangguk. "Iya kita. Lo, Niki, Alita, Raka atau Alif kalo mau ikut juga ngga masalah. Biar rame."

Okay, sepertinya Zia berpikir terlalu jauh hingga mengira Kenan hanya mengajaknya saja. "Oh gitu," gumamnya.

"Gue sih ikut aja. Lo ajakin aja tuh anak dua." Giliran Alita yang berbicara yang dijawab Kenan dengan anggukan setuju. Tak lama Kenan menyelesaikan makanannya dan pamit dari sana lebih dulu.

Zia menatap punggung Kenan yang perlahan menjauh hingga tak terlihat lagi dengan ekspresi wajah sendunya. Masih menyayangkan situasi mereka kini yang kian lama menjauh. Zia berusaha mengingat-ngingat apa yang salah atau apa ia pernah melakukan kesalahan hingga membuat Kenan sedikit menjauh darinya. Atau mungkin ini hanya perasaan berlebihnya saja. Zia melihat Kenan seperti tidak masalah dengan keadaan ini.

"Kenapa, Zi?"

Zia menatap Alita yang bertanya padanya kemudian menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajahnya. Lalu menyuapkan mie ayam terakhirnya diakhiri dengan menghabiskan minumannya.

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang