Lima belas

20 4 2
                                    

Senyum tercetak jelas diwajah Zia sejak ia menginjakkan kakinya di sekolah. Masih pagi, tetapi hatinya sudah dipenuhi kebahagiaan seperti ini. Tadi ketika sarapan, Ayah dan Mamanya memberikan kejutan kecil untuk Zia. Sederhana memang, namun bagi Zia itu sudah lebih dari cukup. Asal masih bisa melihat kedua orang tuanya Zia sudah bahagia.

Zia sudah melihat pesan Aiden pagi tadi. Sudah dibalas juga pesan itu. Seperti biasa, terima kasih yang begitu banyak ia katakan juga kata maaf diakhirnya. Zia juga mengingatkan agar Aiden bisa bangkit kembali karena hidupnya tidak berputar disatu sisi saja. Ia juga berkata untuk menyerahkan semuanya pada Tuhan.

Semoga saja perlahan-lahan Aiden dapat mengerti dan belajar mengikhlaskan Zia.

Sesampainya di kelas yang sudah lumayan banyak murid datang, Zia duduk di kursinya yang kebetulan kali ini agak dekat dengan Kenan. Setiap minggu, tempat duduk di kelas Zia memang di-rolling.

"HAPPY BIRTHDAY ZIA SAIRA!"

Tiba-tiba terdengar teriakan dari sejumlah orang. Dilihatnya ada Alita, Niki, Raka, Alif, dan Kenan menghampirinya dengan Niki yang membawa kue. Zia tidak menduga kalau ia akan diberi kejutan langsung hari itu juga.

"Tiup lilinnya dong."

"Jangan lupa make a wish, Zi," ujar Alita. Zia memejamkan matanya seraya berucap dalam hati sebaris doa untuk dirinya dan orang yang ia sayang. Setelah selesai langsung saja Zia meniup lilin angka tujuh belas itu.

Tanpa terasa mata Zia berkaca-kaca hingga hampir menangis kalau saja Alita dan Niki tidak mengingatkan ia untuk tidak boleh menangis. Dipeluknya satu-satu kedua sahabatnya itu.

"Makasih banyak ya, gue bersyukur banget diumur gue sekarang masih di kelilingi orang-orang yang baik sama gue." Satu persatu mereka mengucapkan selamat untuk Zia.

"Kenan ucapin dong," ucap Raka dengan wajah jenakanya.

Kenan maju, lalu berdiri di hadapan Zia. Menjulurkan tangannya yang kemudian dibalas Zia. "Selamat ulang tahun," katanya. Sontak saja banyak godaan dilemparkan pada Kenan dan Zia.

"Thank you, Nan." Zia tersenyum.

"Ayo lah dipotong kuenya. Laper nih belum sarapan," celetuk Raka yang diangguki Alif.

"Eh foto dulu dong, enak aja mau langsung makan," protes Niki. Para cewek berjalan ke tembok belakang untuk berfoto-foto. Setelahnya Zia memotong kue itu dan dibagikan ke teman-temannya. Beberapa menit setelahnya pelajaran pertama dimulai.

"Setelah kejadian waktu itu, Aiden ada chat lo lagi ngga, Zi?"

Zia menoleh sekilas ke arah Alita sambil tangannya membereskan buku pelajaran yang sudah lewat. "Hm dia ngucapin sih tadi pagi, sebelumnya ya ngga ada chat apapun."

"Btw mau ada acara apa sih di sekolah? Kok anak-anak kayak ribet banget," tanya Zia kemudian. Alita ini anak OSIS makanya Zia bertanya pada Alita.

"Yang disuruh pake baju formal itu?" Zia mengangguk. "Acara ulang tahun sekolah. Ih masa lupa lo." Zia nyengir. Dirinya memang susah mengingat tanggal-tanggal penting, seperti ulang tahun temannya. Apalagi ulang tahun sekolahnya. Kalau tidak diingatkan atau Zia sendiri yang menandainya di kalender ponselnya ia pasti lupa.

"Acara ultah sekolah doang disuruh pake baju formal? Kok kayaknya serius banget."

"Katanya sih bakal ada orang penting yang dateng," jawab Alita. "Ayo ke kantin gue laper," lanjutnya.

"Ini Niki kemana ih masa ditinggal?"

Alita menunjuk keberadaan Niki dengan tangannya yang mengarah ke arah dekat papan tulis. Zia mengikuti ke mana tangan Alita, lalu dilihat Niki sedang bermain ponsel yang di-charger.

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang