Entah kenapa bulan April ini Zia merasa banyak sekali yang ulang tahun. Awal bulan Aiden ulang tahun, lalu beberapa temannya juga ulang tahun, baik teman sekelasnya atau kelas lain yang masih ia kenal. Dan hari ini, dipenghujung bulan April, Kenan yang ulang tahun.
Kejadian saat Zia marah pada Kenan waktu itu sudah selesai. Beberapa hari setelahnya Zia meminta maaf. Karena bagaimanapun juga itu bukan salah Kenan, memang saat itu Zia saja yang sedang tidak jelas. Sebelumnya Zia juga sudah bercerita tentang itu dengan Alita dan malah dia tertawa setelah Zia selesai bercerita. Yang akhirnya Zia memutuskan untuk minta maaf. Untungnya Kenan berkata tidak masalah dan ya hubungan mereka baik-baik saja sampai saat ini.
Kenan ulang tahun, tetapi Zia tidak berniat untuk membelikan hadiah untuk Kenan. Menurut Zia, hubungan dirinya dengan Kenan tidak sedekat itu hingga saling memberikan hadiah. Bukan karena saat ulang tahun Zia, Kenan tidak memberikan hadiah, tetapi untuk hubungannya dengan lawan jenis kalau hanya sebatas teman ya tidak masalah bila tidak memberi hadiah. Yang penting ingat dan mengucapkan selamat sudah cukup bukan?
Semalam Zia sudah mengucapkan, jadi sekarang ketika teman-temannya berbondong-bondong memberikan selamat pada Kenan, Zia tidak perlu repot-repot untuk mengucapkan lagi. Ditambah Zia sendiri juga tidak yakin bisa mengucapkan secara langsung.
"Nan, traktir dong elah."
Kompor. Siapa lagi kalau bukan Raka. Tentunya seruan Raka itu membuat teman-temannya yang lain ikut-ikut mendesak Kenan.
"Gue traktir es teh kantin satu-satu. Mau ngga?" tawar Kenan.
"Pelit banget anjir. Masa es teh doang! Traktir kita di cafe mana gitu atau makan-makan aja di rumah lo juga boleh. Kita mah apa aja juga dimakan asal gratis."
"Eh Alip itu es teh juga kalo ditraktir namanya gratis. Jangan ngomong gitu dong ntar beneran dibeliin es teh doang ama Kenan," cerocos Niki. Alif hanya meringis, lalu mendapat jitakan dari Raka yang ada di sampingnya. Zia hanya jadi pendengar dan menikmati teman-temannya berbicara.
"Gue bilang dulu ntar ama nyokap gue, palingan makan-makan di rumah gue bolehnya."
"Gitu dong. Buruan kabarin kita, kapan aja kita bisa kok," ucap Raka dengan senyumnya yang merekah lebar.
"Makan aja lo cepet anjir."
Mereka mengobrol sambil menunggu guru pelajaran selanjutnya datang. Tepat ketika selesai membahas traktiran, seorang guru masuk ke kelas Zia. Membuat anak-anak yang tidak duduk ditempatnya buru-buru pindah ke tempat duduknya masing-masing.
Pelajaran sejarah yang berlangsung selama dua jam pelajaran selesai ketika bel berbunyi. Sekaligus mendandakan istirahat untuk salat zuhur. Sebelum keluar kelas untuk salat, Kenan menghampiri meja Zia dan memanggil Raka dan yang lain untuk bergabung.
"Hari Sabtu. Di rumah gue. Maunya jam berapa nih? Nyokap gue terserah lo pada aja. Cuma dia bilang jangan request makanan aja." Perkataan Kenan mendapat sorakan heboh teman-temannya.
"Anjir beneran dong. Nan, awalnya gue becanda doang lho padahal."
"Bacot. Udah buru mau jam berapa? Mau solat nih." Kemudian mereka sibuk menentukan jam yang tepat untuk datang ke rumah Kenan.
"Gimana kalau siang aja? Biar sekalian makan siang," usul Zia. Yang lain hanya mengikuti dan sepakat kalau mereka akan datang saat jam makan siang.
"Oh iya, tapi gue ngajak temen gue juga nih. Empat orang doang kok. Ngga masalah kan?" Zia menoleh ketika mendengar perkataan Kenan. Sadar kalau Zia melihat ke arahnya, lalu ia menganggukkan kepalanya seolah paham apa yang ada dipikiran Zia.
"Ya ngga apa-apa dong, Nan." Alita menjawab mewakili yang lainnya. Kemudian mereka keluar kelas untuk menuju masjid sekolah, kecuali Niki yang sedang halangan.
***
"Assalamualaikum."
Terdengar salam dan diiringi ketukan pintu yang membuat semua orang yang berada di meja makan menoleh. Ketika Mama Kenan ingin beranjak dari tempatnya untuk membukakan pintu, Zia buru-buru menghentikan dan berkata, "Biar saya aja Tante yang buka pintunya."
Zia berjalan keluar dari meja makan menuju pintu rumah Kenan. Sudah setengah jam yang lalu mereka sampai di rumah Kenan, namun belum mulai makan karena menunggu teman Kenan datang. Dibukanya pintu itu dan langsung terlihat Bayu, Reza, dan Bagas yang sedari tadi ditunggu.
"Hai! Masuk-masuk semuanya udah di dalem."
"Halo Zia... Udah lama banget nih ngga ketemu." Bayu membalas sapaan Zia dengan senyum lebarnya.
"Hai, Zi! Apa kabar?" Giliran Reza yang bertanya dengan kalem. Di antara mereka berempat, yang paling suka bercanda sudah pasti Bayu, lalu Aldo yang selalu adu mulut dengan Bayu, Reza yang agak kalem, dan Bagas yang biasa-biasa saja.
Zia tersenyum sebelum menjawab, "Alhamdulillah baik. Yuk masuk dulu." Mereka masuk ke dalam bersama-sama dengan Bayu yang berada di samping Zia, Bagas dan Reza di belakangnya.
"Aldo ke mana kok ngga ikut?"
"Ngga bisa ikut dia, lagi ada acara juga." Zia mengangguk. Sesampainya di meja makan, Bayu dan yang lain menghampiri Mama Kenan dan menyalaminya, lalu duduk di kursi yang kosong.
Di meja makan sudah tersaji banyak makanan. Mulai dari makanan ringan, berat, dan penutup memenuhi meja makan itu. Mama Kenan membebaskan mereka untuk makan di mana saja tidak harus di meja makan.
"Lo udah kenal sama temen-temen Kenan?" Alita menyikut lengan Zia yang ada di sebelahnya.
Zia mengangguk membenarkan. "Mereka yang waktu itu gue bilang ketemu di Curug. Sebenernya ada satu orang lagi tapi ngga bisa dateng."
"Itu yang di sebelah Kenan lumayan juga," ujar Niki. Posisi duduk Zia berada di tengah antara Alita yang di kanan dan Niki yang di kiri. Zia menoleh ke kiri dan mengikuti arah pandang Niki yang mengarah ke Reza. Memang di antara mereka berempat yang wajahnya lumayan adalah Reza. Sebenarnya mereka berempat enak-enak dipandang, namun Reza memang jauh lebih tampan. Kenan? Menurut Zia, dia tergolong biasa saja, tetapi juga tidak jelek. Entahlah Zia bingung.
Mereka makan di ruang tamu yang cukup besar dan bisa sedikit lebih santai dibanding di meja makan. Ruangan itu kini dipenuhi obrolan cowok-cowok yang dalam beberapa menit saja sudah akrab. Memang ya kalau cowok lebih cepat akrabnya dibanding perempuan.
Zia sudah selesai makan dan berniat ke kamar mandi. "Nan, kamar mandi di mana?"
Kenan menengok ke belakang. "Di samping dapur."
Zia berjalan menuju dapur dan melihat Mama Kenan di sana dan seorang perempuan paruh baya yang diketahui sebagai ART rumah Kenan. "Misi Tante, aku izin ke kamar mandi ya." Zia tersenyum ketika Mama Kenan melihat keberadaannya.
"Iya Zia, di sana kamar mandinya."
Begitu selesai menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Zia keluar dan melihat Mama Kenan sedang menyiapkan pencuci mulut yang hendak dibawa ke depan. "Ada yang bisa saya bantu, Tante?" Zia menghampiri dan berdiri di sebelah Mama Kenan.
"Ngga usah Zia kamu ke depan aja. Biar Tante yang bawa sama bibi."
"Ngga apa-apa Tante, saya kan juga mau ke depan. Biar sekalian aja saya yang bawa." Akhirnya Mama Kenan menyerahkan sepiring kue bolu pada Zia. Kemudian ia membawa kue itu ke depan tempat teman-temannya berkumpul.
"Makasih Zia," ucap Bayu tersenyum. Sementara Alita dan Niki menatap aneh Bayu yang senyumnya terlihat berbeda.
Cukup lama mereka berada di rumah Kenan, hingga saat matahari perlahan menghilang barulah satu persatu mereka pamit pulang. Zia izin ingin ke belakang dulu pada Alita dan Niki yang juga sudah ingin pulang. Niki sih terserah dia saja mau pulang jam berapa.
Kenan masih duduk di sofa ruang tamu setelah sebelumnya ia mengantar teman-temannya pulang. Sebuah suara notifikasi terdengar, Kenan mencari sumber suara yang jelas bukan dari ponselnya dan menemukan sebuah ponsel yang berada di pojok sofa.
Tidak sengaja ia membaca notifikasi yang menampilkan pesan dari seseorang.
"May I call you, Zi?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Teen Fiction"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...