Setelah pesan dari Aiden yang menanyakan Zia sakit apa, hubungan keduanya kembali seperti sebelumnya. Seolah kejadian dua bulan lalu tidak ada apa-apanya. Sejujurnya, Zia sudah tidak heran lagi dengan situasi seperti ini. Karena sudah beberapa kali terjadi, Zia meyakini satu hal. Yaitu, Aiden yang akan selalu berbalik padanya.
Zia sadar bahwa ia dan Aiden sama-sama memiliki ego yang susah sekali untuk dipatahkan. Hingga kini belum ada yang mau mematahkan egonya sendiri. Aiden dengan keinginannya yang terus ada di samping Zia dan Zia yang tidak mau berbicara jujur tentang apa yang ia rasakan pada Aiden. Entah apa yang akan terjadi jika salah satu dari mereka menurunkan ego. Apakah keduanya bisa saling mengerti dan menghargai atau malah menjadi salah satu jalan menuju perpisahan. Saat ini mereka hanya berjalan tanpa tujuan yang pasti.
Bukankah Tuhan sudah menyiapakan takdir untuk keduanya? Jadi, tunggu saja bagaimana Tuhan menyelesaikan permasalahan mereka.
Zia termangu di tempatnya ketika melihat Aiden tiba-tiba berada di depan rumahnya. Padahal seingat Zia, ia tidak memiliki janji ingin bertemu dengan Aiden. Lalu ada apa Aiden datang ke sini?
"Kok lo tiba-tiba ke rumah gue, Den? Ada apa?"
"Mau ngasih ini aja," jawab Aiden menyerahkan sebuah kantung plastik berlogo salah satu minimarket. Zia mengambil kantung itu dan melihat isinya yang ternyata adalah cemilan kesukaan Zia.
Mata Zia berbinar melihat beberapa cemilan yang memiliki rasa green tea ada di dalam sana. "Wah! Makasih, Den. Bukan gue yang minta loh!" canda Zia. Aiden hanya tersenyum menanggapinya. "Oh iya! Kemarin pas lo ulang tahun kan gue belum ngasih hadiah, ya. Nah, jadi gue mau beliin lo hadiah, Den."
"Dasar aneh! Mau ngasih hadiah ke orang pake bilang-bilang," gumam Aiden yang masih bisa didengar Zia.
"Biarin aja."
"Ya udah, gue balik ya." Aiden berkata sambil memakai helmnya. Zia mengangguk dan mengucapkan terima kasih sekali lagi. Setelah Aiden tidak terlihat lagi barulah Zia memasuki rumahnya.
Di dalam rumah kedua orang tuanya sedang menonton tv. Ayah Zia yang melihat anaknya membawa kantung plastik bertanya tentang isi di dalamnya. Zia bingung harus menjawab apa. Akan aneh rasanya jika ia berkata itu pemberian dari Aiden. Nanti ayahnya bisa bertanya macam-macam dan Zia belum siap untuk memberi tahu kedua orang tuanya. Karena sebelumnya Zia hanya memberi tahu kalau Aiden itu temannya.
"Cemilan, Yah," jawab Zia tersenyum untuk meyakinkan ayahnya. Untungnya Ayah Zia tidak bertanya lagi dan membiarkan Zia masuk ke kamarnya.
Zia duduk di kasurnya dan mulai mengeluarkan cemilan yang ada di dalam kantung itu. Aiden tentu tahu rasa kesukaan Zia, yaitu green tea. Maka hampir semua cemilan itu berwarna hijau, warna kesukaan Zia. Sebelum dimakan seperti biasa harus diabadikan terlebih dulu.
Send a picture
Niki
Dari siapa tuhKepo aja lo
Alita
Dari aiden pastiNiki
Aiden? Mantannya Zia?Nggak usah diperjelas kali nik
Niki
Hahaha nggak jelas lo berduaBiarin. Bodo.
***
Ibukota dengan kemacetannya adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Setiap hari macet di mana-mana, apalagi bila di sore hari ketika para pekerja pulang. Sudah lelah dengan pekerjaan ditambah harus menghadapi macet, rasanya ingin cepat-cepat sampai di tempat tujuan. Hal yang sama sedang dirasakan ketiga gadis yang kini berada dalam sebuah taksi itu. Adalah Zia, Niki, dan Alita yang hendak menuju salah satu mal di Jakarta.
Awalnya hanya Zia saja yang ingin ke mal, tetapi saat ia memberi tahu dua sahabatnya itu, mereka justru ingin ikut. Seperti yang pernah Zia katakan pada Aiden, ia berniat untuk membelikan cowok itu hadiah ulang tahun. Karena Zia tahu Aiden senang membaca buku, maka Zia juga akan membelikannya sebuah buku. Jadi, tujuan utamanya adalah Gramedia.
Baru juga sampai di mal Niki sudah ribut ingin makan terlebih dulu. Alhasil Zia dan Alita menuruti kemauan gadis itu dan berjalan menuju foodcourt. Sesudah memilih menu ketiga gadis itu duduk dan mengobrol sambil menunggu pesanan datang. "Lo mau beli apa emang, Zi?" tanya Alita.
Zia yang sedang melihat ponselnya kemudian mengangkat kepalanya dan menjawab, "Mau beli buku buat Aiden, Ta."
"Buat apaan buku?"
"Ya, buku dibeli buat dibaca lah, Nik," kata Zia diakhiri tawa.
Niki mendengkus sebal. "Nenek-nenek juga tau kali buku itu buat dibaca. Maksud gue, ada gerangan apa lo beliin buat si Aiden."
Zia makin tertawa mendengar jawaban jengkel Niki. Ia hanya ingin menggoda Niki saja. "Aiden kan baru aja ulang tahun, terus gue belum beliin dia hadiah. Jadi, gue mau kasih dia buku," jelas Zia.
"Perhatian amat sama mantan," balas Niki dengan menekankan kata mantan. Alita tertawa mendengar respon Niki, sementara Zia melirik sinis Niki. "Eh, tadi waktu gue keluar rumah ada si Kenan lagi nyuci motornya. Terus masa dia tumben banget nanya gue mau ke mana. Aneh banget kan, biasanya juga bodo amat," celotehnya.
"Dia sebenernya peduli sama lo, Nik. Tapi, emang nggak diliatin aja," balas Alita.
"Ih! Amit-amit. Males banget dipeduliin sama dia." Niki mengetuk-mengetukkan tangannya di meja. Melihat itu Zia dan Alita lantas tertawa ditambah muka sebal Niki yang makin membuat kedua gadis itu tidak berhenti tertawa. Tawa mereka baru berhenti ketika makanan mereka selesai disajikan.
Seusai makan barulah mereka menuju Gramedia yang berada di lantai atas. Zia sudah tak bingung ingin mencari buku apa karena ia sudah tahu buku yang akan dibelinya untuk Aiden. Dulu Aiden pernah memberi tahu buku yang sangat ingin dibelinya. Aiden suka baca buku, apalagi yang berhubungan dengan sejarah.
Beberapa menit mencari sendiri buku yang akan dibelinya, namun Zia tak kunjung menemukannya. Ingin meminta Niki dan Alita untuk membantunya, tetapi sejak masuk ke dalam Gramedia, dua temannya itu langsung berpencar.
Akhirnya Zia memutuskan untuk meminta tolong pada salah satu petugas di sana. "Permisi, Mas. Saya mau tanya, buku ini ada di sebelah mana ya?" tanya Zia sembari menunjukkan layar ponselnya yang berisi gambar buku keinginan Aiden itu.
"Sebentar ya, Mba, saya cek dulu stoknya." Tidak lama kemudian petugas tadi berkata lagi pada Zia. "Mba, bukunya ada di rak buku Sejarah ya," katanya sopan.
"Oke, Mas. Makasih banyak ya."
Zia segera melipir menuju rak buku yang diberi tahu petugas tadi. Setelah beberapa saat akhirnya ia menemukan buku yang dicarinya itu. Begitu buku sudah ada di genggaman, Zia langsung mencari keberadaan dua temannya yang sekarang tidak tahu ada di bagian mana.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Ketika Zia membalikan badannya ternyata ada Niki dan Alita. "Udah ketemu bukunya, Zi?" tanya Alita.
"Udah. Yuk, bayar."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Novela Juvenil"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...