Dua puluh lima

22 4 4
                                    

Pembagian rapot kenaikan kelas sudah dilaksanakan berminggu-minggu lalu. Libur selama dua minggu juga sudah dilakukan. Mulai memasuki kelas dua belas dimana tahun terakhir mereka menempuh pendidikan wajib dua belas tahun.

Kelas dimana mereka akan menempuh banyak ujian yang akan selalu berdatangan. Bahkan diminggu-minggu awal masuk saja sudah mulai membahas rencana kuliah dan sebagainya.

Seperti yang pernah Zia dan kedua temannya bicarakan mengenai pembagian kelas, di kelas dua belas ini Zia dan Alita berpisah dengan Niki. Zia dan Alita berada di kelas 12 IPS 1 sedangkan Niki di kelas 12 IPS 2.

Baru dua minggu duduk menjadi siswa kelas dua belas, sekolah sudah mengumumkan akan mengadakan kelas tambahan. Yang biasanya kelas itu berlangsung setelah pulang sekolah. Malah Zia mendengar akan ada program baru di sekolahnya, yang katanya bertujuan untuk menaikkan nilai Ujian Nasional.

Baru mendengarnya saja Zia sudah lelah. Namun, ia tetap harus semangat demi mencapai mimpinya. Sedari dulu Zia bermimpi untuk menjadi guru. Disaat anak-anak kecil di luaran sana suka bergonta-ganti cita-cita, Zia justru tetap dengan cita-citanya untuk menjadi guru. Hingga kini, guru menjadi salah satu mimpinya, tetapi sepertinya sekarang ia mulai tertarik dengan sastra atau bahasa asing. Jikalau nanti memilih jurusan untuk mendaftar universitas, ia akan memasukkan kedua bidang itu.

"Belum juga kelar tugas satu udah ada tugas lain aja."

Keluhan terucap dari bibir Alita dengan tangannya yang memijat pelipisnya. Zia yang ada di sampingnya hanya tersenyum, diam-diam setuju juga dengan Alita. Tambah kelas tugas juga akan semakin banyak pula.

"Kantin yuk, Zi! Isi perut dulu, baru lanjut ngerjain tugasnya nanti," ajak Alita.

"Yuk! Tadi Niki juga udah ngajak." Mereka berdua keluar kelas dan menuju kelas sebelah mereka, yaitu kelas Niki. Begitu masuk kelasnya dan berjalan ke meja Niki, pandangan Zia tertuju pada seorang cowok yang sedang duduk di bangkunya.

Rasanya sudah lama Zia tidak melihat cowok itu dari jarak yang sedekat ini. Terakhir kali mereka bertatap muka adalah saat cowok itu mengantarnya pulang ke rumah.

Betul, cowok itu adalah Kenan. Kelas dua belas ini mereka tidak sekelas yang mengakibatkan Zia jadi jarang bertemu Kenan. Dari kemarin-kemarin ia hanya melihat Kenan dari jauh dan jarang untuk mengobrol seperti dulu.

"Bentar ya guys." Niki izin untuk menghampiri temannya, Adel yang Zia juga kenal.

Kenan mengangkat kepalanya, tanpa sengaja tatapannya berhenti saat ia melihat Zia berdiri di meja Niki. Zia yang merasa diperhatikan juga ikut menoleh dan melihat Kenan yang menatap ke arahnya. Hanya beberapa detik karena setelahnya Zia memutus pandangan itu dan beralih ke Niki yang mengajaknya keluar.

Rencana Zia untuk makan di kantin justru gagal karena tiba-tiba ia dipanggil temannya untuk ikut ke lab komputer. Zia izin sebentar untuk kembali ke kelasnya karena ingin mengambil pulpen dan buku kecilnya. Sudah menjadi kebiasaan Zia untuk membawa dua barang itu.

Sebelum melewati kelas Niki, seseorang keluar dan menghentikan langkah Zia. "Kok balik lagi?" tanyanya.

"Gue disuruh ke lab. Ini mau ambil buku dulu," jawab Zia.

"Terus ngga jadi makan dong?" Harusnya Kenan tidak perlu bertanya lagi karena memang begitu kenyataannya.

Zia hanya tersenyum dan mengangguk. "Iya padahal laper." Setelah itu Zia pamit untuk ke kelas dan berlalu dari sana.

Setelah mengambil barangnya ia keluar kelas dan tidak menemukan Kenan di sana. Mungkin sudah masuk atau pergi kemana Zia tidak tahu. Dengan cepat ia bergegas ke bawah dan menuju lab.

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang