Bonus Chapter

9 0 0
                                    

Hallo!!!
Aku update bonus cerita nih 😊
Mungkin kalian ada yang penasaran, siapa sih yang beliin Zia case hp? Nah, temuin jawabannya di sini yaa👍

***

"Nik, beliin gue ini dong."

"Lucu tau ini warna ijo. Gue udah lama nyari-nyari case warna ijo, tapi ngga ketemu."

Sayup-sayup gue mendengar ucapan itu meski mata gue mengarah ke hp. Tanpa melihat siapa yang ngomong gue udah tahu kalau itu adalah suara Zia. Dari tadi gue lihat hp sambil sesekali lirik-lirik Zia yang duduk di bangku Niki.

Oh, jadi dia mau beli case warna hijau. Awalnya sih gue iseng aja coba cari case Zia di aplikasi belanja online. Dengan gesit jari gue ketik nama barang plus merek hp dia. Nggak perlu gue tanya atau nyari tahu apa merek hpnya karena gue udah tau sendiri.

Lumayan susah cari case warna hijau buat hp Zia. Kebanyakan warna hijau, tapi buat hp lain.  Akhirnya setelah bermenit-menit cari, gue menemukan case hijau itu dengan motif hati di tengahnya.

Untungnya gue masih punya saldo di aplikasi itu, jadilah gue langsung masukin keranjang dan checkout. Eh, bentar. Ini mau dikirim ke alamat rumah siapa ya? Rumah gue atau rumah Zia? Kalau ke rumah gue, nanti gue harus cari cara lagi buat kasih barang itu. Ya, udahlah gue kirim langsung ke rumah Zia.

Setelah selesai urusan itu, gue lihat lagi ke arah Zia. Kebetulan banget dia lagi nengok juga ke gue. Gue tanpa sadar narik bibir buat senyum yang ternyata bikin dia gelagapan dan langsung mutusin tatapan kita. Lucunya dia juga nutupin mukanya pakai sebelah tangannya.

Beberapa hari kemudian gue dapat notifikasi kalau paketnya sudah sampai di rumah Zia. Gue tahu dia bakal bingung ketika terima paket itu, tapi gue nggak terlalu pusingin. Terserah dia mau mikir siapa yang beli. Biarin dia nggak usah tahu kalau gue yang beli.

Di sekolah gue sama dia sudah ngga kayak dulu lagi. Maksud gue, pulang bareng atau ngobrol biasa. Tapi, selama itu gue selalu lihat kalau dia pakai case yang gue beli. Gue seneng sih. Ya, gue bego sih sempet mikir kalau dia balikan sama mantannya. Ternyata nggak. Ya, udah gue mutusin buat coba deketin dia lagi. Sambil menguatkan perasaan gue buat dia. Tapi, ternyata karena kita sudah kelas dua belas, jadi malah nggak ada waktu buat sekadar ngobrol. Jadi, acara pendekatan gue belum bisa terlaksana. Sementara gue cuma bisa lihat dia dari jauh aja.

Hari itu gue dengar bakal ada pengumuman SNM. Gue tahu dari Satria dan teman sekelas gue juga pada omongin. Gue langsung keinget sama Zia yang juga daftar. Ah, gue sih yakin dia keterima secara dia kan juara terus. Ya, intinya gue doain yang terbaik buat dia kalaupun nggak diterima.

Ternyata dugaan gue benar. Setelah Satria ngomong kalau dia sekampus sama Zia terus gue cek di grup. Zia keterima di jurusan bahasa asing di salah satu universitas di Jakarta. Dulu bareng yang lain kita pernah ngobrol mau ambil jurusan apa. Dan Zia memang bilang kalau dia mau ambil jurusan pendidikan sama bahasa asing.

Sementara gue sendiri masih harus berjuang buat ikut SBM atau Mandiri. Gue lumayan tertarik sama dunia komputer. Jadi, mungkin gue akan ambil jurusan yang berhubungan sama itu juga. Mama nggak terlalu ribet anaknya mau ambil jurusan apa.

Setelah itu gue balik ke kelas buat ambil tas. Pas belok gue lihat Zia yang lagi celingak-celinguk cari sesuatu.

"Zia? Lo nyari apa?"

"Cari case hp gue, Nan."

Dia jawab sambil gigit bibir gitu terus mukanya kayak khawatir banget, mungkin takut case-nya beneran hilang. Sejujurnya gue juga takut kalau itu hilang. Ya, gimana dong kan gue yang beli. Nanti nggak ada kenang-kenangan lagi.

Akhirnya gue tanya dia tadi habis dari mana. Terus gue bilang buat cari di masjid karena tadi gue lihat dia di sana. Zia langsung lari ninggalin gue. Gue buru-buru ambil tas di kelas terus kejar dia ke masjid. Begitu sampai masjid ternyata dia sudah turun sambil pegang case itu di tangannya. Tanpa sadar gue narik napas lega.

Gue keinget belum ucapin selamat. Ya, udah gue ucapin yang dibalas dengan senyum lebar dia. Kelihatan banget dia bahagia. Jujur gue mau antar dia pulang. Udah lama banget gue nggak pulang sama dia.

"Lo udah mau pulang?" Zia mengangguk sebagai jawaban. "Mau gue anter?"

Zia lihat hpnya sebelum jawab, entah cek apa. Tapi, habis itu dia lihat gue lagi terus dari ekspresinya sih gue bisa duga kalau dia sudah dijemput.

"Maaf, Nan. Udah dijemput Ayah."

Kan benar. Gue bilang nggak apa-apa terus dia langsung pamit pulang. Oke, emang waktunya lagi nggak pas saja. Silakan coba lagi.

***

I hope you enjoy this bonus chapter. First time i use pov 1, hope you guys like it! ^_^
Don't forget to click the ⭐

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang