Zia dan Kenan saat ini sudah seperti tersangka sebuah kasus. Sedari tadi ditanya-tanya suatu hal yang entah mereka tahu dari mana. Zia sudah kelimpungan menjawab pertanyaan teman-temannya. Tidak semua anak di kelas 11 IPS 3 sih yang bertanya, hanya komplotan Kenan saja.
Berawal dari Raka yang tiba-tiba bertanya soal Kenan yang ke puncak. Lalu ditambah mulut Niki yang dengan lancar mengatakan kalau Zia ikut juga ke puncak. Berakhir menjadi keadaan kelas yang ramai meledek-ledekkan Zia dan Kenan. Zia sudah tidak tau ingin menjawab apa lagi, mau pergi saja rasanya dari kelas itu. Sedangkan Kenan, tetap masang muka santainya. Sudah dapat dipastikan setelah ini hidup Zia tidak akan tenang.
Setelah keadaan kelas sudah tidak seperti tadi, Niki melirik Zia dengan ragu-ragu. "Zi maaf banget aduh mulut gue ga dikontrol," ucap Niki dengan raut wajah menyesalnya.
Zia mengembuskan napasnya dan menoleh ke arah Niki lalu berkata, "Hm iya-iya. Mau ngeles juga ngga bisa, faktanya emang gue pergi sama dia kok." Niki terlihat senyum-senyum ngga jelas. "Awas lo ya," lanjut Zia.
Pelajaran selanjutnya adalah Bahasa Jerman. Di sekolah Zia memang ada peminatan Bahasa Jerman untuk kelas sepuluh dan sebelas. Gurunya cantik, baik, dan masih muda. Tipe-tipe guru yang disenangi murid. Namanya Frau Tiara. Frau adalah sebutan untuk guru perempuan dalam bahasa Jerman.
Frau Tiara menyuruh untuk membuat kelompok berisi dua orang saja. Untuk memudahkan memilih temen sekelompok, maka diputuskan untuk memilih berdasarkan teman sekitar tempat duduk saja. Zia duduk dengan Alita, Niki duduk dengan Ina. Namun, Ina sudah duluan mempunyai kelompok dengan yang lain. Jadilah Niki yang belum ada teman kelompok.
Tiba-tiba Kenan datang ingin bergabung dengan kelompok cewek-cewek. Otomatis Alita bilang ke Kenan untuk satu kelompok saja dengan Niki. "Sama Niki aja, dia ngga ada temennya."
Namun, Niki menolak dan menyuruh Kenan dengan Zia saja, lalu Alita yang dengan Niki. "Please lah Zia bantu temenmu ini," ujar Niki memasang muka memelasnya. Zia tidak mau karna pasti akan membuat teman-temannya meledekkan Zia lagi.
"Ngga mau ah, udah paling bener tuh Kenan sama lo, gue sama Alita," tolak Zia.
Niki tetap mencari alasan agar ia tidak sekelompok dengan Kenan."Kalo gue sama Kenan yang ada itu tugas ngga akan dikerjain, Zi... Ayolah tukeran please." Niki berkata sambil menarik-narik tangan Zia.
"Ribet lo tau ngga," cetus Kenan pada Niki.
"Lo tuh yang ribet. Ngapain coba pake kesini segala. Bukannya sama cowok-cowok aja disana," balas Niki ketus.
Alita memandang lelah kedua temannya itu. "Zi mending lo sama Kenan aja deh. Yang ada Niki nanti ngambek," ujar Alita. Zia diam memikirkan perkataan Alita. Akhirnya, ia setuju untuk sekelompok bareng Kenan.
"Ya udah gue yang sekelompok sama Kenan."
Ucapan Zia membuat Niki dan Kenan menoleh kearahnya. Niki buru-buru mengambil bukunya dan pindah ke tempat Zia. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih berulang-ulang kali yang dibalas Zia dengan dehaman saja. Zia juga mengambil bukunya dan pindah ketempat Niki dengan Kenan yang duduk di pojok.
"Asik Zia duduk bareng sama Kenan." Siapa lagi biang keroknya kalau bukan Raka. Perkataan Raka membuat teman-temannya ikut meledekkan Zia.
"Abis dari puncak malah makin nempel yaa," goda Alif teman sebangku Raka. Di setiap kelas pasti ada kan manusia macam Raka ini, yang bisa ngebawa suasana jadi ramai. Belum lagi teman-temannya yang ikut-ikutan.
Zia membalas godaan mereka dengan berkata "apaan sih" dan menggelengkan kepalanya. Tugas sudah dibagikan, merekapun mulai mengerjakan tugas tersebut. Kenan yang tidak tahu apa-apa hanya melihat Zia yang sedang mengerjakan tugasnya. Sebenarnya niat dia untuk sekelompok sama cewek-cewek ini ya karena dia tidak ahli dipelajaran Bahasa Jerman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Teen Fiction"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...