Empat

33 8 3
                                    

"The sad truth is so many people are in love and not together and so many people are together and not in love."

Begitulah kalimat yang dibaca Zia selagi ia melihat-lihat Pinterest. Agaknya kalimat itu seperti menggambarkan bagaimana keadaan hubungannya dengan Aiden saat ini. Dirinya dan Aiden masuk ke dalam jenis hubungan yang kedua. Bersama, tetapi tidak ada cinta. Lebih tepatnya Zia yang sudah tak lagi merasakan cinta.

Zia berpegang teguh pada suatu hal hingga membuatnya masih bersama Aiden meski ia sudah tidak merasakan cinta lagi. Hal itu juga yang membuat ia tidak bisa untuk mengatakan perasaannya yang sejujurnya pada Aiden. Karena Zia takut itu akan menyakiti Aiden dan Zia mendapat balasannya suatu hari nanti.

Orang banyak berkata kalau dirinya bodoh, egois, dan kata-kata semacamnya karena menyia-nyiakan seseorang yang selalu ada untuknya. Namun, Zia mengerti mereka berkata begitu karena tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Mereka hanya menilai dari apa yang mereka lihat saja. Pada dasarnya manusia memang begitu bukan? Dan ia tidak harus menjelaskan pada mereka akan apa yang terjadi.

Mereka akan menganggap Aidenlah yang menjadi korban dan Zia tersangkanya. Aiden yang paling sakit di hubungan ini. Padahal mereka tidak tahu kalau Zia juga sama terlukanya. Bimbang dengan perasaannya sendiri dan tidak tahu harus berbuat apa. Entah akan seperti apa hubungan ini ke depannya, Zia tidak tahu.

Zia mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke sekeliling ruang kelasnya. Pandangannya jatuh pada Kenan yang seperti sedang melihat ke arahnya. Namun, itu hanya terjadi sekelibat saja karena Kenan langsung memalingkan mukanya. "Itu Kenan lagi ngeliat gue nggak sih? Mungkin kebetulan aja kali, jangan geer ah," ucapnya dalam hati.

Gadis yang rambutnya hari ini dibiarkan tergerai itu baru sadar kalau Alita dan Niki tidak ada di kursinya masing-masing.

"Na, Alita sama Niki ke mana?"

Ina, teman sekelasnya yang juga teman sebangku Niki menoleh ketika ditanya Zia. "Tadi ke luar. Ke toilet kali." Zia hanya mengangguk sebagai jawaban dan kembali melihat-lihat aplikasi Pinterest di ponselnya.

Tak lama kemudian dua sahabatnya itu kembali ke kelas. Zia langsung bertanya dari mana dan ucapan Ina memang benar bahwa mereka habis dari toilet. Pintu kelas diketuk beberapa kali beberapa menit setelahnya, seisi kelas sudah mengira bahwa itu guru yang akan masuk. Mereka langsung panik dan langsung kembali ke tempat duduk masing-masing sebelum guru tersebut masuk. Namun, ternyata ketika pintu itu terbuka, yang muncul adalah ketua kelas mereka lengkap dengan cengirannya. Sontak semuanya langsung mencak-mencak dan memberikan Chandra berbagai umpatan.

"Anjir! Gue kira Bu Rima yang dateng. Tapi, kok tumben ngetok-ngetok dulu." Raka menyebut guru Matematika yang akan mengajar setelah ini.

"Bangke emang si Chandra." Dan berbagai protesan yang lain.

Sementara pelakunya sendiri hanya cengengesan dan berdiri di depan kelas. "Nih, gue mau kasih tau kalo Bu Rima nggak bisa masuk kar−"

Belum sempat Chandra menyampaikan informasi, sudah terdengar sorak heboh yang tak kalah ramai dari sebelumnya. Siapa yang tidak senang bila mendengar guru tidak masuk ke kelas? Tidak peduli dengan alasannya, yang penting mereka bisa terbebas selama kurang lebih dua jam.

"Woi, woi! Bentar dulu dong, gue belum selesai ngasih info juga," protes Chandra agar teman-temannya itu berhenti bersuara. "Bu Rima tetep ngasih tugas dan harus dikumpulin hari ini juga," tambahnya setelah suasana sudah kondusif.

Terdengar helaan napas dari beberapa orang karena meski tidak ada guru, tugasnya tetap ada. Selebihnya mereka tetap bersyukur, yang penting gurunya tidak ada.

"Cek grup kelas, udah gue kirimin tugasnya."

Meski sudah diberi tahu begitu, beberapa anak hanya mengeceknya saja lalu tidak langsung mengerjakannya. Jam kosong begini mereka manfaatkan untuk banyak hal. Suasana kelaspun sudah tidak kondusif lagi. Suara dari pengeras suara yang dibawa salah satu dari mereka mulai memainkan lagu-lagu untuk memecah keheningan. Selanjutnya ada yang bermain game onlinenya lengkap dengan suara berisik dari mulut si pemain. Tak jarang kata-kata yang keluar adalah umpatan kasar.

Ada juga yang memilih langsung mengerjakan tugasnya, biasanya golongan anak-anak seperti ini adalah yang kalem, pintar, dan tentunya rajin. Zia termasuk dalam golongan ini. Begitu melihat tugas itu, ia langsung membuka bukunya dan langsung mengerjakannya. Bersama Niki, Zia mengerjakan tugas yang berjumlah sepuluh soal, tetapi jawabannya bisa berlembar-lembar.

"Kenan! Berisik banget sih!" omel Niki pada Kenan yang sedang bermain game online.

"Bodo amat," jawab Kenan dengan mata yang tak lepas dari ponselnya.

Zia yang melihat itu hanya bisa menghela napas pasrah. Terkadang ia juga kesal bila ada temannya yang tak bisa diberi tahu, terutama anak cowok yang bermain game. Telinganya panas mendengar banyak bahasa hewan yang keluar. Begitulah mereka, paling hanya didengarkan sebentar saja.

Setelah itu Niki sudah tidak peduli lagi pada musuhnya itu dan memilih melanjutkan tugasnya. Alita sedang memakai earphone makanya tidak ikut berkomentar. Biasanya dia juga suka memarahi Kenan jika cowok itu berisik.

Zia dan Niki selesai mengerjakan tugas satu jam kemudian. Niki langsung menidurkan kepalanya di meja, sementara Zia asyik memainkan ponselnya. Tiba-tiba Kenan menghampiri mejanya dan bertanya, "Lo udah selesai ngerjain Matematika?"

Sepertinya mau pinjam, pikir Zia. "Udah, Nan," jawab Zia.

"Gue liat dong."

Benar dugaan Zia. Ya, karena Zia tidak masalah dengan itu selama mintanya baik-baik, jadilah ia berikan bukunya pada Kenan. Sebuah pesan masuk dari Aiden muncul di layar ponsel Zia.

AidenW
Gue kesel banget sama sekolah gue. Harusnya tuh hari ini gue lomba tapi malah nggak dibolehin.

Ya terus gimana, orang nggak dibolehin sama sekolah lo

AidenW
L

o nggak ngerti Zi. Itu lomba penting buat gue. Kan lumayan sertifikatnya.

Balasan selanjutnya Aiden masih mengeluarkan keluh kesahnya. Sampai di mana cowok itu mulai menyebut umpatan kasar, Zia langsung merasa jengkel. Meski ia tahu kalau umpatan itu bukan untuknya, tetapi siapa yang tidak kesal bila ada orang yang mengumpat seperti itu?

Nggak usah cerita ke gue deh kalau ujung-ujungnya marah-marah doang. Marahnya ke siapa yang kena imbasnya gue.

AidenW
Gue lagi kesel sama sekolah gue. Ya udah maaf, gue nggak ganggu lagi.

Zia tidak langsung membalas pesan itu. Ia masih harus menata suasana hatinya hingga kembali normal. Tiga puluh menit kemudian Zia membalas pesan itu.

Nggak apa-apa lo cerita, tapi ya jangan marah-marah juga. Maafin gue juga.

Pesan itu berakhir dengan ceklis satu berhari-hari. Kemudian Zia tersadar sepertinya Aiden memblokir kontaknya.

***

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang