Matahari yang sedang terik-teriknya tak membuat orang-orang yang memenuhi lapangan sekolah surut untuk menyuarakan semangat kepada pemain futsal yang sedang tanding. Setelah minggu-minggu sebelumnya disibukkan dengan ujian dan remedial, hari ini sedang dilaksanan class meeting yang terhitung sudah berlangsung dua hari.
Sekolah Zia mempunyai dua lapangan, yaitu lapangan futsal yang juga lapangan basket, satunya lagi lapangan voli. Zia, Niki, dan Alita sedang menonton pertandingan futsal kelasnya melawan 11 IPA 1. Saat ini pertandingan masih dimenangkan oleh kelas Zia dengan skor 1-0. Pahlawan kelasnya yang mencetak gol pertama kali adalah Raka. Dia memang salah satu anak futsal yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya. Maka dari itu banyak anak-anak yang lebih memilih nonton futsal daripada voli yang sedang berlangsung.
Niki yang berdiri di sebelah Zia sibuk berteriak dan mengomentari jalannya pertandingan. Selayaknya komentator, apapun yang terjadi di lapangan pasti Niki komentarin. Zia yang dasarnya tidak suka keramaian seperti ini memilih diam saja, namun tetap menonton pertandingan yang ada di depannya. Terpaksa ia harus mengikuti kemauan dua temannya untuk berada diantara kerumunan penonton.
Peluit dibunyikan untuk menandakan akhir pertandingan untuk babak pertama. Nanti setelah istirahat beberapa menit mereka akan melanjutkan babak selanjutnya. Kemenangan sementara masih milik kelas Zia. Sebagian orang yang tadinya mengerumuni lapangan perlahan menjauh, seperti Zia dan dua temannya yang memilih duduk di bawah pohon.
"Nik, ngga ada minum?" Zia mengipas-ngipas wajahnya menggunakan kedua tangannya untuk meredakan panas yang dirasanya.
"Duh ngga ada, Zi. Tadi kan buat anak-anak yang abis futsal."
"Ya udah gue beli deh." Zia berdiri dari duduknya, lalu menepuk-nepuk celana olahraganya yang kotor.
"Nitip dong." Niki dan Alita berucap berbarengan yang membuat mereka tertawa bersama. Zia hanya mendengkus malas, lalu berjalan menuju kantin. Saat class meeting seperti ini, meja-meja kantin dipakai untuk menaruh tas-tas dengan maksud untuk menjadikan meja tersebut sebagai milik mereka.
"Bu Yun, beli air tiga ya." Zia menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan kepada Bu Yuni atau anak-anak lebih sering memanggil Bu Yun.
"Mau pake kantong ngga, Neng?"
"Ngga usah deh. Makasih, Bu Yun." Zia tersenyum dan menerima uang kembaliannya. Ia membawa tiga botol air itu dengan kedua tangannya. Dua botol ia gendong di tangan kanan dan satu lagi ia pegang di tangan kiri.
Setelah keluar kantin, seseorang menepuk pundaknya dari belakang yang membuat Zia menoleh dan mendapati Kenan di belakangnya. "Mau kemana, Zi?" tanya Kenan.
"Balik ke sana. Abis beli air nih."
"Oh iya, nanti nonton voli kelas kita ya." Nanti sehabis pertandingan futsal kelasnya selesai, kelas Zia langsung melakukan tanding voli melawan kelas sepuluh. Salah satu perwakilan dari kelas Zia adalah sahabatnya, Alita.
"Pasti dong. Kan Alita juga main nanti." Zia tersenyum tanpa menyadari perubahan ekspresi wajah Kenan. Dipikirnya, Zia tahu kalau Kenan juga akan main nanti, ternyata ia menonton karena ada Alita. Namun, tanpa Kenan tahu, Zia sebenarnya ingin menonton voli bukan hanya karena ada Alita, tetapi karena ia tahu Kenan juga akan main. Tidak mungkin kan Zia berkata yang sejujurnya?
"Ya udah, Nan. Gue duluan ya, udah ditungguin nih." Setelah Kenan mempersilakan, Zia langsung berjalan lagi menuju dua temannya.
***
Pertandingan voli antara 11 IPS 3 melawan 10 IPS 1 sudah berlangsung sejak beberapa menit yang lalu. Lapangan voli itu kini dipenuhi dengan penonton yang sebagian besar dari dua kelas itu. Beruntung Zia dan teman-temannya yang lain kebagian tempat duduk yang enak dan adem.Kini giliran Alita yang memulai dengan servis dan bola melambung tinggi melewati net. Selanjutnya bola dipukul lagi oleh tim lawan menuju tim kelas Zia. Giliran Kenan yang melakukan passing, sehabis melempar ia pindah posisi. Bergantian mereka saling melempar bola hingga kadang bola jatuh di tim lawan atau di tim kelas Zia.
Pertandingan selesai dengan skor akhir yang hanya beda satu saja. Yang lagi lagi dimenangkan oleh kelas Zia. Mungkin hari ini atau besok kelas mereka akan bertanding lagi melawan kelas lain.
Para pemain meninggalkan lapangan dan berjalan kekumpulan teman sekelasnya. Di seberangnya ada Kenan dan teman-temannya yang tadi bertanding sedang meluruskan kedua kaki mereka.
"Zi, bagi minum dong."
Tanpa Zia sadari Kenan sudah duduk di sampingnya menghadap ke arahnya. Zia yang masih memegang botol air miliknya yang sisa separuh, sontak saja menoleh ke kiri. "Bentar Nan, gue beliin yang baru ya. Ini sisa segini doang."
"Udah ngga apa-apa." Belum sempat Zia berbicara lagi, Kenan sudah lebih dulu mengambil botol yang ada di tangan Zia dan meminum hingga habis. Zia hanya mampu mengalihkan pandangan saja karena tidak bisa jika lama-lama melihat Kenan.
"Makasih. Gue ganti ngga?"
Zia mengerjap. "Ngga usah. Udah sisa dikit juga."
Kemudian keduanya saling diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Zia memilih ngobrol dengan temannya yang lain, sedangkan Kenan melihat-lihat ponselnya.
Kenan menutup ponselnya dan melirik Zia yang masih ngobrol. Rambut hitam Zia yang mulanya rapi dalam satu ikatan sekarang agak mengendur. Beberapa helaian rambutnya keluar dan jatuh ke samping pelipisnya. Ah, tiba-tiba tangan Kenan gatal ingin mengambil helaian rambut itu dan menyelipkan di belakang telinga. Namun, tidak ia lakukan itu dan memilih melihat ke lapangan sebelah yang sedang tanding basket.
"Jangan diliatin doang. Deketin dong, ntar diambil orang."
"Apaan sih, Ta."
Alita tertawa. Ia diam-diam memperhatikan interaksi Kenan dan Zia. Ia sudah sadar bahwa ada yang tidak beres dengan temannya itu. Namun, ia lebih memilih diam dan biarlah ia menunggu temannya untuk cerita.
"Ajakkin pulang bareng sana. Kasian temen gue naik ojek online." Alita terkekeh melihat Kenan yang agak tegang.
"Lama-lama lo kok kayak si Niki sih," protes Kenan.
"Eh ngga tau deh dia pulang sama siapa. Sama cowok lain kali." Alita menekankan kata cowok yang Kenan paham betul siapa yang dimaksud Alita. Sialan Alita, bisa-bisanya dia membuat Kenan jadi gelisah begini.
Hingga Zia datang, mereka masih ngobrol bahkan Zia juga ikutan nimbrung. Lapangan mulai sepi karena sudah masuk waktu isoma. Sisa beberapa orang saja yang masih berada di lapangan. Niki mengajak mereka untuk makan siang di kantin karena ia sudah lapar.
Begitu Zia bangkit dari duduknya, Kenan juga ikut berdiri, namun ia tidak ke kantin melainkan ke masjid. Sebelum beranjak, ragu-ragu ia memanggil Zia yang berjalan di depannya.
"Zia."
Zia menoleh dan berkata pada dua temannya untuk duluan sekalian memesankan makanan untuknya. "Kenapa, Nan?" tanya Zia saat sudah di dekat Kenan.
Kepala Kenan sedari tadi sibuk memikirkan kalimat yang tepat untuk mengajak Zia pulang bareng. "Pulang bareng?" Hanya itu yang berhasil keluar dari mulutnya.
"Hah?" Zia bingung sendiri. Itu ajakan atau pertanyaan?
"Mau pulang bareng ngga?" Kenan mendengkus, akhirnya menjelaskan apa maksud perkataannya tadi.
"Oh lo ngajak gue pulang bareng." Zia terkekeh, sedangkan Kenan memutar kedua bola matanya. "Boleh sih?" lanjutnya dengan nada tidak yakin. Bukan tidak yakin, hanya bingung saja Kenan yang mengajak duluan.
"Ya udah gue ke masjid." Setelahnya mereka berpisah menuju tujuan masing-masing. Zia masih bingung ada apa dengan Kenan hingga tumben sekali mengajaknya pulang bareng.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/235295116-288-k940244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Novela Juvenil"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...