Delapan belas

18 5 3
                                    

Langit mendung di atas sana membuat semua makhluk yang hidup di bumi mempercepat langkahnya agar tetesan air yang jatuh nanti tidak mengenai tubuhnya. Ketika air sudah jatuh, beberapa orang memilih untuk berteduh. Beberapa orang lagi memilih untuk membiarkan air itu jatuh mengenai tubuhnya tanpa memedulikan risiko yang diterimanya nanti.

Aiden sampai di tempat tepat sebelum hujan turun ke bumi. Dilihatnya bangunan yang hanya pernah beberapa kali ia kunjungi. Kemudian berganti melihat ponselnya yang menampilkan obrolan dengan seseorang yang sudah beberapa menit berlalu belum berubah tandanya. Artinya, pesan itu belum dibaca.

Dirinya mengakui kalau ia yang salah karena tidak memberi tahu dahulu bahwa ia akan datang untuk menjemput. Aiden berniat untuk menjemput Zia di sekolah gadis itu. Namun, ia baru memberi tahu saat pulang sekolah. Mencoba untuk menelepon nomor gadis itu, tetapi tidak kunjung diangkat. Ingin masuk ke dalam sekolah, ia ragu karena tidak melihat satu orangpun yang dikenalnya. Meski sebenarnya ada beberapa teman SMP-nya yang juga bersekolah di sini.

Air perlahan turun ke bumi yang makin lama jumlahnya semakin banyak ketika Aiden memutuskan untuk masuk ke sekolah itu untuk bertanya. Namun, belum sempat ia sampai ke dalam, orang yang sedari tadi dicarinya lewat di depan matanya bersama seseorang yang ia hanya kenal namanya. Zia dan Kenan lewat di depan matanya dengan baju yang sama-sama sudah basah. Tanpa ada jaket atau jas hujan, hanya tangan yang digunakan untuk menutupi kepala. Keduanya berjalan menuju parkiran yang letaknya di luar sekolah.

Tangannya terkepal kuat menyaksikan itu, namun ia tahu dirinya tidak bisa melakukan apa-apa. Tanpa memedulikan bajunya yang juga sudah basah, ia kembali lagi menuju motornya. Langsung saja ia menancap gasnya dan berlalu pergi dari sana. Membiarkan air hujan jatuh membasahi tubuhnya bersamaan dengan hatinya yang juga jatuh sekali lagi.

Bodoh memang dirinya. Saat pertemuan mereka di mall waktu itu, ia mengira kalau Zia hanya bercanda ketika berkata sudah punya pacar. Namun, hari ini Aiden lagi-lagi melihat Kenan mengantar pulang Zia rasanya seperti ia harus mengubur perasaannya dalam-dalam.

Sementara Alita yang masih di depan sekolah bersama Niki merasa seperti melihat Aiden, tetapi ia tidak begitu yakin apakah benar itu Aiden atau bukan. "Nik, kok tadi gue kayak liat ada Aiden di sini ya?"

"Hah?! Yang bener lo, ngapain dia di sini coba?"

"Kan gue bilang kayak, gue juga ngga tau itu dia apa bukan."

Sementara Zia dan Kenan sampai di parkiran dengan basah kuyup. Kenan mengalihkan pandangan dari baju Zia yang basah itu, lalu mengambil jaket miliknya yang masih ada di dalam tas. Kemudian memberikan jaket itu untuk dipakai Zia. "Kenapa, Nan?" tanya Zia bingung melihat Kenan yang memberikan jaket.

"Pake jaketnya, em baju lo itu-" Zia buru-buru melihat bajunya yang terawang menampilkan kaos dalamannya. Zia meringis malu, kemudian mengambil jaket itu dan segera memakainya.

"Sorry, Zi. Gue lupa ngga bawa jas hujan. Gimana dong?"

"Oh, ngga apa-apa kok. Lagian ini juga udah terlanjur basah."

Setelah mendengar jawaban dari Zia, Kenan pergi mengeluarkan motornya yang berada dideretan motor-motor. Setelah motornya sudah keluar, Zia naik ke motor Kenan.

"Pegangan, gue ngebut."

***

Syukurnya hujan tidak sederas tadi bahkan kini hanya gerimis kecil saat motor Kenan hampir dekat dengan rumah Zia. Zia menyuruh Kenan untuk mengeringkan badannya dulu sembari menunggu hujan benar-benar reda. Awalnya Kenan menolak dan ingin langsung pulang, tetapi Zia memaksanya. Di sinilah ia sekarang duduk di sofa rumah Zia. Pemilik rumah sedang berganti baju dan mengambil handuk serta membuatkan teh untuknya.

"Ini handuk sama tehnya. Diminum dulu, Nan."

Kenan meminum tehnya sedikit. "Nyokap ke mana?" Ia tidak melihat ada orang tua Zia di rumah, makanya dia bertanya pada Zia yang sedang duduk di depannya.

"Ayah di kantor, Mama mungkin di butik. Oh iya, jaketnya gue cuci dulu ya."

"Ngga usah kali."

"Ya jangan dong, ngga enak gue. Orang basah banget gitu." Zia juga ikut meminum tehnya. "Bayu sama yang lainnya gimana kabarnya?" Zia bertanya tentang Bayu karena tidak ingin diam terus-terusan.

"Ngga gimana-gimana. Tapi, dia sempet nanyain lo sih."

"Siapa? Bayu?" Kenan hanya mengangguk, lalu meminum tehnya. Zia melihat kanan kiri, sedangkan di dalam hatinya sedang bingung ingin membicarakan apa lagi. Tiba-tiba Kenan berdiri dari duduknya yang membuat Zia menatap ke arahnya. "Mau ke mana, Nan?" tanya Zia sambil ikut berdiri.

"Balik. Udah ngga ujan."

"Makasih ya udah dibolehin nebeng." Zia berucap sambil tertawa untuk menutupi kegugupannya. Zia ikut keluar bersama Kenan. Kemudian Kenan menaiki motornya dan memakai helm. "Hati-hati di jalan," ucap Zia sebelum Kenan keluar dari halaman rumahnya.

Saat Kenan sudah tidak terlihat dari pandangannya, Zia memegang dadanya yang sedari tadi berdetak kencang. Lalu balik masuk ke dalam rumah dengan senyum yang masih ada di wajahnya.

Mendadak ia ngantuk, namun teringat jaket Kenan yang belum ia rendam. Maka sebelum ia merebahkan dirinya di kasur, Zia ke kamar mandi untuk merendam jaket Kenan sekalian mandi.

Pagi harinya Zia dilanda flu ditambah kepalanya pusing. Mungkin akibat kemarin kehujanan, pikirnya. "Kamu flu, Zi?" tanya Ayahnya melihat putrinya yang bersin-bersin.

Zia menggesekkan hidungnya dengan tangan, "Iya, kemarin aku kehujanan."

"Ya udah minum dulu susunya terus berangkat. Nanti minum obat kalau belum sembuh," pesan Mama Zia yang dibalas anggukan.

Semalam dirinya terbangun ketika jam menunjukkan pukul sebelas malam. Bangun dalam keadaan perut lapar, namun ia malas untuk turun. Kemudian ia membuat story Instagram dan beberapa menit kemudian Kenan melihat story-nya itu. Salahkan imajinasi dalam kepalanya yang tiba-tiba memikirkan Kenan akan mengirimkan pesan, lalu setelahnya mereka akan bertukar pesan hingga larut malam. Kenyataannya beberapa menit ia menunggu, Kenan tidak memberi pesan apa-apa.

Kadang Zia sengaja membuat postingan hanya untuk menarik perhatian Kenan. Dengan harapan Kenan akan melihatnya dan memberikan respon tentang postingannya. Bahkan Zia pernah memposting story yang hanya ditunjukkan untuk Kenan saja. Tetapi, lagi-lagi Zia tidak mendapat apa-apa.

Memang yang paling membuat sakit hati adalah saat apa yang kita harapkan, namun tidak menjadi kenyataan.

***

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang