Tiga

32 8 3
                                    

Pesan yang dikirim dari Aiden beberapa menit lalu masih Zia biarkan tak terbaca. Dengan hati-hati ia menahan tangannya agar tidak menyentuh ikon aplikasi chat berwarna hijau itu. Saat sedang tidak ingin membalas pesan dari orang lain, Zia memang akan menghindarinya selama beberapa menit hingga ia merasa sudah menemukan jawaban yang pas menurutnya. Karena Zia tipe orang yang pakai last seen di profilnya sehingga ia merasa tidak enak apabila tetap membuka aplikasi itu sementara ia tidak membalasnya. Zia takut orang itu diam-diam memperhatikan last seen-nya.

Sejujurnya Zia sedang tidak ingin dijemput oleh Aiden. Karena memang yang biasa menjemputnya adalah ayahnya sendiri. Meski terkadang juga ayahnya tidak bisa menjemputnya karena masih ada kerjaan di kantor. Zia juga tidak mengerti kenapa ayahnya bisa menjemputnya jam tiga sore seperti itu. Seharusnya jam segitu orang-orang belum pulang dari kantornya kan?

Dulu pernah ada temannya yang baik hati mengizinkannya untuk menebeng, tetapi karena sebuah alasan Zia dan temannya itu sudah tidak dekat lagi sekarang. Balik lagi pada Aiden, sering kali cowok itu menawarkan dirinya untuk menjemput Zia. Namun, sering kali Zia menolaknya. Selain karena jarak sekolahnya dengan Aiden yang lumayan jauh, Zia memang tidak ingin saja.

Zia menyandarkan punggungnya pada kursi lalu mengembuskan napasnya. Apa yang dilakukannya itu membuat sahabatnya yang lain, yaitu Alita menoleh ke arahnya. "Kenapa, Zi?" tanya Alita.

Sambil bersandar Zia menoleh menatap Alita. "Biasa. Aiden nawarin jemput."

Dibandingkan Niki, Zia lebih sering curhat kepada Alita. Karena remaja berambut sepunggung itu lebih punya banyak pengalaman cinta dan bisa diajak ngobrol serius. Sedangkan Niki tidak bisa diajak serius dan jawabannya selalu lempeng-lempeng saja. Meski begitu, Zia tetap memberi tahu tentang Aiden pada Niki.

"Udah dijawab belum?"

Zia menggeleng. "Masih bingung alasan nolaknya apa. Nggak enak sebenernya sih, tapi gue lagi nggak mau."

"Ya, udah bilang aja dijemput ayah lo. Emang dijemput kan?" usul Alita.

Akhirnya Zia mengetikkan balasan seperti apa yang diusulkan Alita. Tak sampai lima menit Aiden membalasnya dengan kalimat pemakluman.

Mungkin beberapa orang menilainya sebagai sosok yang egois. Mengingat jika Zia yang membutuhkan Aiden, dia pasti akan menurutinya. Sedangkan bila Aiden yang membutuhkan Zia, gadis itu sering kali menolaknya. Namun, mereka memang hanya bisa menilai dari luarnya saja tanpa tahu seperti apa yang terjadi sebenarnya. Zia sendiri memiliki alasan mengapa kadang ia menolak Aiden.

Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi nyaring. Langsung saja penghuni kelas itu berhamburan ke kantin untuk mengisi perutnya yang lapar. Sama dengan Zia dan dua sahabatnya yang juga berjalan ke kantin setelah sebelumnya membereskan meja mereka. Saat sedang berjalan beriringan dengan Zia di tengah, seseorang menghentikan langkah mereka. Lebih tepatnya orang itu berbicara pada Niki.

"Pesenin gue soto dong. Gue kebelet banget ini. Nanti gue ganti uangnya kok."

"Nggak mau. Gue males pesenin lo. Ayo kita jalan lagi!"

"Ya elah, Nik. Pesenin sekalian apa susahnya sih?! Ini udah diujung banget sumpah." Nyatanya meski Kenan berucap dengan muka yang melas dan meringis menahan sesuatu, Niki tetap memegang teguh ucapannya. Kemudian ia menarik tangan Zia dan Alita untuk berjalan. Namun, Kenan tetaplah Kenan yang harus dituruti apa maunya. Niki tidak mau, masih ada Zia yang lebih memiliki perasaan.

"Zia! Pesenin ya. Serius gue ganti kok uangnya," ucapnya dengan muka melasnya.

Zia yang pada dasarnya tidak masalah dengan itu akhirnya menyetujui, lengkap dengan senyum ramahnya. Hingga Kenan berlari menuju toilet, Niki tidak henti-hentinya protes dengan sikap Zia.

***

Salah satu yang membuat murid sekolah di manapun berada senang bukan main adalah ketika bel pulang berbunyi. Setelah kurang lebih delapan jam berada di sekolah, akhirnya mereka bisa pulang dan terbebas dari pelajaran yang membuat pusing kepala. Sepertinya bukan hanya murid saja, para guru juga menunggu-nunggu bel itu. Karena bisa terbebas dari murid-murid yang menguji kesabaran.

Zia masih membereskan buku-bukunya ketika ponsel yang ada di sakunya bergetar lama sekali. Diambilnya benda itu yang menampilkan panggilan dari ayah tercintanya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Zi, Ayah ngga bisa jemput kamu. Pulang naik ojek online aja ya? Masih ada ngga uangnya?"

Zia langsung menghela napas pelan, "Ya, udah deh ngga apa-apa. Masih ada kok uangnya."

"Ayah tutup ya? Assalamualaikum."

Setelah Zia menjawab salam ayahnya, sambungan telepon itu terputus. Zia mendadak bete karena harus pulang sendiri. Ia pun melanjutkan kegiatan beberesnya yang sempat tertunda tadi sambil memikirkan akan pulang dengan siapa atau memilih naik ojek seperti kata ayahnya.

"Ayah gue nggak bisa jemput, Ta," adunya pada Alita.

Seperti mendapat ide, Alita menjentikkan jarinya. "Tuh, minta nebeng aja sama Kenan. Mumpung dia masih di sini," suruhnya sambil menunjuk Kenan.

"Ih, nggak mau ah. Dia mah suka nggak mau kalo ditebengin."

"Coba aja dulu. Siapa tau hari ini lagi ada malaikat baik dateng terus dia mau deh anterin lo pulang."

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Zia memutuskan untuk memberanikan diri menghampiri Kenan dan mengutarakan keinginannya. "Nan, gue boleh nebeng bareng lo nggak?" tanya Zia dengan ragu-ragu. Selama beberapa detik Kenan hanya diam melihat ke arahnya saja. Hampir membuat Zia berpikir kalau cowok itu tidak mau dan berniat untuk berbalik ke tempat duduknya lagi. Hingga jawaban Kenan membuat Zia melebarkan matanya, saking terkejutnya dengan apa yang keluar dari mulut seorang Kenandra Alfaiz.

"Ya udah. Ayo!"

Sepertinya memang benar kata Alita, bahwa ada malaikat yang lewat lalu membisikkan sesuatu pada Kenan. Membuat cowok yang sekarang ini sudah berjalan terlebih dulu di depan Zia mau mengiakan permintaan Zia.

***

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang