Waktu seperti berjalan begitu cepat tanpa kita sadari. Tujuh hari dalam seminggu terus berulang hingga bulan berganti. Bagi siswa tahun terakhir di SMA tentunya menurut mereka menjadi waktu-waktu bimbang. Di satu sisi ingin cepat-cepat lulus, namun di sisi lain tidak ingin terlalu cepat bertemu dengan segala macam ujian.
Meski begitu mereka tetap harus melaluinya sekalipun tidak ingin. Mereka juga berusaha menggunakan waktu yang singkat itu untuk membangun kenangan tahun terakhir mereka di sekolah formal. Tetapi, meski tidak sadar waktu berlalu begitu cepat, ada kalanya juga kita menyadari waktu memang tidak pernah berhenti.
Terhitung sudah tiga bulan dilewati semenjak kejadian "putusnya" hubungan antara Zia dan Aiden. Selama itu pula Aiden menepati janjinya untuk tidak lagi mengganggu Zia. Zia pun sudah tidak memikirkan Aiden sama sekali. Dirinya terlalu sibuk akan sekolah dan tidak memikirkan segala hal yang berhubungan dengan cowok.
Keputusan untuk berhenti memikirkan cowok bermula ketika ia menyadari bahwa Kenan memang sudah tidak bisa ia gapai. Banyak harapan setelah ia meminta maaf pada Kenan. Seperti, hubungan keduanya yang kembali pada sedia kala. Namun, setelah ia melihat Kenan yang tidak seperti sebelumnya barulah Zia membuat keputusan untuk sejenak melupakan lawan jenisnya itu.
Mereka masih suka bertemu meski beda kelas. Tetapi, hanya sekadar saling sapa saja. Zia juga tak lagi meminta pulang bareng Kenan. Sekarang ia lebih sering pulang bersama Ina atau naik ojek online. Mungkin juga faktor beda kelas yang membuat Zia dan Kenan semakin lama semakin menjauh.
Seperti hari-hari sebelumnya, Zia pulang ketika waktu menunjukkan pukul setengah lima. Banyak yang harus dikerjakannya setelah pulang sekolah, entah itu karena tugas kelompok atau kelas tambahan yang cukup melelahkan. Tinggal satu bulan lagi semester satunya berakhir. Setelah semester dua, perang sesungguhnya akan dimulai.
Zia naik ke kamarnya setelah menyalami Mama dan Ayahnya yang kebetulan sudah pulang. Menaruh tasnya di meja belajar, mengganti seragamnya dengan baju biasa lalu cuci muka di kamar mandi. Zia terbiasa mandi ketika nanti akan salat magrib. Setelah semua sudah dilakukan ia turun lagi untuk makan. Keluarganya memang tidak ada jadwal seperti makan malam. Ya, kalau memang malam mau makan ya sudah. Tidak juga tidak apa-apa. Makanya meski baru jam lima Zia sudah makan terlebih dahulu.
"Mama masak apa?"
Mama Zia yang sedang menata makanan di meja makan menoleh saat mendengar anaknya bertanya. "Sayur bayam, ayam goreng, sama telor juga ada. Makan bareng-bareng ya, Ayah juga belum makan." Mama Zia menjawab sambil tetap menata makanan.
Memang sederhana saja makanan mereka. Masak banyak juga untuk apa karena di rumahnya hanya ada tiga orang. Ayahnya terbiasa makan siang di kantor, Mamanya kadang ada di rumah kadang di butik, sedangkan Zia dari pagi sampai sore ada di sekolah. Waktu bersama mereka memang hanya saat malam hari, itupun kalau Zia tidak ada tugas. Dan tentunya saat weekend.
Semua anggota keluarga sudah duduk di kursi masing-masing dengan piring yang berisi nasi dan lauk. Ayah Zia menatap putrinya yang sedang makan sambil melihat ponselnya. Sudah berkali-kali diberi tahu untuk tidak main ponsel saat makan, namun anaknya tetap saja melakukan itu. Untung saja makanannya selalu habis, kalau tidak Ayahnya tidak bisa menolerir perilaku Zia.
"Zi, kok kamu ngga ada minta uang atau apa gitu buat sekolah?"
Zia menoleh pada Ayahnya dengan mengerutkan keningnya. Kenapa tiba-tiba Ayahnya bertanya begitu?
"Belum, Yah. Bukan ngga ada. Aku masih punya uang kok kalo buat tugas-tugas. Mungkin nanti aku minta uangnya kalo semester dua." Zia mengakhiri jawabannya dengan cengiran lebar.
"Emang kamu ngga jalan-jalan? Mama liat beberapa bulan ini kamu di rumah terus atau mainnya ke rumah temenmu aja." Gantian Mamanya yang protes.
Zia mengembuskan napasnya. "Nanti aku jalan-jalan mulu Mama kangen. Lagian aku sibuk banyak tugas. Bisa main ke rumah Niki aja udah seneng." Tapi, tetep aja ngga bisa ngeliat tetangga Niki, lanjutnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Present ✓
Teen Fiction"Segitunya ngga ada gue ya, Zi, di hati lo? Segitunya ngga ada gue di pikiran lo? Bertahun-tahun gue usaha buat lo, chat lo setiap hari, kasih perhatian buat lo, nurutin kemauan lo tanpa lo bilang ke gue, tapi ternyata emang gue ngga ada ya sedikitp...