Tujuh belas

31 4 5
                                    

Bagi sebagian orang, hari sabtu seharusnya dipakai untuk berleha-leha setelah lima hari beraktivitas. Berbeda dengan Zia yang harus menemani Mamanya pergi mengunjungi salah satu toko temannya yang berada di sebuah pusat perbelanjaan.

Usai sampai di toko tersebut, Zia diperkenalkan pada seseorang yang seumuran dengan Mamanya itu. Cukup lama mereka mengobrol membuat Zia bosan karena sedari tadi hanya bermain ponsel atau melihat sekelilingnya. Lantas Zia izin pada Mamanya untuk pergi mencari minuman.

Alibi saja sebenarnya karena ia sendiri tidak tahu ingin ke mana. Ya sekadar ingin jalan-jalan saja daripada bosan mendengar dua orang beda usia dengannya ngobrol yang Zia sendiri tidak tahu berbicara apa.

Kalau ditunggu tidak kunjung datang, tetapi giliran tidak ditunggu tiba-tiba muncul. Begitulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan keadaan yang Zia alami saat ini. Seseorang memanggil Zia dari arah belakang. Membuat Zia lantas menoleh mengikuti asal suara itu. Dilihatnya ada sosok yang selama sebulan ini tidak ada namanya dideretan teratas obrolannya.

Aiden.

Berdiri di sana yang ketika melihat Zia berbalik badan otomatis berjalan menghampirinya. Sungguh Zia tidak pernah menduga akan bertemu di sini. Zia menormalkan raut wajahnya seiring Aiden yang perlahan semakin dekat.

"Sendirian, Zi?"

Zia tersenyum canggung. Lalu menggeleng yang menimbulkan tanda tanya bagi Aiden. Buru-buru ia menjelaskan maksud gelengan itu. "Ngga sendirian kok. Sama Mama, tapi izin bentar buat jalan-jalan."

"Terus masih lama atau ngga?"

"Hm ngga tau sih, kenapa emang?"

"Ngga apa-apa, mau ngobrol aja." Aiden mengusap tengkuk belakangnya. Zia berpikir tidak masalah kalau ia berlama-lama. Selama Mamanya belum menghubungi Zia.

"Oh boleh, cari tempat duduk aja."

Kemudian mereka menemukan bangku panjang yang kebetulan tidak ada orang. "How are you, Zi?" tanya Aiden beberapa detik setelah duduk.

Zia mengangguk dan berkata, "Alhamdulillah, biasa aja."

Aiden terkekeh mendengar jawaban Zia. Bukan hanya Zia saja yang terkejut dengan pertemuan mereka yang tiba-tiba, Aiden juga lumayan terkejut melihat Zia di sini, tepat di sampingnya.

Mereka ngobrol basa-basi, kemudian Aiden berniat mencairkan suasana dengan menanyakan hal yang membuat Zia mengerutkan keningnya.

"Lo udah punya cowok ya, Zi?"

Tidak ada nada kecewa atau marah di sana, malah nada jenaka yang terdengar. Maka Zia berani menjawabnya dengan candaan pula. "Yang mana nih?"

"Wah banyak dong berarti haha."

Zia tertawa menanggapinya. "Ngga sih satu doang."

"Tau sih gue sebenernya."

"Maksudnya?" Zia melihat Aiden dengan muka bingungnya.

"Gue pernah liat lo sama cowok." Aiden mengucapkan dengan santai sekali seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka.

Zia benar-benar hanya bercanda ketika bilang dirinya sudah punya satu. Walaupun ia tidak tahu juga apakah Aiden benar-benar menganggap Zia memiliki kekasih.

"Gue ngga ada kesempatan lagi dong ya."

Zia sempat terdiam beberapa detik, namun logikanya berkata untuk jangan menghancurkan suasana yang sudah tercipta. "Loh bukannya lo udah punya cewek juga ya?"

"Hah? Yang mana dah?" Gantian Aiden yang bingung.

"Yang pernah ada di story Instagram lo."

Past and Present ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang