Angin malam menghembus pelan, mengenai tubuh bagian atasnya yang polos tanpa busana. Pria itu menggeser tubuhnya mendekat. Menumpukkan kedua kakinya keatas tralis balkon. Matanya yang terang memandang seluruh pemandangan kota London dari atas.
Aaron menghisap kuat kuat nikotin dalam sebuah lintingan kertas. Kepulan asap terhembus di udara malam. Dengan benda ini, beban dipundaknya seakan ikut melayang keatas langit.
Ia lalu mengusak rambutnya yang basah. Sehabis pulang tadi, Aaron memilih untuk menenggelamkan dirinya di bathup. Syukurlah air dingin sedikit membantu menurunkan gairahnya yang sempat meroket.
Aaron jadi tidak habis pikir, mengapa pesona Zoe tidak pernah bisa tergantikan. Padahal mereka sudah lama tidak melakukan kontak fisik. Perempuan itu benar benar meluluhlantakkan hidupnya. Kehadirannya dapat membuat Aaron bertekuk lutut seketika. Sampai hilang kontrol seperti beberapa jam lalu. Kalau dipikir pikir, Aaron jadi terlihat seperti seperti remaja yang baru puber alih alih seorang suami beranak satu.
Aaron mengakui, jika memang bayang bayang itu seperti menghantui dirinya setiap malam. Dimana ia tidak bisa menyentuh Zoe walaupun perempuan itu ada didekatnya. Semenjak ia bertemu kembali dengan Zoe, Aaron merasa seperti ada benteng besar tak kasat mata yang perlu ia hancurkan. Kedekatan dirinya dengan Zoe belum sejauh itu. Keikatan mereka hanya sekedar orang dari masa lalu untuk sekarang ini. Dan Aaron paham jelas, Zoe pernah berkata jika memang perempuan itu butuh waktu.
Maka itulah yang Aaron berikan.
Waktu.
Semua proses yang ia lalui selama ini hanya dibunuh oleh waktu. Dan Aaron sudah sejauh ini merasakan bagaimana tersiksanya ia terkungkung oleh 'waktu'. Ia hanya perlu menikmati hidupnya bukan? Selama nadinya masih berdenyut, maka selama itulah Aaron akan terus berjuang untuk Zoe.
Kemudian ia kembali menghisap rokoknya, membiarkan racun mematikan itu memasuki paru paru sebelum kembali dilepas ke udara. Kalau dipikir pikir, ini pertama kalinya lagi ia merokok setelah waktu yang lama.
"Aaron..."
Aaron tentu terkejut bukan main. Terlebih lagi karena perempuan itu berjalan dengan rambut panjangnya yang berantakan. Zoe mendekatinya, lalu duduk disebuah ayunan kecil didekat sana.
"Apa aku membuatmu terkejut?"
Aaron menghembuskan napas sekali. Ia lalu membuang puntung rokok yang masih banyak dan menginjaknya diatas lantai. Kakinya melangkah mendekati Zoe.
"Ada apa? Kenapa bangun?" tangan besarnya menangkup pipi hangat Zoe.
"Lapar."
Aaron mengerjapkan mata waspada. Dirinya seperti dejavu. "Mau makan apa?"
"Heum..." Zoe memandang hoodie Aaron yang masih dikenakannya. Dirinya nampak berpikir sejenak. "Turkish delight."
Seakan dihujani es, detik itu juga Aaron dibuat merinding. Terlebih lagi tatapan Zoe yang membuatnya ingin menelan bulat bulat perempuan itu. Terlihat sangat menggemaskan.
"Aku—"
"Harus orang Turki yang buat Aaron. Kalau tidak, aku tidak akan memakannya."
Zoe merajuk, perempuan itu kemudian melenggang mendekati balkon. Sembari memejamkan kedua mata. Ia menghiraukan tatapan bingung Aaron dibelakangnya.
"Zoe, apa kau serius?"
Zoe menyunggingkan senyum kecil, ia lalu membalikkan tubuhnya. Memandang pria itu dengan jenaka. "Tentu saja tidak. Aku hanya bercanda."
Aaron dengan gerakan cepat menahan Zoe dalam lengan panjangnya. Menyudutkan perempuan yang kini tengah tertawa lebar karena usakan rambut basahnya. "Geli Aaron, hentikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...