Jika diibaratkan manusia terlahir dalam bentuk segumpal darah kecil sebesar kacang mede. Lalu kemudian tumbuh bersama dalam kehangatan tubuh seorang perempuan tangguh. Setelahnya lahir ke dunia dengan penuh harapan dan doa dari orang orang di sekelilingnya.
Mungkin itulah yang ada dipikirannya ketika ia mendengar jeritan tangis bayi yang kini Zoe perhatikan dari luar jendela. Makhluk mungil yang kini berada dalam gendongan Margaretha terlihat sangat rapuh. Matanya terpejam, dan kulitnya masih memerah. Benar benar terlihat seperti benda yang jika di sentuh akan hilang melebur.
Zoe sendiri lalu menyandarkan tubuh letihnya ke dinding. Memejamkan matanya sejenak dengan napas yang teratur.
Terlalu banyak kejutan untuk satu hari ini. Kedatangan Hans yang tiba tiba, dan kelahiran putri Margaretha.
Tuhan sungguh tahu kapan harus mendatangkan seseorang di waktu yang tepat. Andai Hans tidak ada, mungkin Margaretha sudah kehabisan darah didalam sana. Dan hal hal buruk lainnya akan terjadi. Namun nyatanya dibalik kecemasan Zoe akan pria itu, ia tetap bisa bersyukur Hans ada untuk membantunya.
Ngomong ngomong soal Hans, memang betul pria itu datang menemuinya hanya untuk memutuskannya. Hans bercerita jika ia saat ini sedang jatuh cinta pada seorang wanita Korea disana. Harusnya Zoe merasakan sakit hati kan? Tetapi entah mengapa begitu ia mendengar penjelasan Aaron, rasanya perasaannya hilang menguap begitu saja.
Hans adalah pria yang selama ini menemani Zoe. Walaupun terkadang pria itu sibuk dengan misinya, tetapi Hans selalu ada dalam masa abu abunya. Hari harinya dalam mencari jati diri selalu di isi oleh suara pria itu. Dan mendengar jika Hans sudah menemukan seseorang yang cocok dengan dirinya, jujur Zoe merasa sedikit kehilangan. Sosok Hans dalam hidupnya bagai seorang kakak dan pelindung. Zoe merasa jika dirinya adalah perempuan yang beruntung bisa mengenal sosok hangat seperti Hans. Dibalik ketangguhannya, pria itu menyimpan sosok keibuan yang tidak banyak orang ketahui. Karena Hans sendiri hidup bersama kedua adik perempuannya dan ibunya. Tak heran jika ditanya soal alasan mengapa ia memilih masuk militer maka ia akan menjawab dengan tegas,
"Karena saya rasa, saya punya kewajiban untuk bisa melindungi adik dan ibu saya"
"Zoe terimakasih banyak ya untuk hari ini."
Suara lugas itu terdengar dibarengi dengan suara pintu bergeser yang terbuka. Zoe menoleh, menatap Paman Gerald dan tersenyum.
"Tidak masalah paman, sudah kewajiban saya untuk bisa membalas kebaikan yang selama ini bibi berikan."
Paman Gerald mengangguk. Wajah pria tua itu terlihat sedikit berseri dengan kerutan di wajah lelahnya. "Margaretha itu wanita yang kuat, asal kau tahu. Tapi terkadang ada satu waktu dimana ia menjadi orang yang paling keras kepala ketika dirinya merasa bahwa dia bisa melakukan itu semua sendiri. Dan ada satu hal yang seharusnya ia ketahui yaitu jika aku akan selalu ada untuk membantunya. Tetapi Margaretha memang sosok wanita yang mandiri, bahkan disaat seperti ini saja ia masih ingin melakukannya sendiri,"
Zoe sangat tersentuh mendengarnya, ia menarik senyum tipis "Paman aku jadi penasaran, bagaimana cerita pertama kali kalian bertemu?"
Sudut bibir Gerald sedikit terangkat. "Hubungan kami berdua cukup rumit, Zoe. Singkat cerita, Margaretha dijodohkan oleh seorang pria yang tidak dicintainya. Saat itu kami tengah menjalin hubungan di bangku kuliah. Dan yeah, seperti yang sudah kamu duga kami berdua kabur. Lebih tepatnya, kami pindah kota hingga tidak ada seorang pun yang mengenal kami disini."
Zoe mengernyitkan dahi. "Di kota sebesar ini paman? Apa tidak ada tindak lanjut dari keluarga yang mencari kalian?"
Gerald lalu tertawa, terdengar sedikit sumbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...