BAB 14

482 31 1
                                    

It's me again, hi ! Jangan lupa dukungannya ya :D


********


Seharusnya hari itu Zoe menemui Noah. Untuk menuntut penjelasan dari segala hal yang akhir akhir ini membuat pikirannya penuh. Namun entah perasaannya saja atau memang benar jika cowok itu seperti sedang menghindarinya. Noah sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit. Beberapa suster berkata jika Noah sedang melakukan perjalanan keluar negari. Entah dibagian bumi yang mana.

Dan sudah dua hari pula semenjak Zoe mendapatkan gelar sebagai seorang istri.

Hei, dia seorang wanita sekarang. Bukan seorang gadis.

Zoe masih belum sepenuhnya percaya jika memang benar ia istri Aaron. Hatinya masih ragu mengakui. Ada beberapa hal ganjil yang seharusnya ia ketahui lebih dulu dari seorang Noah. Tapi sepertinya takdir justru membelokkannya pada pengungkapan Aaron.

Zoe menyadari jika mereka berdua hanyalah dua orang asing yang mungkin sama sama terjebak dengan belenggu keputusasaan. Seperti sebuah waktu dimana keduanya kembali ditakdirkan dalam terang yang sama setelah melewatkan gelapnya masing masing.

Harus menjadi kebiasaan baru lagi ketika seorang Aaron datang mengetuk pintu apartemennya. Dengan setelan kemeja dilapisi sweater hitam dan celana bahan, pria itu datang dan berkata "Aku perlu minum kopi disini." lalu duduk manis di dapurnya.

Zoe termenung dengan siku bersandar di meja pantri. Menatap siluet pria itu dari belakang sejenak.

"Apa aku pernah memberitahumu?" suara Aaron mengalun. Memecah keheningan yang telah terjadi diantara keduanya.

"Tentang?"

Aaron meliriknya sekilas. "Apartemen ini dibangun oleh perusahaanku," gumamnya. "Aku cukup terkejut saat kau mengatakan alamat ini saat mengantarmu pulang hari itu."

Dan lagi, rasa ketidakpercayaan diri itu kembali hinggap di benak Zoe. Perempuan itu kemudian melenggang ketengah meja. Meraih selembar roti dan mengolesinya dengan selai kacang dalam diam.

"Dan kau tidak perlu membayar sewanya lagi."

Zoe memilih terkejut. "Kenapa?"

"Kenapa?" alisnya naik sebelah. "Karena kau istriku. Dan itu sudah jelas."

"Aaron.."

"Hmm, kenapa?"

Zoe menyodorkan roti isi kehadapan pria itu. Lalu kepalanya menunduk menatap jemari.

"Aku perlu waktu untuk bisa memahami semuanya."

Aaron sempat terdiam, lalu senyum kecil menyungging diwajahnya. Pria itu meraih sodoran roti dan memotongnya jadi beberapa bagian kecil. Garpu digenggamannya terangkat kehadapan Zoe. "Buka mulutmu,"

"Apa?"

Zoe mengerjap saat dorongan roti masuk ke mulutnya. Aaron mengulurkan tangan dan mengelap sisa selai dipinggir bibir perempuan itu. Lalu menarik kembali ibu jarinya untuk ia hisap. Dengan cara paling panas yang pernah Zoe lihat.

"Aku tidak akan memaksamu untuk itu. Aku tidak akan menekanmu untuk tinggal satu atap denganku. Tapi aku hanya minta satu permintaan darimu, dan aku yakin kau bisa melakukannya,"

Masih dengan debaran yang menggila, Zoe menjawab "Apa itu?"

Sorot tegasnya terpancar. Namun suara Aaron terdengar lirih.

"Jangan pergi lagi dariku. Aku tidak akan siap kehilanganmu untuk yang kedua kalinya."


******


Zoe menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Wanita itu menggantung jas putihnya. Mengemas bekas makan siangnya lalu beranjak pergi dengan sebuah id card. Kaki putih itu melenggang di sepanjang lorong rumah sakit.

Hari ini Keenan sudah bisa dipulangkan. Dan ia memutuskan untuk mengunjungi pria itu. Ketika tangannya ingin meraih handle pintu, pintu tersebut sudah terbuka terlebih dahulu dari dalam. Menampakkan wajah Aaron yang sedikit tersenyum.

"Sudah waktunya bukan?" dengan wajah cerianya Zoe melenggang masuk. Menatap Keenan yang membalas senyumannya, nampak sungkan. "Bagaimana keadaanmu sekarang, apakah semua baik baik saja?"

"Semua baik kak," celetuk Keenan yang membuat rona merah di pipi Zoe menyebar lebih luas. "Jadwal kak Zoe sudah selesai?"

"Baru saja selesai. Setelah memastikan kau baik baik saja aku akan segera pulang."

Suara pintu berderit membuat ketiganya menoleh. Hadid datang dari balik pintu masuk membawa sekeranjang buah. Perempuan lanjut usia itu nampak terkejut dengan kehadirannya. Membawa senyum lalu mendekat sambil mengecup pipi Zoe.

"Anakku, selamat datang kembali." sambutnya tulus "Maafkan Ibu dan Keenan karena sudah membuat kesan pertama pertemuan kita terlihat buruk waktu itu. Ibu hanya terkejut dan masih tidak menyangka kau kembali setelah mendengar cerita dari Aaron."

Zoe melirik pria yang masih bersedekap depan dada itu sekilas, lalu mengangguk maklum. "Tidak apa Nyonya. Bukan masalah besar."

Setelah menaruh buah diatas nakas, jari telunjuk Hadid teracung dihadapannya. Cukup mengejutkan. "No no no, jangan panggil aku seperti itu. Panggil aku Ibu seperti biasa."

Menggaruk tengkuknya canggung, Zoe benar benar dibuat merona dengan situasi hangat ini. Berbeda sekali saat pertama kali ia menginjakkan kakinya tempo hari.

"Baiklah... ibu?"

"Manis sekali," Hadid tersenyum bahagia. "Jangan pernah sungkan untuk memanggilku ya sayang. Aku adalah Ibumu dan akan selalu seperti itu."

Jika tidak ada kedua orang pria disana, Zoe mungkin sudah menghaburkan hangat di dadanya pada pelukan seorang Hadid. Ada sepercik kebahagiaan yang terasa nyata seperti Zoe pernah mengalami ini sekilas dalam ingatannya.

"Err apakah sudah saatnya kita pulang?"

Sahutan Keenan membuat ketiganya tertawa. Sentuhan dibahunya terasa ringan, Zoe menoleh dan mendapati Aaron yang berdiri dibelakangnya. Nampak menyelipkan sehelai anak rambutnya ke daun telinga lalu berbisik dengan suara rendah.

"Aku akan ke apartemenmu malam ini."

Sesederhana itu permintaannya namun mampu memompa darah keseluruh pipi Zoe.



************

Kinda short, but still on progress hehe <3

To be continued ! Sampai jumpa minggu depan

Us Again [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang