BAB 41

81 4 0
                                    

Iblis bentukan manusia itu ternyata benar ada di dunia nyata. Dengan mata kepalanya sendiri, Zoe menyaksikan bagaimana seorang pria tua masuk dengan angkuh bersama anaknya kedalam ruangan. Dagu mendongak tinggi, pijakan langkah tegas serta tatapan menghunus yang siap menikam lawan.

Arson Benedict bagai pembunuh berdarah dingin.

"Lee Sona?"

Suara Arson bagai senapan mengerikan yang pernah Zoe dengar. Aura intimidasi yang dikeluarkan pria itu seolah membuat mangsanya dapat bertekuk lutut. Para anak buahnya menunduk memberi hormat. Mundur bersamaan secara teratur.

Dengan langkah mantap, Arson dan Adam berdiri dihadapan Sona. Seperti tengah melihat oase di padang pasir, pandangan seperti itu lah yang mereka lemparkan ketika Sona  menatap keduanya dengan getir.

"Apa kau sudah lelah?" Tongkat Arson menyentuh kaki Sona. Menekannya hingga perempuan itu terlihat sedikit meringis. "Tidak ingin kabur lagi anakku?"

Zoe menyadari bagaimana kalimat Arson terdengar bukan seperti seseorang yang menyesali perbuatannya. Arson jauh dari kata orang tua yang bertanggungjawab atas anaknya. Sona sudah dianggap seperti hama yang harus mereka singkirkan.

"Bertahun-tahun aku menantikan hari ini. Kenapa kau begitu nakal sekali untuk diatur? Kau hanya perlu mengikuti kata-kataku jika ingin merasa aman. Dunia luar begitu jahat, kau bisa terbunuh jika terus berlari. Apa kau tidak belajar dari pengalaman Jessica?" pertanyaan itu terdengar retoris ketika Arson yang mengucapkan.

Rahang Sona mengeras. "Jangan seolah-olah kau berlagak seperti bukan pelaku pembunuhannya. Aku mengantongi fakta yang sebenarnya. Kalian hanya ingin menyingkirkan kami. Kalian manusia egois yang gila harta."

"Aku? Membunuh Jessica?" Arson mengernyitkan dahi. "Aku bukan orang yang setega itu membunuhnya. Kita saling mencintai satu sama lain. Setelah kematian Hannah, hanya Jessica lah wanita yang selama ini ada untukku. Namun naas, nasibnya begitu malang. Overdosis, bukankah begitu cara mereka menutup kasusnya?"

Sona memajukan tubuh, berontak untuk kesekian kali. "Adam, tidakkah kau mengasihani Ibu kandungmu? Kau hanya boneka pria ini, sadarlah!"

Mendengar namanya disebut Adam hanya menaikkan alis.

"Alasannya sama denganmu, mengapa kau bisa bertahan disini padahal Jessica sudah mati? Lantas untuk apa kau masih hidup?" ujar Adam datar.

"Kalian—" napas Sona tercekat ketika Adam mengeluarkan senapan laras panjang yang tersembunyi dibalik bahunya. "—bajingan."

Melihat itu Zoe tentunya langsung bereaksi.

"Jangan! Mungkin, kalian bisa berbicara dengan kepala dingin terlebih dahulu. Jangan seperti ini, jangan ada kekerasan! Jangan sakiti dia!!"

Zoe jelas tahu perkataannya kini terdengar seperti orang dungu karena pikirannya sudah kalang kabut. Tubuhnya gemetar karena senapan besar itu mampir diujung pelipis Sona. 

Zoe tidak ingin melihat seseorang mati lagi.

Sialnya, mereka kini menatapnya. Dibalik wajahnya yang sedari tadi datar, tiba-tiba saja Adam menyeringai.

"Kau benar-benar terlihat cantik dengan rambut pendekmu Zoe." senapan itu mengarah padanya. "Apa kau ingin model terbaru? Akan ku berikan gratis."

Keringat semakin membanjiri tubuh Zoe tatkala seisi ruang mulai memberikan perhatian padanya. "Kau iblis. Bagaimana bisa seorang pastor gereja berperilaku seperti ini? Kau sungguh seorang pembunuh."

Mendengar kalimat itu Adam menurunkan senapan lalu menghampiri Zoe. Pria itu bertekuk lutut di sampingnya sembari tersenyum seperti seorang psikopat gila. Rahang Zoe dicengkeram kuat untuk diarahkan menuju sosok Sona diseberang sana.

Us Again [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang