Aaron mengemudikan Bugattinya di tengah kota London yang beku. Di bangku belakang terdapat berbagai macam kado yang diberikan pria itu khusus untuk Zoe seorang. Sedangkan perempuannya kini diam memerhatikan jalan yang tertutup salju disebelahnya.
Setelah makan malam romantis di kantin barusan, mereka memutuskan untuk pulang.
Iya, pulang.
Aaron tidak ingin menghabiskan malamnya di rumah sakit. Fisiknya juga sudah lumayan bugar. Jadi untuk apa mereka terus berlama disana?
Walaupun awalnya Zoe sempat menolak, alhasil perempuan itu mengalah karena dokter disana pun memperbolehkan Aaron untuk pulang juga. Dengan catatan, Aaron harus menuruti semua perintah Zoe untuk tetap istirahat dalam pengawasannya.
Aaron memang tipikal pria yang jarang jatuh sakit. Zoe ingat ketika terakhir kali ia merawat pria itu saat Aaron terserang infeksi paru-paru. Mungkin itu sekitar sembilan atau sepuluh tahun lalu? Entahlah, yang jelas Zoe sangat mengkhawatirkannya sampai ia meminta Keenan untuk menitipkan Xavier sementara.
Padahal setiap pagi pria itu suka sekali nge-gym, terkadang Zoe juga diminta untuk menemani pria itu. Zoe kerap kali menolak, perempuan itu akan terus mengeluh karena Aaron sering sekali menggodanya. Bukan sebagai bahan ledekan karena ia lemah atau semacamnya melainkan karena sentuhan fisik pria itu yang acap kali menimbulkan efek mual di perutnya. Entah saat mereka melakukan push up lalu pria itu mengungkungnya dibawah kedua lengan besarnya, mengangkat pinggulnya, bahkan sampai menciumnya.
Aaron benar-benar bukan tipikal pria yang malu untuk mengumbar kemesraan mereka.
Terkadang Zoe juga kewalahan dengan sifat Aaron yang satu itu walaupun hatinya tetap berbunga-bunga.
"Mesum."
Zoe menoleh saat mendengar suara Aaron. "Apa?"
"Bukan apa apa."
"Tidak tidak-" Zoe memicingkan matanya curiga. "Kau baru saja berkata mesum atau semacamnya. Memangnya aku tuli huh? Siapa yang mesum? Aku maksudmu?"
Aaron menarik senyum kecil. "Katakan padaku, selain dicium kau suka aku apakan lagi?"
"Aaron!"
"Memelukmu? Menciummu di leher? Menggigit tatomu? Mendesahkan-"
"Hei, aku tidak begitu!" Zoe menoleh kebawah, tepatnya ke tangan Aaron yang sedari awal sibuk meremas pahanya. "Lihat, kau yang mesum disini. Kenapa justru aku yang dituduh melakukannya?"
"Kau suka?"
Remasan Aaron semakin kuat, dan itu sedikit membuat Zoe tersentak kaget.
"Kau tidak perlu bertanya untuk hal hal seperti itu," ucap Zoe cemberut.
Sebuah lampu merah persimpangan yang asing di ingatan Zoe seakan menjadi sebuah kesempatan berlian bagi Aaron untuk menarik perempuan itu jatuh keatas pangkuannya. Zoe membelalakkan mata, menarik diri kembali untuk segera menjauh namun lengan Aaron yang kekar seakan sengaja mengelilingi pinggangnya. Menaruhnya diatas kemudi.
"Aaron jangan begini, berbahaya!"
Aaron mendekatkan wajahnya ke telinga Zoe. Mengulum lidahnya yang basah disana.
"Tetap seperti ini sampai kita tiba. Be a good girl for me, hm? Anteng ya, Zoe."
Zoe menggigit bibir bawahnya, ketika Aaron menarik persneling untuk memindahkan gigi dan menaiki kecepatan mobil. Alhasil tubuh Zoe terlempar kedepan, menubruk dada bidangnya, berakhir memeluk leher pria itu.
"Hati-hati." bisiknya.
Jantung Zoe berdebar, mungkin Aaron juga bisa merasakannya. Perempuan itu memejamkan mata karena dari sini ia bisa mendengar deruman tajam mobil Aaron yang berdecit, berkali kali dirasanya Aaron membanting setir menghindari pengemudi lain. Adrenalinnya terpacu, walaupun ac di mobil ini dinyalakan, Zoe tetap merasa terbakar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...