Vote before read
Long time no see ! :)
Perempuan itu ke kampus di hari Sabtu mendung ditengah rinai hujan halus, Zoe membuka payung merah. Berjalan ditengah rerumputan basah. Menyeberangi gedung lama ke gendung baru fakultas nya.
Sesaat sampai, ia mengibaskan bajunya yang sedikit kuyup. Menutup payung dan tersenyum kecil kala tiba dihadapan sebuah ruangan, tempat biasanya ia menghabiskan waktu untuk membaca buku anatomi tubuh atau biostatiska.
Kemeja putihnya terlihat transparan, Zoe sedikit panik dengan itu. Ia berusaha menutupi dirinya dengan selendang yang sengaja ia bawa. Mengalungkan kain selembut sutra itu kebahunya sebelum mengambil langkah masuk.
Zoe mendorong pintu secara perlahan, menoleh sebentar untuk memastikan tidak ada segerombolan orang yang sedang kerja kelompok didalamnya. Dirasa sepi, Zoe langsung ngacir ketempat dimana ia menyimpan buku.
Senyuman itu mengembang, jari telunjuknya menyentuh buku besar dengan cover tebal lalu membawanya ke atas meja. Rasa hangat seketika menjalar dibenaknya, tahu jika dirinya akan belajar lagi, setelah kian lama mengulur waktu. Ia sedikit mumet dengan prakteknya di rumah sakit, jadi ia memutuskan untuk menghabiskan sisa liburnya disini. Di perpustakaan.
Zoe terlihat berkali kali sibuk menaikkan kacamatanya yang merosot, membolak balikkan kertas dan mencatat hal hal baru yang sekiranya perlu ia ketahui. Filenya penuh, tulisan tangannya pun rapih. Perempuan yang penuh ambisi itu terlihat tenang dengan bukunya.
Sekitar dua puluh menit Zoe fokus belajar, akhirnya ia menutup buku. Meregangkan leher yang pegal dan melepas kacamata ketika seseorang tiba tiba saja duduk berhadapan dengannya.
Zoe mengerjap.
"Rye? Kau disini rupanya."
Pria itu masih sama. Masih terlihat santai walau kantung matanya yang sedikit menghitam tidak pernah berbohong.
"Tentu saja, memang dimana lagi aku harus berada." Pria itu memeluknya sekilas.
Zoe mengangkat bahu. "Kupikir kau masih harus melakukan event event kampus itu. Jadinya kau sibuk cari EO."
"Memang," Rye memutar kedua matanya malas. "Butuh waktu dua hari sebelum semuanya dimulai. Kau datang kan?"
"Akan kuusahakan."
Zoe lalu mendorong kursi, melangkah mencari mesin scan yang memang tersedia disana. Ketika benda itu sudah berada di genggamannya, Zoe menyambungkan kabel di laptop. Menunggu mesin itu berfungsi lalu mulai menscan semua yang ia tulis barusan.
"Zoe, kau kenal seseorang yang bernama Noah?"
Mendengar nama itu Zoe sontak menoleh. "Noah Ackerley?"
"Bagaimana kau tahu?" Rye melotot "Astaga, apa benar yang dimaksud itu Noah temanmu?"
Tidak perlu menunggu lagi, karena selanjutnya Zoe sudah duduk rapih dengan raut penasaran. Siap mendengarkan.
"Apa maksudmu? Kenapa dia? Ada apa?"
"Seseorang memberi tahuku, pernah ada mahasiswa yang putus kuliah disini. Sepertinya ia satu angkatan denganku. Setelah kucari tahu ternyata dia bekerja di rumah sakit yang sama denganmu. Lalu..."
"Lalu apa?" desak Zoe ketika air muka Rye berubah muram.
"Aku tidak tahu ini sebuah fakta atau bukan, aku juga bukan pria yang suka bergosip. Tetapi ini membuatku gelisah setiap malam karena kenyataannya kau berada diruang lingkup yang sama dengan pria ini."
"Ada apa Rye, katakan saja. Jangan berbelit belit."
Rye menghela nafas. "Kudengar dia telah membunuh seseorang sekitar tiga tahun lalu."
******
Zoe yakin ia tadi menaruhnya disini. Benda itu tadi ia bawa. Tapi entah kemana perginya sekarang.
Setelah insiden menggali fakta dari Rye tadi, tiba tiba saja rasa nyeri di kepalanya kembali menyerang. Seperti bom atom yang meledak karena Zoe total bungkam. Zoe memilih tidak percaya, untuk saat ini. Ia kenal baik seperti apa sosok Noah. Dan sudah pasti berita itu hanya rumor belaka untuk menjelekkan satu nama mahasiswa yang gugur di tengah jalan. Mungkin saja karena kendala biaya Noah tidak melanjutkan studinya, kan?
Tapi satu hal yang seharusnya Zoe yakini, tidak akan ada asap kalau tidak ada api.
Dibalik fakta seorang Noah yang selalu dipandang baik dan positif bagi orang orang, ia tidak akan pernah tahu apa yang dilakukan Tuhan untuk menutupi kesalahan orang itu.
Zoe benar benar tidak menemukan obat pereda nyerinya di tas. Beberapa kali ia mengerang, jalannya tertatih dan berkali kali berhenti untuk memastikan pandangannya tidak gelap.
"Jangan berani beraninya kau berbicara seperti itu Rye. Aku tahu jelas Noah seperti apa."
Rye sudah yakin jika ia akan mendapatkan respon seperti itu. Sejenak pria itu mengulurkan lengannya, mengusap jemari Zoe yang terkepal. "Aku tidak akan memaksamu untuk sepenuhnya percaya. Aku hanya ingin kau berjaga diri dan tidak terlalu berdekatan dengannya."
"Tidak bisa. Apa hakmu mengaturku? Noah adalah pembimbingku, dia seorang dokter yang sama sepertiku. Dan kau jelas tahu jika seorang dokter tidak akan melakukan hal sekeji itu"
"Baiklah," Rye tidak bisa lagi mendesak sikap keras kepala Zoe. "Baiklah kita simpulkan berita ini sebagai sebuah rumor. Itu tidak pernah terjadi. Jika kau percaya padanya, maka aku pun begitu."
"Benar, memang sudah seharusnya seperti itu."
"Tapi apa salah nya untuk berjaga jaga, Zoe?"
"Stop it, kau sudah melewati batasanmu Rye. Aku akan pergi."
Setelah menyelesaikan masalahnya, Rye sama sekali tidak mengejar saat itu. Bagus, karena kini justru Zoe menyesal telah berlaku kasar kepadanya.
Perempuan itu membuka payung. Hujan memang masih mengguyur, ketika sebuah mobil tiba tiba berhenti disaat Zoe sudah menyerah dengan tubuhnya yang hampir lunglai. Detik sebelum seseorang keluar dari mobil hitam itu lalu menangkapnya, payungnya terbang serta tubuhnya jatuh keatas trotoar.
Zoe yang berusaha sadar, membuka kembali matanya yang berat seperti diterpa hujaman batu karena tetesan air.
"Aaron?"
"Tunggu sebentar, kumohon untuk tetap membuka matamu."
*********
Hi, hope you enjoy the story !
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...