BAB 32

360 21 1
                                    

Pening yang terlalu kuat menyerang kepalanya tak ia hiraukan apalagi hanya jalanan bersalju didepan sana. Keempat ban mobil yang ia kendarai berkali kali hilang kendali, melesat karena berdecit dengan aspal yang licin, sebelah lengannya bersandar dipintu sebab tak tahan menahan suhu panas yang tiba tiba menggerogoti sepanjang tubuhnya.

Menit berlalu, napasnya mulai terdengar berat, pandangannya mulai mengabur, namun satu panggilan masuk perlahan menyadarkannya untuk tetap konsentrasi. Aaron melirik nama si penghubung, sempat ia menggigit bibirnya sebelum mengaitkan earphone ke telinga.

"Ha—"

"Dimana?"

Saat itu sudah hampir pukul empat pagi namun Aaron belum beristirahat, ia meninggalkan Zoe di kantornya dengan sebuah note yang bertuliskan jika ia akan segera kembali setelah membereskan urusannya. Namun sang empu sepertinya khawatir, atau ia terburu buru bangun karena suaranya kini terdengar serak.

"Maafkan aku, aku harus pergi sebentar keluar. Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa badannya masih sakit?"

"Aaron, apa kau sudah beristirahat?"

Aaron terdiam selama tiga detik. Lalu helaan napasnya terdengar tajam. "Belum."

"Lantas kau ada urusan apa sepagi ini? Ini hari natal, kau tahukan?" semprot Zoe yang sepertinya mulai terdengar kesal diseberang sana.

Aaron memelankan laju mobilnya, irish hazel itu memandang sekeliling, memastikan jika memang sudah dekat tempat tujuannya. Lalu sebelah kaki menginjak rem dan mesin pun dimatikan. Karena tidak ingin terlalu mencolok, Aaron memilih berhenti beberapa meter jauh didepan gerbang pemakaman. Memata matai untuk sekedar memastikan jika orang yang dicarinya tidak benar benar berada disini.

"Aku akan segera pulang, tenang saja. Ah iya apa kau lapar? Sepertinya energimu terkuras habis karena kegiatan semalam."

"Aaron, aku serius?"

Aaron terkekeh. "Aku juga. Kau mau sarapan apa? Aku sudah panggilkan security untuk membawakan sarapanmu dari bawah. Atau kau mau ganti baju? Seingatku aku masih menyimpan beberapa pakaianku di—"

"Aku pakai pakaianmu? Bukannya kau bilang ada bajuku disini?" potong Zoe cepat.

"Apa ada masalah? Bukannya kau suka jika pakai kemejaku? Dan ya, beberapa bajumu memang ada disuatu tempat yang tidak bisa kau jangkau, aku tidak mungkin menyuruh orang lain membantumu dan membiarkan mereka melihat tubuh telanjangmu yang seksi di pagi hari begini."

"Inilah sebabnya aku melarangmu merobek stockingku." gerutu Zoe, terdengar berpura pura sebal.

Maka Aaron tak habis habisnya senang menggoda wanita itu. "Tidak apa, aku lebih suka jika kau tidak pakai apapun."

"...berhenti meledekku."

Aaron menyenderkan kepalanya. Dari sejauh matanya memandang, ia nampak tidak melihat seorang pun yang berlalu disana. Didekat gerbang terdapat sebuah pohon, daunnya lebat dan merunduk namun sebagiannya tertutupi salju. Tak jauh dari sana terdapat sebuah tiang lampu besar yang menyinari area pemakaman. Cahaya orangenya jatuh mengelilingi daerah sekitarnya.

Makam Xavier jauh berada didalam sana. Sama seperti ia yang jarang berkunjung kerumah selama Zoe pergi, rasanya ia juga tak pernah lagi menginjakkan kaki ke makam anak semata wayangnya itu. Ia datang terakhir kali untuk memasukkan jenazah anaknya ke liang lahat lalu setelahnya berpura pura lupa telah melewati masa masa itu. Mungkin untuk sebagian orang terdengar kejam, namun sebagian orang itu tidak mengerti makna dari kejam yang diberikan takdir itu sendiri. Sebelum benar benar langsung merasakannya.

Us Again [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang