BAB 25

390 18 0
                                    

Mohon kebijakannya !


********

Sesampainya mereka di apartment Aaron, Zoe langsung masuk kedalam kamarnya tanpa berbicara sepatah kata pun. Aaron yang melihat itu hanya bisa terdiam dan menghela napas, kemudian ikut masuk kedalam dan merebahkan dirinya di sofa. Ia menatap langit langit. Rintik hujan terdengar mengetuk jendela diluar sana. Sekarang sudah hampir pukul dua pagi. Ketika ia tiba tiba mendengar pintu kamar Zoe kembali terbuka. Aaron langsung menegapkan tubuhnya. Sebelah alisnya terangkat saat Zoe menatapnya dengan bibir mengerucut.

"Apa?"

Zoe menghentakkan kedua kakinya. "Ish, tidak jadi."

"Loh?" Aaron kemudian berdiri cepat, menahan perempuan itu kembali masuk dengan meraih pergelangan tangannya.

"What's wrong baby? Kok ngambek?"

Zoe memutar tubuhnya. Menatap Aaron dengan air matanya yang sudah mengenang siap jatuh. Aaron mengerutkan dahinya kaget.

"Ada apa?"

"Aaron... ucapanku jahat sekali bukan? A-aku menyesal sekarang telah berbicara seperti itu kepada paman Gerald. Dia pasti kecewa. Aku tidak seharusnya melakukan itu. Itu pasti menyakitkan hatinya."

Aaron menyentuh pipi Zoe dalam rengkuhan kedua tangan besarnya. Ibu jarinya mengusap halus setitik air mata yang jatuh. Lantas Aaron tersenyum menanggapi.

"Mungkin iya, ucapanmu ada salahnya. Tetapi paman Gerald tidak mempermasalahkan hal itu Zoe. Beliau maklum dengan kondisimu yang sekarang."

"Ta-tapi itu sangat kejam Aaron. Aku menyesal."

"Kau bisa meminta maaf kepadanya setelah Bibi Margaretha keluar dari rumah sakit. Atau selama mereka masih stay disana, kau bisa menjaga cafe lebih lama dari jam biasanya? Besokkan kau sudah resign dari rumah sakit. Aku akan selalu menjemputmu di cafe, jadi kau tenang saja."

Aaron kemudian meletakkan kedua lengannya dipinggang Zoe. Ia sengaja mendekatkan jarak diantara keduanya, lalu menjatuhkan kepalanya di bahu perempuan itu.

"Aku sudah mengakui kepada Gerald jika aku adalah suamimu."

Mendapati perilaku seperti itu spontan membuat Zoe blank seketika. Napas Aaron menerpa hangat di leher terbukanya. Ditambah suara bariton pria itu yang terdengar menggelitik. Seperti sudah biasa terjadi karena Zoe bisa merasakan jantungnya yang seketika berdebar lebih hebat.

"Ka-kau memberitahunya?"

Aaron mengusak rambutnya disana. Hal itu sontak membuat Zoe geli karena telinganya yang berubah menjadi sensitif.

"Apa kau marah?" balas Aaron dengan suara serak.

"Ti-tidak. Aku hanya terkejut."

Aaron menjauhkan wajahnya. Menatap Zoe tepat di manik mata. Lalu mengangguk seperti paham akan sesuatu.

"Betul, kau terkejut. Wajahmu berubah merah."

Zoe mencubit main main perut Aaron. Pria itu suka sekali menggodanya. Padahal Aaron sendiri tahu alasan dibalik wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus ini adalah karena sikapnya barusan. Bukan karena pembicaraanya mengenai Gerald.

Aaron terkekeh. Ia lalu menjalankan kakinya melewati Zoe. Membuka pintu kamar dibelakang sana dan merangkak naik keatas ranjang. Hal itu sontak membuat Zoe kembali melebarkan mata. Terlebih lagi ketika tiba tiba saja, Aaron membuka kancing kemejanya lalu membuang asal kemeja tersebut ke dekat pintu.

Us Again [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang