Salju turun saat itu ketika Zoe membuka mata dan merasakan tubuhnya nyaris beku. Ia menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Hidungnya kini terasa sakit sebab sisa menangis semalam.
Zoe tahu, Aaron datang.
Bahkan jika itu hanya sebatas mimpinya, lelaki itu tetap datang.
Tadinya ia berharap, ketika Zoe membuka mata Aaron masih ada disini. Tidur disampingnya atau sekedar duduk di meja makan. Namun tidak ditemukannya hal hal itu, Zoe jadi semakin dirundung rindu. Amat begitu sesak hingga ia kembali menjatuhkan air matanya.
Zoe terisak pelan, hatinya masih sakit ketika ia mengingat kejadian itu. Padahal sudah hampir tujuh belas hari lamanya, namun tak kunjung reda perasaan berkecamuk ini. Bayang bayang perempuan jalang itu selalu membuat emosinya tersulut.
Zoe kemudian menyerah, ia menarik napas dalam dalam lalu menyenderkan tubuhnya di bedhead. Menatap keluar jendela berembun, merenungkan banyak hal tentang segala sesuatu yang berlalu, kemudian terekam jelas bagai jejak memori yang terbentang seperti puzzle didepan mata. Membuat dirinya perlu titik terang, namun berdiam diri disini juga bukan pilihan yang bagus.
Lantas Zoe kemudian turun dari ranjang, menyeret langkahnya yang berat ke arah toilet. Ia menatap pantulan dirinya didepan cermin. Sebuah ide gila tiba tiba terlintas dibenaknya. Yang merupakan hasil dari pikiran negatifnya beberapa hari belakangan ini.
"You look ugly." Zoe bergumam sembari memandang gunting ditangannya. Ia kemudian mengarahkan benda tajam itu ke arah rambut brunettenya. Tanpa pikir panjang, ia memangkas sedikit rambutnya menjadi lebih pendek disegala sisi. Berantakan, tapi ia sungguh tidak peduli. Kepalanya ini sudah benar benar terasa berat.
Hal itu langsung membuat dirinya ringan seketika. Zoe menyunggingkan senyum tipis, lalu merapihkan sisa sisa rambut sebelum ia membersihkan diri dan siap untuk keluar. Persetan dengan salju, ia tidak ingin menangisi takdirnya terus menerus. Zoe perlu menghirup udara segar di luar. Jika memungkinkan, ia akan pergi ke London Eye atau Big Ben untuk sekedar menikmati suasana natal yang akan datang dalam beberapa hari lagi. Atau mungkin juga ia akan mampir beli bahan bahan dapur dan membeli pohon natal.
Zoe sudah siap dengan mantelnya ketika ponselnya tiba tiba berdering. Zoe yang tengah memakai bootsnya itu nampak kesulitan melihat ponsel, ia duduk sejenak diundakan tangga dan menatap pesan dari nomor asing yang masuk.
+44 7282 23456
Aku dibawahZoe mengerutkan dahinya. Menebak kemungkinan siapa gerangan yang mengirimi pesan ini. Jika dipikir pikir, ia sering kali mendapatkan pesan dari nomor yang berbeda. Namun pesan lain kembali masuk, sontak hal itu langsung membuat Zoe menahan napas tanpa sadar.
+44 7282 23456
Baby, it's me. Aaron.*******
Seharusnya ia tak perlu sepanik itu.
Ketika seorang perempuan yang kini berjarak beberapa meter didepannya nampak mematung. Tidak jauh berbeda dengan dirinya yang tengah menenggelamkan kepalan tangannya di coat. Aaron nampak sangat terkejut melihat penampilan Zoe yang sedikit berubah. Padahal baru tadi malam pria itu berkunjung, dan semuanya masih terlihat sama dengan terakhir kali mereka bertemu kala itu.
Kini Zoe nampak jauh lebih cantik dan fresh.
Perempuan itu lantas menundukkan pandangannya segera. Langkahnya berat terseret kehadapan pria itu. Ketika dirasa Zoe sudah cukup dengan jarak yang membentang diantara mereka maka dengan percaya diri Aaron segera mendekat, yang kemudian direspon dengan tiga langkah mundur perempuan itu.
Aaron yang menyadari itu segera memberhentikan langkah, ia paham. Maka dari itu ia membiarkan Zoe diam ditempat yang ia mau.
"Cantik, aku tidak tahu kalau kau memotong rambutmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...