Vote before reading!
Sejak beberapa menit yang lalu, hanya hening yang merayap diantara keduanya. Setelah Aaron menyetujui ajakannya, Zoe membawa pria itu ke ruangan tepat dimana ia biasa menaruh barang barangnya. Zoe jalan duluan, dibelakangnya Aaron mengikuti dengan setelan hoodie seperti biasa.
"Silakan," Zoe mendorong pintu lebih dulu dan mempersilakan pria itu masuk. Aaron sempat terdiam menatapnya. "Kau terluka dan aku yang bertanggungjawab atas lukamu itu." ucap Zoe meyakinkan.
Pria itu akhirnya masuk ke ruangan kecil dengan sebuah sofa putih dan beberapa loker bereret serta sebuah meja berisi alat tulis. Dibalik pintu itu terdapat tas kecil menggantung serta alat alat kedokteran yang entah apa saja tergeletak diatas bangkar yang bentuknya seperti kursi di dokter gigi. Dindingnya juga terdapat beberapa poster kesehatan seperti pentingnya mencuci tangan, poster kehamilan, poster aids dan lain lain
Entahlah, Aaron bukan spesialis di bidang itu, jadi ia sama sekali tidak mengerti.
Zoe menggigit bibir bawahnya ragu ketika Aaron sudah terduduk dan menatapnya dengan alis terangkat.
"Mohon tunggu disini." gumamnya.
Perempuan dengan rambut yang terikat ponitail itu melangkah ke sebuah kotak dan membongkar isinya. Mencari benda seperti kapas, kasa, nacl dan beberapa alat kedokteran lain. Sebelum akhirnya menghampiri pria itu dan menaruh semua bendanya diatas meja satu persatu.
"Bisa kau buka hoodiemu?" ucapan polos itu meluncur ketika Zoe mulai membuka kotak kapas. Perempuan itu dengan santai terduduk diatas lantai, menyila disamping kaki meja dan berusaha sedikit menjaga jarak dengan Aaron. Namun ketika dilihatnya tidak ada pergerakan apapun dari sang pria, Zoe buru buru mengerjap. Merasakan pipinya tiba tiba terbakar. "An-anu, maksudku bukan it-"
"Kau terbiasa seperti itukah pada orang asing?"
Kalimat pertama yang diajukan Aaron sempat membuat bulu kuduk Zoe merinding mendengar suaranya. Perempuan itu memiringkan sedikit kepalanya, terlihat bingung. "Apa maksudnya?"
"Membawa seorang pria yang tidak kau kenal masuk kedalam ruangan. Hanya berdua."
"Tidak," Zoe menjawab sekenanya. Ia menghela nafas. "Aku tahu siapa dirimu."
"Apa?" dalam duduknya Aaron terlihat sangat gelisah. Walaupun ia berusaha menutupinya dengan ekspresi dingin.
"Kau pasienku saat itu. Aku tahu jelas namamu. Dan kau kabur pada saat masa pemulihan. Itu tidak diizinkan disini. Semua pasien harus mendapatkan perawatan terbaik. Dan sekarang aku menemukanmu masih terluka dengan keadaan yang tidak jauh berbeda, lantas apa yang harus kulakukan selain menjalankan tugasku yang belum selesai?"
Zoe menatap matanya. Menyadari jika ia banyak bicara pada pria asing itu. Tapi Zoe tidak peduli, Aaron memandang dirinya seolah ia bukan seorang perempuan baik baik. Jadi Zoe akan menjelaskan semua kesalahpahaman yang terbaca di raut wajah pria itu.
Aaron terdiam. Detik selanjutnya pria itu membuka hoodie dengan santai. Zoe mendelik lalu membuang muka, berpura pura sibuk memakai gloves dan berdeham.
"Jangan dilantai," pria itu bergumam, Zoe yang mendengar langsung menatapnya dan Aaron menunjuk space kosong disebelahnya. "Kau seorang dokter, bukan pembantu."
Sempat tersindir, Zoe hanya memberengut dan mendudukkan dirinya disofa dengan nyaman. Badannya sedikit miring menghadap pria itu dengan sebuah suntikan di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
RomanceKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...