Zoe pernah bertanya-tanya, apakah akhir hidupnya akan berujung bahagia atau sebaliknya? Ending seperti apa yang nantinya ia dapatkan setelah ingatannya kembali?
Dan mungkin, ia yang sekarang tengah terduduk di lorong rumah sakit dengan perasaan bersalah sudah menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu sendiri.
Pagi kala itu, belum anda tanda-tanda perkembangan berarti dari seorang Hans. Semalaman Zoe tidak bisa tidur. Ia sibuk mengkhawatirkan pria itu sampai tak sempat sarapan apapun.
Sebuah berita di tv sudah berkali-kali memutar hal yang sama. Kematian Arson dan penerusnya, Adam, tentu membuat publik terkejut. Berita itu menyiarkan tentang penemuan mayat keduanya yang masih di misteriuskan sebab kematiannya. Entah apa yang dilakukan Keenan, sampai media justru membuatnya jadi berita yang simpang siur.
Zoe tidak bisa menepis jika dirinya kini merasa sedikit lega. Beban di bahunya mulai terasa ringan. Walaupun begitu, Zoe tetap merasa sedih karena Hans didalam sana justru berjuang sendirian.
"Mau roti?"
Zoe tersentak, sangking lamanya ia melamun ia sampai tidak menyadari kehadiran sosok perempuan yang kini tengah menyodorkan sebungkus roti hangat. Zoe tersenyum tipis, menerimanya dengan berat hati.
Ia akan memakan itu nanti. Itupun jika ingat.
"Terimakasih." bisiknya.
"You must be Zoe Edward." Sophie menebak. "Hans banyak bercerita tentangmu."
Zoe melirik. "Dan kau Sophie? Adik Lee Sona."
Senyuman wanita itu cerah, walau raut wajah lelahnya tidak berbohong karena kantung mata. "Aku senang orang-orang mengenalku sebagai adiknya."
"Mengapa?"
Sophie mengangkat kedua bahunya. "Tanpa alasan. Saat Kak Sona masih kecil, Papa mengadopsinya. Ia ditinggalkan di pekarangan rumah kami tepat sehari sebelum Nona Jessica dinyatakan meninggal dunia. Untuk seukuran anak tunggal aku senang karena bisa dapat kakak baru sebagai teman main. Dan ya, sesederhana itu pemikiranku dulu kepadanya."
Zoe menelan saliva. "Bagaimana kabar Pak Burhan?"
Sophie mengernyit. "Kau kenal papaku juga ya?"
"Aku pernah beberapa kali bertemu dengannya," Tangan Zoe gemetar. "Untuk mengurus beberapa... obatku."
"Oh," Raut wajah Sophie berubah muram. "Kau salah satu pasiennya?"
"Bisa dibilang begitu."
Tatapan nanar Sophie memandang langit-langit lorong.
"Sejauh yang aku ingat, dia adalah sosok Papa yang baik dan bertanggungjawab. Hanya saja, setelah dipecat secara tidak hormat dari tempatnya bekerja ia jadi sosok yang tak terkendali. Hidupnya sibuk meracik dan mengembangkan bisnis yang -you know what i mean. Dan itu membuatku sedikit kecewa? Entahlah, aku seperti tidak mengenali sosoknya yang sekarang."
Zoe ikut memandang dinding kosong. "Apa kau bisa membencinya bahkan jika ia adalah orang terdekatmu?"
"Tidak. Aku tidak pernah membencinya. Bahkan sampai napas terakhirku, ia tetap menjadi sosok Papa yang hebat."
Sama.
Zoe juga tidak pernah membenci Noah sebelumnya. Dan, dia tidak bisa untuk membencinya. Jikapun ia harus.
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
Sophie menghela napas. "Buruk. Ia terus bepergian tanpa mengenal waktu. Lalu pulang hanya untuk menengok anaknya ini masih hidup atau tidak. Dan pergi lagi. Dia bahkan tidak tahu kondisiku sekarang. Tanpa sadar, kejadian ini adalah hasil dari keegoisannya juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Again [M]
Storie d'amoreKisah seorang mahasiswi yang magang di sebuah rumah sakit ternama. Hidupnya penuh dengan teka teki yang terkadang membuatnya sulit menemukan tujuannya. Sampai suatu saat hidupnya berubah total ketika sebuah fakta membanting ingatannya kedalam memori...