BAB 38

67 3 0
                                    

Enjoy !

******

"Tunggu, jadi kau sering kesini? Ada keperluan apa sampai kau datang jauh jauh kesini?"

Ditaman yang basah dan wangi rerumputan yang sebagiannya tertutup salju, Zoe menoleh sebab terkejut mendengar pernyataan Aaron. Pria jangkung yang saat ini menggenggam tangannya hanya tersenyum dibalik topi bundar yang menutupi sebagian wajahnya. Menurutnya ini salah satu bentuk penyamaran juga.

"Ibu Hadid sempat bekerja beberapa bulan disini saat aku masih kecil. Bisa dibilang ini adalah kampung halamanku dan Keenan. Kami tinggal di bagian selatan Kota Edinburgh," Aaron memutar pandangannya, melamparkan memori masa kecil kebeberapa tempat yang terasa familiar. "Disini dulu pernah ada florist, dan Ibu bekerja full time disana. Aku tidak tahu mengapa mereka mengubah tempat tempat ini, tetapi bangunan itu sangat indah dan banyak kenangannya bagiku."

Mendengar kalimatnya, Zoe jadi teringat sosok Summer. Adik perempuannya itu sangat menyukai bunga. Waktu weekendnya selalu Summer gunakan untuk merangkai bunga bunga indah yang ia petik. 

"Kau suka bunga apa, Aaron?"

Aaron menoleh, merasa bingung dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. "Aku? Hmm, aku suka beberapa. Dulu Ibu Hadid pernah memberitahuku beberapa nama bunga. Tetapi jika kau bertanya, aku akan menjawab bunga anyelir merah muda."

"Kenapa?"

Aaron mengeratkan tautan tangan mereka. "Karena bunga anyelir merah muda memiliki makna, I will never forget you. Yang itu artinya, meskipun kedua mataku tidak menemukan sosok dirimu, tetapi kau akan selalu hidup didalam hati dan ingatanku."

Senyum Zoe mengembang seperti ditambahkan baking powder. Perempuan itu membuang pandangannya dan kembali mengayunkan tangan mereka salah tingkah. Walaupun hari itu minus dua derajat, tetapi Zoe bisa merasakan wajahnya memanas.

"Kau tahu, aku senang karena kau memilih Edinburgh." ujar Zoe jujur.

Aaron membenarkan letak beanie yang digunakan perempuan itu, lalu merapikan anak rambutnya. "Memang ada apa dengan Edinburgh?"

Zoe menghela napas. "Karena saat aku daftar kuliah pada waktu itu, aku gagal masuk University Of Edinburgh. Itu adalah kampus yang paling aku dambakan, dan aku payah tidak diterima disana. Sampai rasa kesal itu semakin memuncak dan aku tidak terlalu suka jika orang lain membahasnya. Tetapi saat kau membawaku kesini, aku harus mengakui, jika pemandangan indah kota ini tidak seharusnya aku kesali. Mungkin Tuhan punya alasan lain juga mengapa aku ditolak saat itu."

"Karena diwaktu lain, kau akan pergi juga dengan pria tampan ini?"

Zoe tertawa. "Mungkin iya. Kau ini kenapa percaya diri sekali sih."

Aaron menyeringai. "Dan jika kau berhasil masuk kampus ini, mungkin kita akan bertemu sedikit lebih lama."

"Beruntungnya aku mengikuti kata hatiku waktu itu. Kau tahu, saat aku pertama kali bertemu denganmu di rumah sakit, aku merasa sedikit takut padamu. Kau terlalu dingin dan menyeramkan dengan luka tusukmu. Mungkin orang lain berpikir kau zombie, kanibal atau apa lah itu," ungkap Zoe jujur. "Dan aku ingat, kau mengabaikanku."

Sepertinya pembahasan ini akan selalu Zoe sindir kapanpun waktunya. Dan Aaron hanya tertawa geli tiap kali Zoe merajuk.

"Tidak ada pilihan lain, aku senang melihat kerutan didahimu saat kau marah. Saat itu kau lucu sekali sampai aku tidak bisa menahan diri untuk memelukmu."

Bibir Zoe melengkung sedih. "Kau pasti tersiksa karena menahannya."

"Betul," iris Aaron bertemu dengan miliknya. "Kau ingin beli cemilan sebelum pulang?"

Us Again [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang