ENAM PULUH DUA: Kebenaran terbesar (3)

107 21 7
                                    

Amel, Eva dan Endy masih di depan rumah Pak Arman panik saat tahu Andini diculik Pak Arman. Amel berencana memberitahu Andra tapi Endy melarang karena Andra sedang ada masalah di kantor.

"Gak usah! Dia lagi ada masalah di kantor!"

"Terus apa yang harus kita lakukan? Kak Andini itu pernah depresi berat dan cuman Kak Andra yang bisa menangkan dia," kata Amel dengan mata berkaca-kaca.

"Kita harus laporkan Pak Arman ke polisi."

"Iya."

Endy dan Amel melangkah menjauhi rumah Pak Arman. Lantas Eva pun mengikuti mereka yang melangkah menuju mobil Endy.

"Tapi tunggu! Kalau kita mau laporkan Pak Arman ke polisi kita harus punya bukti!"

Endy dan juga Amel menghentikan langkah mereka.

"Iya juga sih, Kak. Kita gak punya bukti."

***

Ada panggilan masuk ke hp Andini dan Andini berusaha menjawab.

"Siapa itu?"

Pak Arman menghentikan mobil dan buru-buru mengambil handphone ndini. Lalu Pak Arman melihat siapa yang menelepon Andini. Kemudian menatap Andini dan membuang handphone itu ke sembarang tempat.

"Kenapa Papa buang HP aku, Pah?!"

Andini marah tapi tidak bisa berbuat apapun. Marahnya tidak terdengar karena mulutnya dibungkam sedangkan tubuhnya terikat tali. Dia hanya bisa menangis diperlakukan begini oleh Papa mertuanya.

"Tenang sayang, jangan nangis karena sebentar lagi rasa sakit (baik hati atau fisik) kamu akan hilang karena kamu akan mati perlahan-lahan seperti Wahyu dan Widya memperlakukan aku di masa lalu."

Pak Arman melajukan mobilnya lagi. Andini terus memberontak.

***

"Gimana ini? Kak Andini gak jawab telepon aku dan sekarang handphonenya malah mati?" keluh Amel pada Eva dan Endy.

"Coba kita lacak handphone Kak Andini."

Amel setuju dan Endy pun langsung beraksi. Searching di google tentang bagaimana cara melacak Handphone orang. Lalu melacak lokasi handphone Andini dengan cara mengirimnya email dan di sana terlihat di mana lokasi handphone tersebut.

"Gimana? Udah ketemu?" tanya Amel melihat handphone Endy.

"Iya."

"Kalau gitu. Ayo kita ke lokasi itu?!" ajak Eva pada Endy dan Amel.

Endy dan Amel mengangguk. Lalu ketiganya masuk ke mobil Endy. Di mana Endy menyetir. Eva duduk di sebelah Endy dan Amel duduk di belakang.

Kurang dari setengah jam mereka sampai di lokasi. Di tengah hutan yang cukup sepi.

"Lo yakin tempatnya di sini?" tanya Eva memastikan mereka tidak salah lokasi.

"Iya. Lokasinya menunjukkan tempat ini."

"Tapi di mana Kak Andini?"

Eva memutuskan untuk turun dari mobil. Endy dan Amel pun ikut turun, melihat ke sekitar siapa tahu Andini memang ada di tempat ini. Tapi tiba-tiba Eva yang berjalan di rumput liar yang ada di sisi jalanan merasa menginjak sesuatu. Lantas Eva pun melihat ke bawah, di mana terdapat handphone warna hitam yang kotor dan layarnya tergores karena terinjak sepatu Eva.

"Handphone?"

"Itu handphone Kak Andini!" kata Amel saat Eva memegang handphone itu. 

"Lo serius itu handphonenya Kak Andini?" tanya Endy pada Amel.

"Iya. Itu beneran handphone Kak Andini karena gue sendiri yang milih handphone itu buat Kak Andini!"

Eva menghidupkan handphone itu dan wallpaper-nya merupakan foto Andini dan Ali saat liburan di Surabaya, di mana mereka berfoto dengan kuda warna putih.

"Artinya tadi mereka ke sini tadi."

"Terus di mana Kak Andini sekarang?" tanya Amel mulai menangis saking khawatirnya pada Andini.

"Kita lurus aja dulu, siapa tahu di depan ada petunjuk."

Endy mengangguk setuju. Lantas Eva pun mengusap punggung Amel menguatkan dan mengajak Amel untuk masuk mobil Endy lagi.

***

Andini dibawa ke rumah tua yang ada dipinggir hutan. Andini memberontak dan Pak Arman tertawa sambil melepas kain yang dipake untuk menutup mulut Andini.

"Kamu mau ngomong apa, Sayang? Coba katakan pesan terakhir kamu buat suami dan juga keluarga tercintamu?"

Andini menatapnya murka.

"Papa bener-bener gila! Kenapa Papa lakukan ini?!"

Pak Arman malah tertawa. "Orang gila kok teriak gila?!" katanya.

"Aku memang depresi cukup lama setelah melihat orang tuaku meninggal di depan mataku sendiri. Tapi aku gak pernah menyakiti siapapun! Aku cuman nyalahin diri aku sendiri karena aku gak bisa menolong mereka, bukan seperti Papa Arman yang mencelakai semua orang tanpa alasan yang jelas!"

Pak Arman tertawa lalu mencengkram leher Andini kasar.  "Benarkah? Kamu tidak tahu aja kalau ada seseorang yang sangat terluka karena pernikahan kamu dan Ali! Kamu mau tahu siapa orangnya? Orang yang paling terluka saat kamu menikah dengan Ali adalah Eva!"

"Papa jangan ngarang! Eva dan Ali sendiri bilang kalau mereka hanya dijodohkan!"

"Iya. Mereka memang dijodohkan. Tapi Eva mencintai Ali."

Andini menggeleng kepalanya dengan mata berkaca-kaca. "Gak mungkin!" katanya.

"Sama seperti Wahyu yang datang dalam kehidupan aku dan Widya saat kami sudah tunangan dan mau merencanakan pernikahan! Kamu juga datang dalam kehidupan Ali dan Eva tepat saat mereka mau tunangan dan mau merencanakan pernikahan! Lalu pertunangan dibatalkan!"

Andini menggeleng kepalanya masih tidak percaya.

"Aku tahu itu saat kamu dan Ali tunangan. Eva nangis sendirian dan Ali meminta maaf sama dia. Tapi Andra salah paham sama dia."

"Artinya Andra tahu itu?"

"Iya. Andra tahu Eva mencintai Ali, makanya saat itu mereka bertengkar sampai Eva hampir jatuh dari rooftoop. Lalu Keynan datang dan kamu pasti tahu situasinya seperti apa?!"

Andini ingat bagaimana pertama kali bertemu dengan Ali setelah 8 tahun tidak bertemu. Mereka bertemu di panti asuhan di mana Eva bersama Ali. Lalu ingat pas di restoran Eva buru-buru pulang hanya karena Ali datang. Andini merasa sangat bersalah karena sudah menyakiti hati Eva? Tapi dia benar-benar tidak tahu kalau Eva mencintai Ali karena Eva tidak mengatakannya dan dia pun tidak pernah bertanya.

Pak Arman tersenyum melihat Andini sedih. "Ada hal yang lebih besar lagi dari itu Andini. Jadi, jangan dulu buang air matamu untuk itu," katanya menghapus air mata Andini.

"KATAKAN APA LAGI YANG PAPA LAKUKAN?!!!"

"Aku tidak melakukan apapun lagi. Aku cuman mau memberitahukan kebenaran kalau sebanarnya Andra menikahi Eva bukan karena dia mencintai Eva. Tapi karena dia takut jika Eva menghalangi jalanmu dengan Ali. Dia menikahi Eva untuk kamu. Untuk kebahagiaan kamu, kakak tercintanya."

Kali ini air mata Andini tak terbendung lagi. Andini menangis dengan penuh penyesalan. Sementara Pak Arman tertawa kecil dan keluar dari rumah tua itu.

Pak Arman bilang dalam hatinya. Akhirnya dendamku terbalaskan dengan cara membuat anakmu lebih sakit hati dari pada sakit hati yang aku rasakan, Wahyu! Ini akibatnya karena kamu sudah merebut Widya dariku dan membuatku jadi inceran polisi selama berbulan-bulan. 

CINTA MACAM APA INI? (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang