DUA PULUH SEMBILAN: Kebenaran 2

262 30 10
                                    

Ayah Edi menatap Mama Iren yang termenung di atas ranjangnya. Lantas Ayah Edi menghampirinya dan memberinya segelas air. Tapi Mama Iren tidak mau menerimanya.

"Aku pikir Mas Reza meninggal karena kecelakaan. Karena saat itu dia menghubungi aku dan ingin mengatakan suatu hal. Lalu tiba-tiba saja dia berteriak ...." Mama Iren menatap Ayah Edi dan menangis sambil menceritakan kejadian 18 tahun yang lalu saat dia di ruang rawat dan dipertemukan dengan bayi yang dikira bayinya atau lebih tepatnya adalah Amel.

"Sampai akhirnya Kak Wahyu dan Kak Widya nemuin aku sama anak-anak (Andra dan Andini). Terus Kak Wahyu bilang kalau Mas Reza kecelakaan tanpa kami tahu tujuan dia pergi dari rumah sakit itu apa?"

Air mata Mama Iren mengalir deras dari pelupuk matanya. Lantas Ayah Edi menyimpan gelas berisi air putih itu ke meja. Lalu menenangkan Mama Iren dengan cara mengelus punggungnya.

"Semuanya sudah berlalu."

"Tapi ... bagaimana bisa aku menerima kenyataan kalau ternyata Amel itu bukan anak kandung aku? Padahal aku sendiri yang membesarkan dia."

"Kenyataannya Amel tertukar dengan anak tadi."

Mendengar itu Mama Iren teringat kejadian beberapa menit yang lalu. Di mana Andra bilang kalau dia sudah menikah dengan Eva dan yang menjadi wali nikahnya adalah Endy. "Aku juga tidak bisa menerima kenyataan soal pernikahan Andra dan Eva. Apa lagi yang menjadi wali nikahnya adalah adik kandung Andra sendiri."

Mama Iren menangis dan Ayah Edi kembali menenangkannya. Sementara di kamar lain Andini juga terlihat termenung dengan ditemani Ali yang sudah sah menjadi suaminya.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan?! Semuanya benar-benar seperti mimpi buruk!"

Ali menenangkan Andini.

"Kamu harus bisa menjadi penengah untuk semua orang. Karena kamu itu anak tertua di sini. Mama Iren butuh kamu, Andra butuh kamu, dan Endy juga butuh kamu."

"Lalu Amel?"

"Dia akan baik-baik aja. Karena Bu Sagita dan Pak Kosim akan ngurus dia dengan baik."

Andini menatap Ali dan mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Ali barusan.

***

Amel dibawa Ibu Sagita ke kamar yang di dalamnya terdapat poster Spiderman. Amel menangis dan menebak kamar yang ditempatinya ini kamarnya Endy mengingat ada banyak barang laki-laki di kamar tersebut.

"Bu! Aku mohon. Tolong buka pintunya, Bu! Aku ini bukan anak Ibu dan Bapak! Aku ini anaknya Mama Iren dan Papa Reza!"

Amel tidak dipedulikan oleh Bapak Kosim dan juga Ibu Sagita. Bapak Kosim malah diam di sofa sambil mengingat kejadian di rumah Syah Reza. Sementara Ibu Sagita masuk ke kamar Eva dan menatap foto Eva dan juga Endy yang sedang menaiki motor dengan gaya kocak mereka.

Kenangannya bersama Endy terbayang dalam ingatannya. Di mana Endy selalu berusaha menghentikan kekacauan yang Eva buat, tapi Endy selalu kalah dengan rayuan Eva. Hingga akhirnya Endy selalu ikut-ikutan membuat kekacauan. Endy selalu protektif terhadap Eva dan Endy selalu peduli terhadap keluarganya tanpa peduli pada dirinya sendiri.

"Bu! Pak! Aku mohon! Buka pintunya!"

Teriakan dalam tangisan Amel masih tidak dipedulikan oleh Ibu Sagita dan Bapak Kosim. Sampai akhirnya Amel capek sendiri dan diam sambil mengingat kenangan yang telah dia lewati saat dia berada di rumah keluarga Syah Reza.

Amel mengingat saat dia kecil, saat bermain dengan Andra dan Andini. Lalu Amel mengingat saat dirinya mengatakan adiknya Andra cuman dirinya dan Amel juga mengingat saat dirinya mengatakan dia tidak ingin memiliki sepupu seperti Andini. Amel benar-benar menyesal pernah mengatakan itu. Karena kenyataannya dia ingin tetap menjadi keluarga Syah Reza.

***

Eva yang tangannya masih dipegang oleh Andra terus menangis sambil menatap Endy. Dia ingat semua kekacauan yang dia lakukan dengan Endy. Dia pun menghampiri Endy dan memeluk Endy.

"Apa yang harus kita lakukan, Kak? Bapak dan Ibu marah sama kita."

"Ibu dan Bapak gak bisa marah lama-lama sama kita. Jadi, Lo tenang aja. Semuanya akan baik-baik aja. Sama seperti saat kita main petasan di saat semua orang lagi taraweh."

Mendengar perkataan Eva, Endy tertawa kecil. Namun setelah itu keduanya kembali menangis. Sementara Andra masih tidak percaya kalau adik kandungnya itu Endy, bukan Amel. Padahal sebelumnya dia dan Endy selalu bertengkar gara-gara permasalahannya dengan Eva. Tapi ternyata itu hanyalah jalan yang mempertemukan mereka.

Tidak lama kemudian Mama Iren datang dan menghampiri Endy. Lantas Eva pun mundur dan membiarkan Mama Iren menemui Endy.

"Kenyataan ini memang tidak terduga. Tapi ... saya percaya, kamu anak baik. Karena kamu dididik oleh orang yang sama dengan Eva. Hanya saja saya tidak suka cara Eva menikah dengan putra saya!" kata Mama Iren sambil menatap Eva tidak suka. 

Endy tidak suka Mama Iren mengatakan itu tentang Eva. Dia pun menatap kesal. "Kakak saya tidak salah dalam pernikahan ini! Putra andalah yang ingin menikahinya dengan cara seperti ini!" katanya.

"Endy!"

Eva menggeleng tidak suka cara Endy bersikap pada Mama Iren.

"Gue bicara yang sebenarnya, Kak! Laki-laki ini menikahi Lo dengan cara yang salah!" kata Endy menunjuk Andra dengan penuh amarah.

Andra tidak mengatakan apapun karena dia merasa perkataan Endy benar. Dia menikahi Eva dengan cara yang salah. Dia sudah menjebak Eva dan dia juga sudah mengancam Endy untuk menikah dengan Eva setelah melihat Eva dan Ali berpelukan pada malam setelah pengajian itu.

"Tapi tetap aja! Lo gak boleh ngomong kaya gitu! Karena biar bagaimanapun juga--"

"Gue ini adik Lo, Kak! Anak bungsunya Bapak Kosim dan Ibu Sagita!"

"Bukan!"

"Iya!"

"Bukan!"

"Sebelum ada bukti kuat, gue gak akan percaya!"

Eva kehabisan kata-kata untuk membuat Endy yakin kalau dia adalah anak kandung Mama Iren. Lantas Ayah Edi yang sejak tadi memperhatikan dari jauh mendekati Andra, Eva, Endy, dan Mama Iren sambil membawa laptop Keynan yang digunakan untuk melihat bukti tadi.

"Ini bukti yang dibawa orang tuanya Eva. Di sini terlihat jelas kalau bayi Mama Iren dan Ibu Sagita ditukar oleh seseorang."

"Bukti itu tidak kuat dan tidak membuktikan apapun!" kata Endy tanpa melihat isi vidio tersebut.

"Kalau begitu mari kita lakukan tes DNA?!"

Perkataan Mama Iren disetujui oleh Eva, Andra, dan juga Ayah Edi.

"Iya. Tes DNA akan membuktikan segalanya."

"Oke."

Setelah Endy setuju dengan perkataan Mama Iren, Mama Iren dan Ayah Edi pun pergi ke kamar mereka lagi. Sementara Andra, Eva, dan Endy masih tetap di tempat mereka dengan pikiran yang sama kacaunya.

Jangan lupa vote dan komen 😊

CINTA MACAM APA INI? (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang