🙏 Maaf guys kemarin gak update. Tadinya sih emang gak mau update dulu sampai ujian selesai. Tapi ... tak apa. Tinggal upload doang. Soalnya punya stok banyakkk 🤭
Ya udah, yuk lanjut.
.
.
.
.
.Endy yang ada di taman kampus kepikiran dengan Eva. Dia takut jika kakak satu-satunya itu diperlakukan tidak baik oleh Andra. Pikirannya melayang pada saat tadi pagi setelah mengantarkan kakaknya ke kantor Andra. Di mana dia menelepon Ali untuk meminjam uang 30 juta, supaya kakaknya tidak perlu kerja pada Andra. Tapi sayangnya Ali tidak punya uang sebanyak itu.
"Bro! Lo ngapain bengong sendiri di sana? Ayo kita ke kantin?"
Ajakan teman-temannya membuat Endy tersadar dari lamunannya. Lalu berdiri dari duduknya dan mengikuti langkah teman-temannya dengan kepala menunduk.
Bruk
Endy tidak sengaja menabrak seseorang dan begitu mengangkat wajah, Endy mendapati Amel. Endy dan Amel sama-sama terkejut. Lalu keduanya saling menatap sinis.
"Apa Lo lihat-lihat?! Mau minta gue tanggung jawab soal waktu itu?!"
Pertanyaan Endy membuat teman-teman Endy, Amel dan orang-orang yang ada di sekitar (termasuk salah satu dosen) salah paham. Hingga mengartikan kalau Endy dan Amel sudah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang yang belum menikah. Lalu Amel hamil dan Endy tidak mau tanggung jawab.
"Iya! Lagian udah jelas salah! Malah kabur?!"
Perkataan Amel semakin memperkuat dugaan teman-teman Endy, Amel dan orang-orang yang ada di sekitar. "Endy! Beraninya kamu menghamili Amel dan tidak mau bertanggung jawab seperti ini?!" kata Pak Budi, dosen Sastra Bahasa Indonesia dengan tatapan tajam.
Kali ini Endy dan Amel yang terkejut. Karena tiba-tiba Pak Budi menuduhnya yang tidak-tidak. Endy dan Amel saling pandang dengan kening menggerut. "Kayanya Pak Budi salah paham deh," kata Endy sambil tertawa.
"Iya, Pak. Aku--"
"Salah paham apanya?! Jelas-jelas saya mendengar pembicaraan kalian kalau kamu Endy, tidak mau tanggung jawab pada Amel. Bahkan malah kabur dari Amel?!"
"Pak! Maksud Endy tanggung jawab itu, bukan karena dia menghamili saya. Tapi--"
"Amel! Kamu jangan menutupi kesalahan Endy! Kalau kamu beneran hamil, kamu akan mendapatkan keadilan! Karena pihak kampus tidak akan diam saja! Kami akan bertindak!"
"Saya beneran gak menghamili Amel, Pak!" kata Endy membela diri.
"Iya, Pak. Lagian saya gak hamil ko!" tambah Amel.
Pak Budi tidak mau mendengarkan Endy dan Amel. "Saya tunggu kalian di ruang Dekan!" katanya sembari melangkah pergi.
"Gue gak nyangka Lo kaya gini, Endy!"
Teman-teman Endy menatap Endy dengan sinis. Setelah itu mereka pergi. Sementara Amel menghampiri teman-temannya, meminta mereka untuk mempercayainya. "Kalian percaya 'kan sama gue? Gue gak hamil!" katanya.
"Kita gak percaya!"
Teman-teman Amel pun pergi. Tinggallah Endy dan Amel. Keduanya saling menatap sinis.
"Ini semua gara-gara Lo!"
"Ko gue sih?!"
"Ya ... jelaslah! Kalau Lo gak ngomong soal tanggung jawab, semuanya gak akan jadi gini?!"
"Lah. Salah gue di mana?! Gue 'kan ngomongin tanggung jawab soal mobil kakak Lo. Bukan hamil?! Mereka aja yang salah paham!"
***
Andra masih berdebat dengan Andini gara-gara Eva. Keduanya tidak ada yang mau mengalah meski Eva dan Vanya melerainya.
"Kak! Kakak tahu sendiri 'kan salah dia itu apa?! Dia sudah merusak mobil aku?!"
"Tapi kamu gak perlu maksa dia buat jadi Office Girl seperti ini?!"
Tiba-tiba Handphone Eva berdering. Eva pun langsung menjauh untuk menjawab. Rupanya Handphone Andra juga berdering dan Andra pun menjawabnya. Sementara Andini masih diam di tempatnya dengan penuh kesal pada Andra. Vanya juga masih di tempatnya sambil memperhatikan Andra.
"APA?!"
Eva dan Andra sama-sama mengatakan hal yang sama dengan keterkejutannya mendengar kabar yang menimpa adik mereka. Bahkan keduanya saling menatap membuat Andini dan Vanya menatap mereka dengan kening menggerut.
"Oke. Gue ke sana sekarang juga, Endy!"
"Iya. Kamu tunggu aja ya?"
Setelah mengakhiri sambungan telepon. Eva dan Andra saling menatap sinis.
"Ada apa?" tanya Andini pada keduanya.
"Maaf, Kak Andini. Aku harus pergi. Soalnya aku harus nemuin adik aku dan ini Darurat," kata Eva beranjak pergi.
Andra meraih kunci mobilnya yang tersimpan di atas meja kerja. Lalu menatap Andini. "Kak, aku juga harus pergi," katanya.
"Ke mana?"
"Ke kampusnya Amel. Soalnya Amel lagi ada sedikit masalah di kampus. Jadi, kakak di sini dulu ya?"
"Enggak, Ndra! Kakak mau ikut! Kakak juga khawatir sama Amel!"
"Jangan, Kak! Lagian masalahnya bisa Andra selesaikan sendiri ko. Karena ini tuh cuman salah paham," kata Andra meyakinkan Andini.
"Ya udah deh. Kakak di sini aja."
Andra mengangguk pelan. Lalu menatap Vanya yang sedang memandanginya. "Vanya, titip Kak Andini ya?" katanya.
"Iya."
Andra pun langsung pergi.
***
Andra dan Eva tiba di ruang Dekan. Lantas Amel langsung memeluk Andra dengan berurai air mata. Sementara Endy langsung menarik-narik tangan Eva ke depan Pak Dekan untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini.
"Kak Andra ... aku disuruh nikah sama cowok itu! Padahal kenal juga enggak?! Tahu namanya aja baru tadi pas Pak Budi marah-marah?!" adu Amel pada Andra.
Andra mencoba menenangkan Amel dengan cara mengusap-usap punggungnya.
"Kak! Lo jelasin dong sama Pak Budi dan Pak Dekan! Biar mereka gak nuduh macem-macem sama gue! Lagian mana mau gue sama cewek manja kaya dia?!" kata Endy memohon pada Eva.
Amel langsung menatap Endy dengan tajam. "Heh! Maksud Lo apa ngatain gue cewek manja?!" tanyanya penuh emosi.
"Emang benar 'kan?!"
"Enggak!"
"Benar!"
"Enggak!"
"Benar!"
"STOPPP!"
Andra dan Eva meminta adiknya untuk diam.
"Mohon tenang dan silahkan duduk Mas, Mbak."
Andra dan Eva duduk di kursi yang tadinya diduduki oleh Amel dan Endy. "Kata mereka, ini semua salah paham gara-gara masalah mobil dan motor kakak mereka yang tabrakan. Sehingga salah satunya harus tanggung jawab atas kerusakan mobil itu. Benar begitu?" tanya Pak Dekan.
"Iya, Pak," jawab Andra dan Eva kompak. Eva pun melanjutkan bicara. "Itu semua benar, Pak. Tapi mereka belum tahu kalau sekarang permasalahannya sudah selesai."
"Tuh 'kan. Aku bilang juga apa, Pak? Ini cuman salah paham."
"Kalau Bapak masih gak percaya. Aku siap diperiksa kandungan. Karena aku ini emang gak hamil, Pak!" kata Amel dengan bibir cemberut.
Pak Dekan menatap Pak Budi yang menunduk dan merasa bersalah sudah menyalahartikan pembicaraan Amel dan Endy. Lalu menatap Andra dan Eva. "Kalau begitu kami minta maaf. Karena kami sudah salah paham pada adik Mas dan Mbak," kata Pak Dekan.
"Iya, Pak."
Pak Dekan dan Pak Budi bersalaman dengan Andra, Eva, Amel dan Endy. Setelah itu, keempatnya keluar dari ruangan Pak Dekan.
Jangan lupa vote dan komen 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA MACAM APA INI? (Tahap Revisi)
Fiksi PenggemarFollow dulu sebelum baca. Cinta macam apa ini? Mereka menikah dengan paksaan dan penuh ancaman, untuk menyelamatkan hubungan lain. Tapi apa yang terjadi setelah pernikahan berlangsung? Masalah lain muncul hingga semuanya semakin rumit. Sementara hub...