DELAPAN: Permintaan

213 23 0
                                    

Waktu menunjukkan 23:54 tepat. Amel mengetuk pintu kamar Mama Iren dengan keras sambil berteriak memanggil Mama Iren. Lantas Mama Iren langsung membuka matanya dan turun dari ranjangnya. Dia menghidupkan lampu kamarnya dan membuka pintu dengan setengah sadar. Setelah itu merapihkan jilbabnya.

"Ada apa, Amel?"

"Gawat, Mah! Gawat!" kata Amel dengan ketakutan.

"Gawat kenapa?"

"Kak Andini ...."

Amel tidak mau melanjutkan perkataannya. Dia malah menunduk dan membuat Mama Iren khawatir. "Andini kenapa?" tanyanya.

"Kak Andini mau bunuh diri lagi, Mah."

"Apa?! Mau bunuh diri lagi?!"

Mama Iren terlihat sangat terkejut. Amel mengangguk pelan. "Iya, Mah," katanya.

"Ya udah, ayo kita samperin dia?!"

Mama Iren melangkah keluar kamar dengan terburu-buru. Dia hendak ke kamar Andini. Tapi Amel menghentikannya. "Kak Andini gak di kamarnya, Mah. Dia di halaman dan Kak Andra lagi berusaha menghentikannya."

"Ya udah, kita ke sana yuk?"

"Iya, Mah."

Tanpa banyak bicara Mama Iren langsung berlari ke halaman belakang rumah. Di mana lampu-lampu halaman mati semua. Tapi di tengah kegelapan ada satu cahaya yaitu cahaya dari lilin yang dibawa Andini yang sedang membelakangi Mama Iren dan Amel.

"I-itu Andini ngapain bawa lilin? Jangan-jangan dia mau bunuh diri dengan membakar dirinya sendiri lagi?"

Mama Iren langsung mendekat pada Andini. Hingga ketika sudah satu meter di belakang Andini, Andini berbalik dengan kue ulang tahun. Lampu taman pun kembali menyala.

"Happy birthday, Tante/Mama. Happy birthday, Tante/Mama. Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Tante/Mama."

Mama Iren menangis bahagia karena ternyata anak-anaknya memberinya kejutan. Amel yang ada di sebelah kanannya tersenyum, begitu pula dengan Andra yang ada di sebelah kiri dengan membawakan kado.

"Selamat ulang tahun, Mah."

"Iya, Mah. Selamat ulang tahun dan maaf udah bikin Mama khawatir dengan mengatakan Kak Andini mau bunuh diri," kata Amel dengan senyum.

Mama Iren menatap Amel dan langsung menjewer kupingnya. "Hari ini Mama maafkan. Tapi lain kali, jangan ngerjain Mama dengan cara ini!" katanya.

"Iya, Mah."

"Tapi Mama bersyukur karena Mama punya anak-anak yang begitu menyayangi Mama seperti kalian."

"Itu udah jadi kewajiban kita sebagai anak Mama," kata Andra langsung diangguki oleh Amel dan Andini.

"Ya udah, sekarang Tante tiup dulu dong lilinnya."

Mama Iren mengangguk dan meniup lilinnya. Lalu memotong kue dan menyuapi Andini, Andra dan Amel secara bergantian.

"O ya, Mah. Ini kado dari kita."

Mama Iren menerima dengan bahagia. Lalu membukanya dan terkejut melihat isi kado tersebut. Di mana di dalamnya terdapat sebuah gaun pernikahan syar'i warna putih. Lantas Mama Iren menatap Andini, Andra dan Amel secara bergantian. "Ini maksudnya apa?" tanyanya.

"Kita pengen Mama nikah lagi."

Andini, Andra dan Amel tersenyum dengan penuh harap. Namun Mama Iren diam tidak me-Respons.

***

"Pak, Bu, Eva punya satu permintaan."

Bapak Kosim, Ibu Sagita dan Endy yang sedang menikmati sarapan pagi menghentikan aktivitasnya dan menatap Eva. "Kamu teh mau apa, Eva? Mau kuliah lagi? Dari tahun ajaran kemarin-kemarin juga Bapak teh sudah setuju soal itu mah. Tapi kamunya aja yang bedegong, tidak mau mendengarkan perintah Bapak," kata Bapak Kosim.

"Bukan itu, Pak."

"Kalau bukan itu terus apaan atuh, Eva?!"

Eva mengatur nafasnya dulu sebelum akhirnya bicara soal maksudnya. "Eva minta batalin perjodohan Eva sama Kang Ali," katanya.

Bapak Kosim, Ibu Sagita dan Endy terkejut dengan permintaan Eva yang secara mendadak ini. Endy sih bisa paham alasannya. Tapi tidak dengan Bapak Kosim dan Ibu Sagita.

"Tapi kenapa?"

"Karena kita gak saling cinta, Bu."

"Cinta itu bisa ngikutin dari belakang."

"Bayangan kali yang ngikutin dari belakang."

"Ibu serius, Eva! Jadi, jangan dianggap becanda!"

"Iya, Bu. Maaf."

Suasana di meja makan yang biasanya rame mendadak hening. Hanya ada Bapak kosim yang sedang menasehati Eva. "Dengerin Bapak ya, Eva. Ibu kamu itu benar. Dulu Bapak sama Ibu kamu juga awalnya gak saling cinta. Bahkan kita teh menikahnya karena perjodohan. Tapi pada akhirnya Bapak sama Ibu kamu teh saling cinta, makanya kamu sama si Endy teh bisa lahir."

"Tapi, Pak--"

"Pokoknya mah Bapak gak mau dengar alasan!"

"Tapi, Pak. Masalahnya Eva teh suka sama laki-laki lain dan Kang Ali juga suka sama perempuan lain."

Mendengar itu Bapak Kosim, Ibu Sagita dan Endy terkejut. Sementara Eva ingat bagaimana kemarin Ali menatap Andini di panti asuhan, yang katanya teman SMA-nya.

***

Suara bel di pagi hari membuat Mama Iren yang kesiangan bangun tidur buru-buru keluar kamar. Sepanjang jalan dari kamar menuju pintu utama dia memanggil seseorang. Namun tidak ada yang menjawab.

"Ini semua orang pada ke mana sih?! Kenapa gak bukain pintu? Padahal ini 'kan hari Minggu?"

Bel kembali berbunyi. Lantas Mama Iren yang sudah di depan pintu langsung membukanya.

"Assalamualaikum."

Mama Iren terkejut melihat laki-laki paruh baya berjas hitam ada di hadapannya dengan tangan yang membawa buket bunga.

"Pak Edi?"

Edi Junaedi Al Faruk ini adalah rekan bisnis Mama Iren yang menyukai Mama Iren sejak lama, sejak Mama Iren masih memimpin perusahaan. Tapi setelah Mama Iren menyerahkan perusahaan pada Andra dan tidak mengurus kantor lagi, Mama Iren dan Pak Edi tidak pernah bertemu lagi.

"Assalamualaikum, Bu Iren," sapa Pak Edi dengan senyum.

"Waalaikumussalaam. Pak Edi ko ada di sini?"

Belum sempat Pak Edi menjawab. Tiba-tiba Andini, Andra dan Amel datang dengan senyum. "Kita yang undang, Mah. Bahkan kita udah ngatur Nge-Date Mama dan Pak Edi," kata Amel.

Mama langsung menarik anak-anaknya menjauh dari Pak Edi. Lalu menatap ketiganya dengan tajam. "Apa-apaan ini?!" tanyanya.

"Seperti yang kita bilang semalam, Mah. Kita mau Mama menikah lagi."

"Enggak, Andra! Mama 'kan udah pernah bilang, Mama gak akan menikah lagi!"

"Tante, aku tahu gak ada satupun orang yang bisa gantiin posisi Om Reza di hati Tante. Tapi seperti yang Tante bilang sama Andini, kita gak bisa terus-terusan ada dalam keterpurukan. Kita harus melanjutkan hidup kita dan salah satunya dengan Tante menikah lagi. Lagi pula Om Edi itu laki-laki yang baik dan aku kenal dia sejak Ayah Wahyu masih ada," kata Andini panjang lebar.

"Tapi--"

"Pikirkan Amel, Tante. Selama ini dia gak merasakan kasih sayang seorang Ayah sepenuhnya. Karena Om Reza meninggal saat dia masih sangat kecil."

Mama Iren pun menatap Amel yang memohon padanya agar mau menikah lagi.

Jangan lupa vote, dan komen 😊

CINTA MACAM APA INI? (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang